• Minggu, 21 September 2025

233 Ribu Guru Belum Sarjana, Mayoritas Jenjang PAUD dan SD

Minggu, 21 September 2025 - 11.43 WIB
8

Ilustrasi

Kupastuntas.co, Bandar Lampung -Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengungkapkan ada sekitar 233 ribu guru yang belum berkualifikasi S-1/D-4, mayoritas berasal dari jenjang PAUD Formal dan SD.  

Atas hal tersebut Kemendikdasmen terus memperkuat komitmen menghadirkan pendidikan bermutu dan merata bagi seluruh anak Indonesia. 

Komitmen ini diwujudkan melalui dua kebijakan strategis yang saling melengkapi, yakni program pemenuhan kualifikasi akademik S-1/D-4 bagi guru TK dan SD, serta penguatan kebijakan wajib belajar 13 tahun yang mengintegrasikan satu tahun prasekolah. 

Sekretaris Jenderal Kemendikdasmen, Suharti mengatakan, pendidikan usia dini adalah fondasi utama pembangunan sumber daya manusia. 

“Karena itu, pemenuhan kualifikasi guru PAUD dan SD serta wajib belajar prasekolah menjadi prioritas agar layanan pendidikan semakin merata dan bermutu,” ujar Suharti, melalui keterangan tertulisnya, Minggu (21/9/2025). 

Suharti mengungkapkan, data terkini mencatat masih ada sekitar 233 ribu guru yang belum berkualifikasi S-1/D-4, mayoritas berasal dari jenjang PAUD Formal dan SD. 

“Bahkan, dari 637.445 guru PAUD formal dan nonformal di seluruh Indonesia, hampir setengahnya belum bergelar sarjana. Padahal, kualitas guru terbukti menjadi kunci keberhasilan pendidikan anak sejak dini,” kata dia. 

Untuk itu, lanjut Suharti, Kemendikdasmen meluncurkan program afirmasi kualifikasi akademik dengan menyasar guru yang belum memiliki ijazah Sarjana atau Diploma IV, berusia maksimal 55 tahun, dan terdaftar di Dapodik. 

Seleksi tidak hanya berbasis dokumen formal, tetapi juga mempertimbangkan portofolio pengalaman mengajar, partisipasi seminar, hingga keterlibatan dalam kegiatan pembelajaran. 

Direktur Guru PAUD dan PNF, Suparto, menjelaskan otak anak berkembang hingga 80 persen sebelum usia enam tahun, sehingga guru PAUD memegang peran vital dalam membentuk karakter, kecerdasan, dan keterampilan sosial anak. 

Ia juga menyoroti skema Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) yang memungkinkan guru berpengalaman menuntaskan studi lebih cepat, dua semester bagi guru berusia 47–55 tahun, dan rata-rata 2–4 semester bagi guru yang berusia dibawah 47 tahun. 

Sebagai bentuk dukungan nyata, pemerintah memberikan bantuan maksimal Rp3 juta per semester per guru. Tahun 2025, program ini menargetkan 12.500 peserta terdiri atas 6.745 guru TK dan 5.755 guru SD yang akan menempuh studi di 91 LPTK di seluruh Indonesia. 

“Namun, sejumlah tantangan muncul, mulai dari rendahnya motivasi guru senior, kendala kesehatan, hingga jarak ke lokasi kuliah,” ungkapnya.

Untuk itu, menurutnya pembelajaran moda daring dan hybrid dimaksimalkan agar guru dari pelosok tetap memiliki akses setara. Selain itu, pelaksanaan program dengan sistem monitoring dan evaluasi, kontrak belajar, hingga fleksibilitas tugas akhir dirancang agar program dapat diselesaikan tanpa mengganggu tugas mengajar.

Kebijakan afirmasi ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden pada Hardiknas 2025, sekaligus bagian dari paket “Kado HUT ke-80 RI untuk Guru” yang juga mencakup insentif bagi guru non-ASN dan bantuan subsidi upah bagi guru PAUD nonformal. 

Selain peningkatan kualifikasi guru, Kemendikdasmen juga menyiapkan Grand design wajib belajar 13 tahun yang mencakup 9 tahun pendidikan dasar, 3 tahun menengah, dan 1 tahun prasekolah. 

Direktur  Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Ditjen PAUD Dikdasmen), Nia Nurhasanah, menegaskan bahwa masa usia 5–6 tahun adalah periode emas perkembangan anak sehingga prasekolah menjadi prioritas. 

Upaya ini dilakukan melalui perluasan layanan PAUD formal dan nonformal, pembangunan unit sekolah baru, penegerian PAUD, revitalisasi satuan PAUD, serta pengembangan model PAUD-SD satu atap di daerah 3T yang minim akses. Program transisi PAUD ke SD yang menyenangkan juga diperkuat agar capaian pembelajaran PAUD selaras dengan SD kelas 1–2. 

“Sejak 2023, kurikulum dan buku sudah disesuaikan untuk memastikan tidak ada jarak antara pembelajaran PAUD dan SD. Kami ingin transisi berlangsung mulus dan menyenangkan bagi anak,” jelas Nia. (*)