• Selasa, 07 Oktober 2025

Dana Transfer ke Metro Dipangkas Rp161 Miliar, Pemkot Siapkan Strategi Bertahan

Selasa, 07 Oktober 2025 - 13.51 WIB
229

Wakil Wali Kota Metro, Dr. M. Rafieq Adi Pradana. Foto: Dok Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Gelombang pengetatan fiskal nasional kini mulai terasa hingga ke daerah. Pemerintah Kota (Pemkot) Metro dipastikan akan mengalami pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp161 miliar pada tahun 2026, menyusul kebijakan Kementerian Keuangan yang memangkas total Rp200 triliun alokasi transfer untuk seluruh daerah di Indonesia.

"Sebelum penyesuaian, TKD Metro 2026 berada di kisaran Rp665 miliar. Setelah pemangkasan, tinggal sekitar Rp504 miliar,” kata Wakil Wali Kota Metro, Dr. M. Rafieq Adi Pradana kepada wartawan, Selasa (7/10/2025).

Menurutnya, pemotongan terbesar terjadi pada Dana Alokasi Umum (DAU) termasuk komponen DAU yang penggunaannya ditentukan oleh pusat, disusul DAK Fisik dan sebagian Dana Bagi Hasil (DBH).

Rafieq menjelaskan, TKD selama ini menjadi tulang punggung pembiayaan layanan dasar di daerah, mulai dari gaji dan tunjangan ASN, program pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, air minum, sanitasi, hingga perumahan rakyat. Selain itu, sebagian TKD juga menopang stabilisasi fiskal daerah dan insentif kinerja pelayanan publik.

“Dengan pemangkasan ini, ruang fiskal kita semakin sempit. Dampak langsungnya adalah pengetatan belanja wajib, penundaan proyek fisik, dan penurunan pagu OPD. Efek tidak langsungnya, kemampuan menjaga kualitas layanan publik dan kecepatan menurunkan kemiskinan serta pengangguran menjadi lebih menantang,” ujarnya.

Rafieq mengakui, risiko terhambatnya kegiatan pembangunan daerah memang tidak bisa dihindari, terutama proyek-proyek infrastruktur dasar dan peningkatan kapasitas layanan publik. Namun demikian, Pemkot Metro berkomitmen agar Standar Pelayanan Minimal (SPM) tetap berjalan.

"Kami akan melakukan re-sequencing program dan fokus ke kegiatan berdampak besar bagi warga. Pembangunan tetap harus berlanjut, meski dengan penyesuaian strategi,” katanya lagi.

Sebagai langkah mitigasi, Pemkot Metro menyiapkan paket strategi bertahan melalui kombinasi efisiensi, inovasi pendanaan, dan penguatan pendapatan asli daerah (PAD).

Langkah pertama adalah refocusing dan reprioritization belanja ke program dengan indikator kinerja utama (IKU) tinggi dan manfaat langsung bagi masyarakat. Pemerintah juga akan memperketat efisiensi belanja operasional serta memastikan prinsip value for money dalam seluruh pengadaan barang dan jasa.

Di sisi lain, Pemkot mengupayakan pendanaan alternatif dengan mengakses program kementerian/lembaga (K/L) tahun 2026 seperti hibah, barang/jasa, dan proyek penugasan balai.

Selain itu, Metro juga membuka peluang menggunakan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN), Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) skala kota, serta memanfaatkan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) BUMN untuk sarana sosial.

“PAD juga kita genjot, lewat intensifikasi PBB-P2, pajak penerangan jalan, dan retribusi daerah. Digitalisasi pajak akan dipercepat agar pendataan dan penagihan lebih transparan,” tegasnya.

Rafieq menilai, pemangkasan ini menjadi pengingat keras bagi banyak pemerintah daerah di Lampung yang masih memiliki ketergantungan tinggi terhadap TKD.

“Basis PAD kita sempit. Struktur ekonomi daerah masih didominasi sektor jasa dan perdagangan skala UMKM, sementara kewenangan penetapan tarif dan objek pajak banyak diatur pusat,” jelasnya.

Faktor lain yang memperlemah kemandirian fiskal daerah adalah belanja pegawai yang besar serta keterbatasan aset produktif yang bisa dimonetisasi.

“Akibatnya, porsi PAD terhadap total pendapatan daerah belum cukup menopang pembangunan tanpa TKD,” tambahnya.

Untuk memperkuat daya tahan fiskal, Pemkot Metro akan mendorong PAD berkualitas dan berkelanjutan. Caranya dengan memperbaiki pendataan objek pajak, menutup celah kebocoran, memperluas basis pajak, serta mengoptimalkan aset daerah melalui sertifikasi, kerja sama pemanfaatan, atau sewa jangka panjang.

Selain itu, Pemkot akan lebih agresif masuk ke program K/L berbasis data dan IKU, memanfaatkan peluang hibah barang/jasa dan proyek nasional yang bisa didelegasikan ke daerah.

"Di sektor pembiayaan, Metro menargetkan penggunaan SBSN untuk rumah sakit dan air minum, PHLN untuk proyek air limbah dan transportasi, serta KPBU untuk infrastruktur layanan dasar," paparnya.

Belanja daerah juga akan lebih tajam melalui portofolio manajemen proyek, zero-based review untuk kegiatan rutin, serta benefit tracking untuk memastikan setiap proyek memberi dampak nyata.

"Kuncinya kolaborasi, kita perlu libatkan TJSL BUMN, dunia usaha lokal, dan komunitas untuk mendukung program sosial-lingkungan seperti bank sampah, ruang terbuka hijau, hingga internet publik. Dengan strategi ini, kita tetap bisa menjaga arah pembangunan meski fiskal kita dipangkas," bebernya.

Pemangkasan Rp161 miliar dalam TKD 2026 menjadi tantangan besar bagi Pemkot Metro untuk menjaga keseimbangan antara keberlanjutan fiskal dan kualitas pelayanan publik. Namun dengan langkah refocusing, efisiensi, serta diversifikasi sumber pembiayaan, Metro berupaya mengubah krisis menjadi momentum reformasi fiskal daerah.

“Bagi kami, keterbatasan bukan alasan untuk berhenti membangun. Tapi panggilan untuk berinovasi,” tandas Wakil Wali Kota Metro. (*)