34 Tahun Lampung Barat, Antara Asa, Capaian, dan PR Besar yang Belum Usai, Oleh: Echa Wahyudi

Echa Wahyudi Wartawan Kupas Tuntas di Lampung Barat. Foto: Echa/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Lampung Barat - Tiga puluh empat tahun lalu, Lampung Barat lahir melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1991 sebagai pemekaran dari Lampung Utara. Harapan kala itu sederhana, daerah baru ini bisa lebih mandiri, lebih dekat dengan rakyat, dan lebih cepat maju dari berbagai sektor.
Kini, memasuki usia yang ke-34 pada 24 September, wajar bila kita menengok ke belakang sekaligus menatap ke depan. Apa saja capaian yang sudah diraih? Dan persoalan apa yang masih membelit Lampung Barat hingga hari ini?
Secara geografis, Lampung Barat memiliki kekayaan alam dan posisi yang strategis. Luas wilayahnya mencapai 2.107,99 km² dengan bentangan perbukitan dan hutan yang masih asri. Dari 15 kecamatan yang ada, Balik Bukit menjadi pusat denyut pemerintahan dengan Liwa sebagai ibu kota.
Kepadatan penduduknya relatif rendah, hanya 148 jiwa per km², menandakan masih luasnya ruang untuk tumbuh dan berkembang. Namun, luas wilayah ini sekaligus menghadirkan tantangan, bagaimana memastikan pembangunan merata hingga ke pelosok yang terpencil seperti Lumbok Seminung hingga Suoh.
Dalam catatan ekonomi, Lampung Barat mencatat pertumbuhan yang cukup positif. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2024 mencapai Rp 5.742,84 triliun, tumbuh 4,36 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini menggambarkan geliat aktivitas ekonomi, mulai dari pertanian, perdagangan, hingga jasa.
Pendapatan daerah pun menunjukkan kenaikan signifikan, menembus Rp 1,107 triliun pada 2024. Namun, angka-angka ini belum sepenuhnya menjawab realitas di lapangan. Sebab, di sisi lain, masih ada lebih dari 33 ribu warga hidup dalam kemiskinan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Lampung Barat berada di angka 72,41. Angka ini memang tergolong cukup, namun masih di bawah rata-rata provinsi (73,13) dan jauh tertinggal dari Bandar Lampung yang sudah menembus 80,46.
Pendidikan menjadi salah satu indikator yang perlu mendapat perhatian serius. Angka Partisipasi Murni di tingkat SD mencapai 97 persen, tapi di tingkat SMA justru merosot tajam hingga hanya 54,97 persen. Artinya, hampir separuh anak usia sekolah menengah atas tidak melanjutkan pendidikannya. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa melahirkan generasi yang lemah daya saingnya.
Kesehatan pun tak kalah penting. Lampung Barat memiliki rumah sakit, puskesmas, serta ribuan ASN tenaga kesehatan yang tersebar di berbagai wilayah. Namun, akses layanan kesehatan masih belum merata. Warga di pelosok sering harus menempuh perjalanan jauh melewati jalan rusak untuk mendapat layanan medis.
Infrastruktur jalan memang menjadi persoalan klasik. Dari total 668 km jalan kabupaten, lebih dari 235 km tercatat rusak berat. Angka ini jelas menghambat mobilitas warga, distribusi hasil pertanian, bahkan akses anak-anak ke sekolah. Padahal, Lampung Barat adalah lumbung pangan sekaligus sentra sayuran di Lampung.
Wortel, misalnya, menjadi komoditas unggulan dengan produksi 71 ribu kuintal pada 2024. Namun, angka ini justru turun dibanding tahun sebelumnya. Potensi pertanian belum sepenuhnya dimaksimalkan. Petani masih berkutat pada pola tradisional, harga yang fluktuatif, dan rantai distribusi yang panjang. Alih-alih menikmati hasil yang adil, banyak petani justru terjebak dalam lingkaran kemiskinan.
Sektor perdagangan dan pariwisata memang mulai tumbuh. Ada 133 restoran dan 24 hotel yang beroperasi di Lampung Barat, ditambah 41 pasar tradisional yang menghidupi ribuan pedagang kecil. Namun, kontribusi sektor ini terhadap pendapatan daerah masih sangat minim.
Pariwisata, yang seharusnya menjadi andalan, justru terhambat oleh minimnya promosi dan buruknya infrastruktur menuju lokasi wisata. Di tengah geliat pembangunan, Lampung Barat juga dihadapkan pada persoalan serius, yakni lingkungan hidup.
Konflik satwa liar dengan manusia seolah tak ada habisnya. Serangan harimau, gajah yang merusak perkebunan, hingga penggarapan liar kawasan hutan menjadi potret keseharian, setidaknya sudah ada tujuh korban meninggal akibat serangan harimau, puluhan rumah warga hingga lahan pertanian rusak diserang gajah liar.
Ironisnya, hutan yang menjadi benteng terakhir ekosistem Sumatera justru semakin terancam oleh perambahan dan konversi menjadi kebun kopi atau pemukiman. Jika tren ini terus berlanjut, bukan hanya satwa yang punah, tetapi juga kehidupan manusia yang terganggu.
