• Jumat, 26 September 2025

Pengamat Unila Nilai Program MBG Tersandung di Fase Implementasi

Kamis, 25 September 2025 - 16.02 WIB
21

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Lampung (Unila), Vincensius Soma Ferrer. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Lampung (Unila), Vincensius Soma Ferrer, menilai persoalan yang terjadi pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan hanya sebatas kasus makanan yang tidak layak konsumsi, tetapi mencerminkan tantangan serius dalam tata kelola kebijakan publik di Indonesia.

Menurutnya, MBG sejatinya lahir dari gagasan besar negara untuk memastikan setiap anak, khususnya pelajar, mendapatkan gizi yang layak secara merata tanpa memandang kondisi ekonomi keluarga.

Program ini tidak hanya bertujuan untuk memberi makan, tetapi sekaligus menjadi wujud keadilan sosial, investasi kesehatan, dan pembangunan sumber daya manusia jangka panjang.

Namun, Vincensius melihat pelaksanaan program di lapangan tersandung pada fase implementasi. Maraknya kasus keracunan, distribusi makanan yang tidak memenuhi standar, hingga keputusan penghentian sementara penyaluran bantuan menjadi potret nyata lemahnya tata kelola penyelenggaraan.

Menurutnya, permasalahan yang terjadi mencerminkan bahwa sebuah kebijakan publik yang sudah direncanakan dengan baik bisa kehilangan makna jika aspek pengawasan, transparansi, dan kesiapan teknis tidak diperkuat sejak awal.

Ia menyoroti setidaknya dua persoalan penting yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Pertama, persoalan standar dan kapasitas penyelenggaraan program, yang mencakup kesiapan kelembagaan, fasilitas dapur penyedia, dan lembaga pelaksana yang dinilai masih kurang terlatih.

Di sisi lain, tata kelola logistik juga belum berjalan optimal sehingga menimbulkan potensi keterlambatan dan penurunan kualitas makanan. Kedua, mekanisme pengawasan yang masih bersifat reaktif.

Selama ini, pengawasan baru dilakukan ketika masalah terjadi, padahal seharusnya bersifat preventif sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan agar potensi masalah dapat dicegah lebih awal.

"Jika mekanisme pengawasan baru bergerak ketika ada kasus, maka yang tergerus lebih dulu adalah kepercayaan publik. Padahal, membangun kembali kepercayaan itu jauh lebih sulit daripada mencegah masalah sejak awal,” kata Vincensius, Kamis (25/9/2025).

Ia mendorong pemerintah melakukan evaluasi serius terhadap standar penyelenggaraan dan mekanisme pengawasan MBG agar tujuan mulia program tidak melenceng dari harapan.

"Kalau tata kelola dan pengawasan tidak diperkuat, maka gagasan besar untuk menjamin gizi pelajar dan membangun sumber daya manusia unggul bisa kehilangan makna,” pungkasnya. (*)