• Senin, 15 September 2025

‎Polemik THL, KNPI Singgung Janji Kampanye Walikota Metro Soal Kesejahteraan Honorer

Senin, 15 September 2025 - 12.05 WIB
286

‎Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Metro, Saka Zulinta. Foto: Ist.

‎Kupastuntas.co, Metro - Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Metro angkat bicara terkait tidak masuknya 540 Tenaga Harian Lepas (THL) di Bumi Sai Wawai dalam database Badan Kepegawaian Nasional (BKN).

‎Organisasi kepemudaan itu menilai, Walikota Metro, H. Bambang Iman Santoso harus memperjuangkan ratusan honorer tersebut dengan menghadirkan kebijakan konkret yang selaras dengan janji politiknya saat Pilkada serentak 2024 lalu.

‎Ketua KNPI Kota Metro, Saka Zulinta menegaskan, langkah pemerintah daerah dalam menyikapi status tenaga honorer non-database terasa janggal.

Pasalnya, selama bertahun-tahun Pemkot Metro mampu mengakomodir kebutuhan tenaga honorer, bahkan menjadikannya penopang utama pelayanan publik.

‎Namun kini, secara mendadak ratusan orang harus terancam kehilangan pekerjaan tanpa kejelasan dengan alasan keputusan pemerintah pusat.

‎“Padahal selama bertahun-tahun ini pemerintah kota Metro mampu mengakomodir semua tenaga honorer yang ada. Lalu kenapa saat ini pemerintah tidak bisa memperjuangkan mereka. Bahkan untuk mengupayakan tenaga honorer yang tidak memenuhi syarat agar bisa masuk dalam skema lain pun belum dilakukan. Ini jelas pelepasan tanggung jawab,” kata Saka Zulinta, Senin (15/9/2025).

‎KNPI menilai, langkah Walikota Metro mencederai komitmen politik yang pernah dijanjikan saat Pilkada lalu. Salah satu poin utama kampanye adalah peningkatan kesejahteraan ASN dan honorer. Namun realitas di lapangan justru berbanding terbalik.

‎“Jika mereka terancam diberhentikan, maka kami menilai Walikota tidak konsisten terhadap janjinya. Bahkan terkesan menabrak komitmen jaminan ketenagakerjaan dan perlindungan sosial. Apa arti kesejahteraan yang dulu dijanjikan, jika faktanya hari ini ratusan orang justru diperlakukan sebaliknya. Mereka bukan disejahterakan, tapi disiksa dengan ketidakpastian,” terang Saka Zulinta.

Baca juga : Tuntut Kepastian Nasib, Ratusan Honorer Non Database Metro Akan Turun ke Jalan Lusa

KNPI juga menyoroti minimnya transparansi Pemkot Metro. Hingga kini belum ada data resmi dan terbuka mengenai jumlah pasti tenaga honorer di Kota Metro serta kategori apa saja yang menyebabkan sebagian masuk dan sebagian tidak masuk dalam database.

‎“Pemerintah seakan sengaja menggantung persoalan ini. Tidak ada data yang jelas, tidak ada rencana tindak lanjut yang pasti. Lalu bagaimana publik bisa percaya pada proses yang katanya mengikuti regulasi. Ini ibarat mempermainkan nasib orang,” tambahnya.

‎Dalam pernyataannya, KNPI juga menyarankan Pemkot Metro untuk mencontoh daerah lain yang berhasil memberikan solusi bagi tenaga honorer tanpa harus melanggar aturan pemerintah pusat.

Disebutkan beberapa contoh seperti Pesisir Barat, Aceh, Surabaya, hingga Sukabumi, yang mampu mencari jalan keluar kreatif agar tenaga honorer tetap mendapatkan perlindungan kerja.

‎“Kenapa kita tidak bisa mencontoh kabupaten dan kota lain. Jangan sampai alasan regulasi dijadikan tameng untuk melepas tanggung jawab. Pemerintah daerah seharusnya punya inisiatif dan keberanian politik untuk memperjuangkan rakyatnya,” jelas Saka.

KNPI Metro menegaskan bahwa tenaga honorer telah memberikan kontribusi besar terhadap pelayanan publik di Kota Metro selama bertahun-tahun. Karena itu, mereka layak mendapatkan kepastian, bukan sekadar janji yang digantung.

‎“Apapun keputusan Walikota, semoga lebih mengutamakan solusi. Kalau memang harus dirumahkan, jangan biarkan nasib mereka menggantung. Tapi jika masih dibutuhkan, segera cari jalan terbaik, misalnya dengan mengajukan formasi kebutuhan pegawai baru yang sesuai kompetensi. Jangan hanya diam, jangan hanya berkilah,” paparnya.

KNPI berharap, Kepala Daerah tidak bersembunyi di balik aturan tanpa menghadirkan solusi yang manusiawi.

Bagi mereka, keadilan sosial dan kesejahteraan tenaga honorer bukan sekadar jargon, melainkan kewajiban moral yang harus ditunaikan oleh pemerintah yang pernah meminta mandat rakyat. (*)