Energi menjadi sisi lain yang menunjukkan kemajuan. Jumlah pelanggan listrik meningkat tajam, mencapai 79 ribu pada 2023. Namun, masih ada desa yang belum menikmati aliran listrik dengan stabil. Listrik bukan sekadar penerangan, melainkan motor penggerak ekonomi, pendidikan, hingga akses digital. Pemerataan akses energi menjadi salah satu indikator nyata kemajuan.
Di bidang koperasi dan UMKM, jumlahnya memang cukup banyak, mencapai 56 koperasi aktif pada 2024. Namun, sebagian masih jalan di tempat akibat lemahnya manajemen, minim modal, dan sulitnya akses pasar. Padahal, jika dikelola dengan serius, koperasi bisa menjadi pilar ekonomi rakyat yang tangguh.
Lampung Barat sebenarnya punya modal kuat, sumber daya alam melimpah, SDM muda yang potensial, dan posisi strategis. Namun, potensi ini kerap terhambat oleh berbagai persoalan mendasar. Infrastruktur yang rusak, birokrasi yang lambat, hingga kualitas proyek pembangunan yang sering dipertanyakan menjadi tantangan nyata. Tak jarang, proyek bernilai miliaran rupiah cepat rusak hanya beberapa tahun setelah diresmikan. Ini menunjukkan lemahnya pengawasan sekaligus masalah integritas.
Refleksi 34 tahun ini juga harus diarahkan pada tata kelola pemerintahan. Dengan lebih dari 4.400 ASN, seharusnya pelayanan publik berjalan cepat, transparan, dan ramah. Namun, keluhan tentang birokrasi yang berbelit masih sering terdengar. Masyarakat butuh pelayanan yang sederhana, bukan yang rumit. Reformasi birokrasi harus jadi prioritas nyata, bukan sekadar slogan di spanduk peringatan HUT daerah.
Politik daerah pasca Pemilu 2024 pun memegang peranan penting. Dengan 35 anggota DPRD yang duduk di kursi parlemen, Lampung Barat butuh wakil rakyat yang benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan hanya sibuk memperjuangkan kepentingan politik sesaat. DPRD seharusnya menjadi mitra kritis pemerintah, bukan sekadar stempel kebijakan.
Tak kalah penting adalah kesiapsiagaan menghadapi bencana. Sebagai daerah rawan gempa, banjir, dan longsor, Lampung Barat harus membangun ketahanan bencana yang lebih kokoh. Infrastruktur tahan gempa, sistem peringatan dini, hingga kesiapan BPBD harus ditingkatkan. Apresiasi patut diberikan pada pihak yang sudah sigap, tapi kesiapan harus lebih sistematis, bukan sekadar reaktif ketika bencana datang.
Mungkin inilah refleksi yang paling jujur, Lampung Barat sudah banyak melangkah, tetapi masih jauh dari kata selesai. Masih banyak pekerjaan rumah yang menanti. Persoalan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, konflik satwa, hingga infrastruktur rusak berat adalah potret nyata yang tidak bisa ditutup dengan perayaan seremonial.
Harapan masyarakat sederhana, pembangunan yang nyata terasa, bukan hanya di atas kertas. Jalan yang mulus, sekolah yang bisa dijangkau semua anak, layanan kesehatan yang cepat, ekonomi yang berdaya, serta lingkungan yang tetap lestari. Harimau, gajah, dan hutan bukan musuh, melainkan aset ekologi yang harus dijaga bersama.
Rakyat tentu ingin lebih dari sekadar angka-angka, Lampung Barat harus berani keluar dari zona nyaman. Refleksi 34 tahun ini hendaknya menjadi titik balik. Karena pembangunan sejati bukan hanya soal infrastruktur atau angka statistik, tetapi tentang wajah masyarakat yang tersenyum karena benar-benar merasakan hasilnya.
Usia 34 tahun adalah momentum. Lampung Barat bisa memilih, tetap berjalan dengan pola lama yang lamban dan penuh masalah, atau berani melakukan lompatan besar menuju daerah yang mandiri, sejahtera, dan berkelanjutan. Tentu, rakyat menunggu pilihan yang kedua.
Seperti kata pepatah, “Usia boleh bertambah, tetapi kematangan bukan soal angka, melainkan soal keberanian untuk berubah.” Semoga di usia ke-34 ini, Lampung Barat benar-benar berani melangkah lebih jauh, inilah esensi pembangunan, meninggalkan warisan kesejahteraan yang dirasakan seluruh rakyat, bukan hanya segelintir kalangan. (*)
Berita Lainnya
-
Parosil Gagas Dokter Keliling Kampung, Akses Kesehatan Desa Terpencil Lampung Barat Diperkuat
Selasa, 23 September 2025 -
Infrastruktur Masih Jadi PR Pemkab Lampung Barat
Selasa, 23 September 2025 -
HUT ke-34 Lampung Barat, Parosil Tegaskan Percepat Pembangunan Infrastruktur dan SDM
Selasa, 23 September 2025 -
Jalan Liwa–Hanakau Lampung Barat Amblas, Pemkab Bangun Jembatan Darurat
Senin, 22 September 2025