• Minggu, 14 September 2025

Program MBG di Lampung Belum Optimal, Pengawasan Lemah Jadi Sorotan

Selasa, 09 September 2025 - 13.18 WIB
32

Pengamat Pendidikan Universitas Lampung, Muhammad Thoha B.S. Jaya. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Provinsi Lampung masih menjadi sorotan, terutama terkait kualitas gizi, keamanan makanan, dan efektivitas program bagi siswa.

Pengamat Pendidikan Universitas Lampung, Muhammad Thoha B.S. Jaya, menilai bahwa program MBG hingga saat ini belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak di sekolah, meski telah berjalan di sejumlah kabupaten dan kota di Lampung.

Menurut Thoha, salah satu masalah utama terletak pada standarisasi makanan. Ia menjelaskan bahwa besaran dana yang dialokasikan per siswa masih belum mencukupi untuk menghasilkan makanan dengan kualitas yang layak.

“Kualitas makanan yang disajikan belum optimal, sementara rasa sangat tergantung selera siswa. Ada yang cocok, ada pula yang kurang disukai. Hal ini wajar, namun menunjukkan bahwa perlu upaya lebih serius dalam menyesuaikan menu dengan kebutuhan gizi anak,” kata Thoha saat dimintai tanggapan, Selasa (9/9/25)

Selain itu, keamanan makanan juga menjadi perhatian serius. Thoha menekankan perlunya pengawasan intensif dari pihak sekolah dan pengawas dapur, agar kebersihan dan proses penyajian tetap terjaga. Menurutnya, kasus keracunan yang pernah terjadi sebelumnya harus menjadi pelajaran agar tidak terulang.

“Pihak ketiga yang menangani katering MBG perlu diawasi lebih ketat. Jika masih terjadi kesalahan yang sama, sebaiknya mereka diganti dengan mitra yang lebih profesional,” ujarnya.

Dampak program MBG terhadap siswa, kata Thoha, cenderung positif, selama kualitas makanan memenuhi standar gizi. Ia menjelaskan bahwa program ini dapat meningkatkan kesehatan anak, fokus belajar, dan kehadiran di sekolah. Namun, hal itu sangat bergantung pada kualitas menu yang disajikan.

“Kalau makanan tidak memenuhi kebutuhan gizi atau tidak higienis, tentu dampak positifnya akan berkurang, bahkan bisa menimbulkan masalah kesehatan,” jelasnya.

Thoha juga menyoroti peran penting kepala sekolah dan guru. Menurutnya, sekolah tidak hanya bertugas menerima makanan, tetapi harus aktif memantau pelaksanaan MBG dan memberikan masukan atau saran perbaikan. Ia menekankan bahwa keberanian sekolah dalam mengajukan rekomendasi akan sangat menentukan keberhasilan program ini.

“Sekolah harus menjadi pengawas pertama, memastikan anak-anak mendapatkan makanan yang layak dan aman. Ini bukan sekadar formalitas proyek,” tambahnya.

Dalam konteks pelaksanaan, Thoha mengungkapkan bahwa banyak pihak ketiga atau katering yang belum terlatih secara memadai. Mereka hanya menerima arahan umum mengenai menu dan jenis makanan yang perlu disiapkan, tanpa pelatihan intensif dari pemerintah.

Menurutnya, hal inilah yang menyebabkan kualitas makanan tidak terstandar. Ia menekankan bahwa program MBG menyangkut tumbuh kembang anak, sehingga kualitas dan keamanan makanan harus menjadi prioritas.

Terkait alokasi anggaran, Thoha menilai perlu transparansi dan ketepatan sasaran. Ia menyarankan agar program MBG difokuskan pada siswa dari keluarga kurang mampu, karena mereka lebih membutuhkan bantuan ini.

Memberikan MBG kepada anak-anak dari keluarga mampu dinilai kurang tepat, karena makanan di rumah mereka biasanya sudah lebih berkualitas dan diminati anak-anak.

Thoha juga menyarankan agar pelaksanaan MBG melibatkan masyarakat lokal yang dekat dengan sekolah, termasuk memanfaatkan kantin sekolah sebagai mitra pelaksana. Menurutnya, keterlibatan pihak lokal dapat membantu menjaga kualitas, keamanan, dan keberlanjutan program.

Dengan pemantauan yang lebih ketat dan pelibatan masyarakat, MBG diharapkan tidak hanya menjadi proyek pemerintah semata, tetapi benar-benar memberikan manfaat nyata bagi tumbuh kembang dan pendidikan siswa di Lampung.

“Program ini menyangkut masa depan anak-anak kita. Jika kualitas dan keamanan makanan tidak dijaga, program MBG justru bisa menimbulkan risiko. Semua pihak harus serius, dari pemerintah, sekolah, hingga mitra pelaksana, agar tujuan utama program ini tercapai,” pungkasnya. (*)