• Kamis, 02 Oktober 2025

15 Desa/Kelurahan di Lampura Diperiksa Akibat Tunggakan PBB, Diduga Dipakai Oknum Perangkat

Rabu, 01 Oktober 2025 - 10.53 WIB
155

Kepala Dispenda Lampura, Desyadi. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Lampung Utara - Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Lampung Utara bersama Kejaksaan Negeri (Kejari) melakukan pemeriksaan terhadap 15 desa dan kelurahan yang tercatat menunggak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selama dua tahun terakhir.

Langkah ini diambil sebagai upaya menegakkan disiplin pembayaran pajak sekaligus memastikan penggunaan dana pajak sesuai aturan.

Dari 15 desa/kelurahan yang dijadwalkan hadir, hanya 14 yang memenuhi panggilan. Satu desa, yakni Desa Kedaton, tidak menghadiri pemeriksaan tanpa alasan yang jelas.

Pemeriksaan ini menjadi sorotan karena menyangkut kewajiban daerah dalam menopang pembangunan melalui penerimaan pajak.

Adapun wilayah yang diperiksa meliputi Kelurahan Kelapa Tujuh, Kota Alam, Tanjung Aman, Kotabumi Udik, serta Desa Taman Jaya, Alam Jaya, Talang Bojong, Way Wakak, Lepang Besar, Cahya Negeri, Tanjung Harta, Pengaringan, Numi Nabung, dan Gunung Betuah. Semua desa dan kelurahan tersebut tercatat menunggak pembayaran PBB P2 yang semestinya sudah disetor ke kas daerah.

Kepala Dispenda Lampura, Desyadi, mengungkapkan bahwa dalam pemeriksaan ditemukan indikasi sebagian dana pajak justru dipakai oleh perangkat pemerintah desa/kelurahan.

Menurutnya, hal ini tidak boleh kembali terjadi karena jelas menghambat laju pembangunan.

"Kami sudah menekankan agar tunggakan segera dilunasi. Pajak adalah kewajiban yang harus dipenuhi, bukan untuk digunakan secara pribadi,” tegasnya, Rabu (1/10/2025).

Baca juga : Bapenda dan Kejari Lampung Utara Periksa 15 Desa/Kelurahan Nunggak PBB

Pemeriksaan ini mendapat tanggapan keras dari LSM Gerakan Pemantau Kinerja Aparatur Negara (Gempur) Lampura. Ketua Gempur, Ahmad Syarifudin, menilai bahwa perbuatan tersebut tidak bisa dianggap sepele karena telah melanggar sejumlah aturan, mulai dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 hingga peraturan daerah terkait PBB.

Menurut Syarifudin, sanksi tegas perlu diberikan agar ada efek jera. Ia menyebutkan beberapa bentuk sanksi yang dapat diterapkan, mulai dari teguran administratif, penghentian layanan publik, hingga langkah hukum bagi oknum perangkat desa yang terbukti menyalahgunakan dana pajak.

Bahkan, desa/kelurahan yang bandel bisa dikenakan sanksi sosial berupa pemasangan plang tunggakan di wilayahnya.

"Kalau pajak sampai dipakai untuk kepentingan pribadi, itu bukan sekadar kelalaian, tapi bisa masuk ranah pidana. Apalagi PBB juga menjadi salah satu syarat penting untuk pencairan dana desa maupun kelurahan. Jadi, transparansi mutlak diperlukan agar masyarakat tahu alasan sebenarnya di balik tunggakan ini,” ujarnya.

Dengan pemeriksaan yang dilakukan Dispenda dan Kejari ini, diharapkan pemerintah desa maupun kelurahan lebih disiplin dalam mengelola pajak.

Selain mencegah potensi kerugian negara, langkah ini juga sekaligus mengingatkan bahwa PBB adalah salah satu tulang punggung pembangunan daerah yang tidak boleh diabaikan. (*)