• Senin, 29 September 2025

JPPI Ungkap 8.649 Anak Keracunan MBG Hingga 27 September

Senin, 29 September 2025 - 10.35 WIB
13

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat sebanyak 8.649 anak menjadi korban keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga per 27 September 2025.

"Berdasarkan pemantauan JPPI, korban keracunan MBG sudah mencapai 8.649 anak. Berarti, terjadi lonjakan jumlah korban keracunan sebanyak 3.289 anak dalam dua pekan terakhir," ujar Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, dalam keterangan tertulis seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (29/9/2025).

Ubaid menerangkan, pada bulan September ini, jumlah korban keracunan per minggunya selalu mengalami peningkatan. Penambahan jumlah korban terbanyak terjadi pada satu pekan lalu (22-27 September 2025) dengan korban mencapai 2.197 anak.

"Alih-alih memberi pemenuhan gizi, makanan yang disediakan negara justru membuat ribuan anak keracunan massal. Tangis anak-anak pecah di ruang kelas, antrean panjang di rumah sakit, keresahan orang tua, dan trauma makan MBG adalah bukti nyata bahwa program ini gagap mencapai tujuan," kata Ubaid.

JPPI mengecam respons pemerintah yang hanya menutup Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terdapat kasus keracunan. Ia pun mempertanyakan SPPG lain yang juga terbelit berbagai masalah lain.

Menurut Ubaid, hal tersebut merupakan pendekatan tambal sulam, serta dinilai sangat berbahaya dan mengabaikan akar permasalahan.

"Keracunan hanyalah puncak gunung es. Masalah MBG lebih dalam dari itu," tutur Ubaid.

"Kami menemukan praktik menu di bawah standar, pengurangan harga per porsi, konflik kepentingan, hingga pembungkaman suara kritis di sekolah. Oleh karena itu, kami menuntut semua dapur dihentikan sementara untuk evaluasi dan pembenahan total," lanjutnya. 

Ubaid mengungkapkan, ada tiga masalah fundamental yang menyebabkan keruwetan dalam pelaksanaan MBG.

Pertama, pemahaman gizi dan pangan yang buruk. Misalnya, soal menu yang disajikan. Masalahnya, terang Ubaid, tidak hanya berhenti pada kualitas gizi, melainkan juga adanya penyeragaman menu tanpa mempertimbangkan sumber daya pangan lokal. Hal itu dianggap justru bertentangan dengan jargon swasembada pangan pemerintah.

Kedua, kepemimpinan yang keliru. Badan Gizi Nasional (BGN) yang seharusnya dikelola oleh pakar gizi, ahli pangan, dan tenaga kesehatan, justru didominasi oleh purnawirawan militer. 

Masalah terakhir mengenai eksklusi sekolah dan partisipasi masyarakat sipil. Ubaid mengatakan, sekolah seolah-olah hanya dijadikan objek dari program ini, padahal MBG telah banyak mencaplok anggaran pendidikan.

Sekolah tidak dilibatkan dalam perencanaan dan juga pengelolaan program ini. Bahkan, peraturan dan pelaksanaan program berjalan tanpa partisipasi dan transparansi publik.

"Ambisi yang hanya mengejar target kuantitas, terbukti telah mengabaikan standar akuntabilitas, keamanan, dan keselamatan anak. Program ini dijalankan terburu-buru untuk pencitraan politik, bukan perlindungan dan pemenuhan gizi anak. Anak-anak kita adalah pemimpin masa depan bangsa, ia bukan prajurit yang bisa dikorbankan," papar Ubaid.

Berdasarkan temuan tersebut, Ubaid mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan sementara seluruh operasional dapur MBG hingga ada evaluasi menyeluruh dan sistem akuntabilitas juga jaminan keamanan pangan terbukti kuat.

Kemudian mendesak agar melakukan reformasi di tubuh BGN dengan memastikan kepemimpinan diisi oleh tenaga profesional dan ahli di bidangnya, serta mengembalikan BGN pada khittah-nya sebagai lembaga teknis.

Lalu membangun mekanisme akuntabilitas dan partisipasi publik yang transparan dalam setiap tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program MBG. (*)