• Kamis, 11 September 2025

Soal Tunjangan Dewan, Ketua DPRD Kota Metro Ria Hartini Bungkam

Kamis, 11 September 2025 - 13.07 WIB
265

Ketua DPRD Kota Metro, Ria Hartini. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Metro - Isu tunjangan dewan kembali menyeruak setelah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta kepala daerah di seluruh Indonesia untuk meninjau ulang dan mengevaluasi besaran tunjangan perumahan DPRD baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.

Instruksi ini sontak menjadi perhatian publik, terlebih di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih lesu. Namun, di Kota Metro, para wakil rakyat justru memilih bungkam.

Ketua DPRD Kota Metro, Ria Hartini enggan memberikan keterangan terkait imbauan Mendagri tersebut meski sejumlah pertanyaan tajam telah diajukan oleh awak media.

Publik menunggu jawaban dari DPRD Metro atas sederet pertanyaan yang mengemuka:

1. Apa tanggapan Ketua DPRD Metro terkait imbauan Mendagri untuk mengevaluasi tunjangan perumahan DPRD?

2. Apakah DPRD Metro sudah ada rencana melakukan evaluasi tersebut?

3. Selama ini, tunjangan dan fasilitas apa saja yang diterima anggota DPRD Kota Metro?

4. Apakah mereka merasa tunjangan yang diterima sudah sesuai aturan dan kebutuhan?

5. Bagaimana menanggapi anggapan publik bahwa tunjangan DPRD terlalu besar dibanding kondisi masyarakat?

6. Jika nantinya dilakukan pemangkasan, apakah itu akan memengaruhi kinerja DPRD?

Sayangnya, alih-alih menjawab, Ketua DPRD justru memilih menutup diri. Upaya konfirmasi dilakukan media sejak Rabu (10/9/2025). Saat itu, Ria Hartini dihubungi melalui WhatsApp sekitar pukul 10.09 WIB. Namun, ia hanya merespons singkat dengan kalimat "Aku lagi ada giat ya.” tulisnya dalam pesan WhatsApp.

Saat dikonfirmasi ulang pada Kamis (11/9/2025) pukul 09.52 WIB, Ketua DPRD Metro sama sekali tidak memberikan jawaban hingga berita ini diturunkan. Keengganan memberikan keterangan ini menambah spekulasi publik bahwa DPRD memang sulit terbuka soal fasilitas dan tunjangan yang mereka nikmati.

Sikap bungkam DPRD Metro menimbulkan tanda tanya besar. Apakah benar tunjangan mereka sudah sesuai aturan dan kebutuhan. Jika memang demikian, mengapa sulit sekali untuk sekadar menjelaskan kepada publik.

Publik tentu punya hak tahu. Sebab, tunjangan DPRD bukan berasal dari kantong pribadi para legislator, melainkan dari uang rakyat melalui APBD. Transparansi seharusnya menjadi kewajiban, bukan pilihan.

Apalagi, di tengah kondisi masyarakat yang masih berjuang dengan persoalan ekonomi, isu tunjangan pejabat publik menjadi sensitif. Bungkamnya DPRD Metro hanya akan mempertebal anggapan bahwa para wakil rakyat lebih sibuk menjaga kenyamanan pribadi ketimbang membuka diri kepada publik yang mereka wakili.

Instruksi Mendagri Tito Karnavian jelas, kepala daerah diminta untuk mengevaluasi tunjangan perumahan DPRD. Artinya, DPRD Metro seharusnya siap duduk bersama pemerintah kota untuk meninjau ulang kebijakan ini.

Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda langkah evaluasi itu akan dilakukan. Ketua DPRD Metro memilih diam, sementara publik menunggu kepastian. Diamnya DPRD bisa ditafsirkan sebagai bentuk pengabaian terhadap arahan pemerintah pusat sekaligus mengabaikan sensitivitas masyarakat.

Jika DPRD Metro benar-benar bekerja untuk rakyat, maka transparansi adalah jalan satu-satunya untuk membangun kepercayaan. Membuka secara jujur berapa tunjangan yang diterima, apakah sesuai regulasi, dan bagaimana mekanisme evaluasinya, akan jauh lebih baik ketimbang berlindung dalam diam.

Sebab, sikap bungkam hanya akan memunculkan opini liar dan kecurigaan publik. Ironisnya, lembaga yang seharusnya mengawasi transparansi pemerintah justru terlihat paling tertutup ketika menyangkut kepentingan mereka sendiri.

Publik Metro kini menunggu langkah nyata. Apakah DPRD berani membuka data tunjangan mereka dan menanggapi imbauan Mendagri dengan kepala tegak, atau akan terus bersembunyi di balik alasan klasik lagi ada giat. (*)