Sorotan di Monas Antara Bendera Robek dan Dilema Digital TNI, Oleh: Dwi Kurniasari

Dwi Kurniasari Wartawan Kupas Tuntas. Foto: Ist
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sebuah insiden yang tak terduga terjadi saat gladi perayaan HUT TNI ke-80 di Monas, di mana Bendera Merah Putih raksasa robek diterpa angin kencang. Pihak TNI menganggapnya sebagai kejadian alamiah, namun insiden ini memicu keprihatinan publik yang mendalam karena menyentuh simbolisme negara yang sakral.
Di saat yang sama, institusi militer kita juga menghadapi "angin kencang" di ranah digital karena semakin banyak prajurit yang aktif, bahkan live, di media sosial. Dua fenomena ini secara tidak terduga menyoroti dilema terbesar TNI di era modern yaitu Bagaimana menyeimbangkan modernisasi dan keterbukaan digital tanpa mengorbankan profesionalisme dan keamanan?
Insiden bendera robek di Monas, terlepas dari penyebabnya yang diklaim murni faktor cuaca, mengingatkan kita betapa sensitifnya masyarakat Indonesia terhadap simbol negara. Bendera bukan sekadar kain, ia adalah representasi sejarah, pengorbanan, dan kedaulatan bangsa.
Kegagalan teknis sekecil apa pun pada simbol utama dapat memiliki dampak emosional yang jauh lebih besar daripada sekadar kesalahan logistik, karena hal itu dirasakan sebagai cacat pada kehormatan kolektif.
Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi TNI dan semua pihak penyelenggara acara kenegaraan. Hal ini menuntut standar profesionalisme tertinggi dalam setiap detail persiapan. Mulai dari kualitas material bendera yang digunakan hingga prosedur pengibaran, semuanya harus dipastikan ketat, terutama untuk event publik berskala besar.
Perencanaan yang matang adalah kunci untuk menghindari dampak negatif emosional dan citra yang bisa ditimbulkan oleh insiden teknis.
Sementara insiden fisik terjadi di Monas, "insiden" digital berpotensi terjadi setiap hari di lini masa media sosial. Keterbukaan TNI melalui platform digital adalah langkah modern yang positif.
Hal ini mendekatkan prajurit dengan rakyat, mengubah citra yang kaku menjadi lebih humanis, dan membantu sosialisasi tugas negara secara efektif. Media sosial, jika digunakan dengan benar, dapat menjadi alat komunikasi yang kuat dan profesional.
Namun, di balik live streaming yang viral, tersembunyi risiko yang mengancam pilar militer. Ancaman Profesionalisme muncul ketika kebebasan berekspresi di media sosial bertentangan dengan disiplin militer yang ketat.
Mencari popularitas, membuat konten yang melanggar etika seragam, atau terlalu memamerkan kehidupan pribadi dapat mengikis wibawa prajurit. Selain itu, penggunaan seragam dan atribut militer yang berlebihan atau tidak tepat dalam konten hiburan dapat memicu Degradasi Simbolisme dan kesakralan institusi TNI di mata publik.
Inilah tantangan terberat yaitu Resiko Keamanan. Siaran live yang tidak terencana, konten foto, atau video yang ceroboh berisiko membocorkan informasi sensitif, detail lokasi, atau bahkan pola operasional kepada pihak asing yang dapat memanfaatkannya. Hal ini menjadikan penggunaan media sosial yang tidak terkontrol sebagai ancaman nyata terhadap keamanan nasional, jauh melampaui sekadar masalah etika internal.
Menghadapi tantangan ganda ini, TNI tidak bisa memilih antara modern atau kaku. Institusi harus menemukan keseimbangan strategis melalui dua upaya utama. Pertama, harus ada Regulasi Media Sosial yang Tegas berupa pedoman yang sangat jelas dan disosialisasikan secara masif mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dibagikan.
Perlu penekanan bahwa netralitas TNI dan kerahasiaan informasi adalah garis merah yang tidak boleh dilanggar. Kedua, diperlukan Edukasi Etika Digital Berkelanjutan untuk melatih prajurit tentang sensitivitas simbol negara dan konsekuensi dari jejak digital.
Pada akhirnya, citra TNI di mata publik tidak hanya ditentukan oleh suksesnya defile alutsista, tetapi juga oleh bagaimana setiap prajurit membawa diri. Ini berlaku baik saat bendera Merah Putih berkibar megah, maupun saat tombol live di media sosial ditekan.
Disiplin di dunia maya harus dianggap sama pentingnya dengan di medan perang. Apakah TNI sudah siap menjadikan smartphone sebagai alat komunikasi yang aman dan profesional, bukan sebagai titik lemah keamanan? Itu adalah pertanyaan fundamental yang harus dijawab tuntas dalam perjalanan menuju modernisasi. (*)
Berita Lainnya
-
Hari Tani Nasional: Saatnya Petani Lampung Naik Kelas, Oleh: Zainal Hidayat
Rabu, 24 September 2025 -
Menelisik Misteri Buku Catatan Robby, Benarkah Ada Skandal Korupsi untuk Pilkada? Oleh: Arby Pratama
Selasa, 23 September 2025 -
Fenomena Pelari Kalcer, Antara Tren dan Gaya Hidup Sehat, Oleh: Dwi Kurniasari
Kamis, 18 September 2025 -
Antrean Solar di Lampung, Cermin Masalah Subsidi Belum Tuntas, Oleh: TB Alam Ganjar Jaya
Kamis, 18 September 2025