LCW Desak Kejati Lampung Segera Tetapkan Tersangka Dugaan Korupsi PI 10 Persen

Ketua LCW, Juendi Leksa Utama. Foto: Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Lampung Corruption Watch
(LCW) mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung untuk segera menetapkan
tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana Participating Interest
(PI) 10 persen di Wilayah Kerja Offshore South East Sumatera (WK OSES), yang diduga
melibatkan mantan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, apabila penyidik sudah
memiliki bukti yang cukup.
Ketua LCW, Juendi Leksa Utama, menegaskan bahwa publik menaruh perhatian besar pada perkara yang melibatkan dana ratusan miliar rupiah tersebut. Menurutnya, penetapan tersangka sangat penting untuk memberikan kepastian hukum, baik bagi masyarakat maupun bagi pihak-pihak yang sudah diperiksa.
“Kalau Kejati Lampung sudah memiliki bukti yang cukup, kami
mendesak agar segera ada penetapan tersangka. Kepastian hukum ini bukan hanya
untuk publik yang ingin tahu, tapi juga untuk para pihak terperiksa agar jelas
posisi hukumnya,” tegas Juendi, Minggu (7/9/2025).
Juendi menilai, lambatnya proses penanganan perkara berpotensi menimbulkan spekulasi liar di tengah masyarakat. Karena itu, Kejati harus menunjukkan keberanian dalam mengungkap aktor-aktor utama yang bertanggung jawab atas dugaan penyimpangan dana PI tersebut.
“Jangan sampai masyarakat menilai ada tarik ulur dalam penanganan kasus ini. Kalau memang sudah cukup bukti, segera tetapkan tersangka. Itu akan membuktikan Kejati benar-benar serius dalam memberantas korupsi,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan, penanganan kasus PI 10 persen tidak boleh berhenti hanya pada penerapan pasal tindak pidana korupsi, melainkan juga harus dikembangkan dengan menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Penyidik jangan hanya berhenti di delik korupsi saja. Jika ditemukan indikasi aliran dana yang digunakan untuk menyamarkan hasil kejahatan, maka pasal TPPU juga wajib diterapkan. Dengan begitu, aset hasil dugaan korupsi bisa lebih maksimal disita untuk negara,” katanya.
Menurut LCW, praktik pencucian uang kerap dilakukan untuk menyamarkan asal-usul dana hasil tindak pidana korupsi. Karena itu, penegakan hukum yang menyeluruh sangat penting agar kerugian negara bisa dipulihkan secara optimal.
“Bukan hanya menjerat pelaku, tapi juga mengembalikan kerugian negara. Kalau TPPU diterapkan, penyitaan aset bisa lebih luas, termasuk yang dialihkan ke pihak ketiga atau dibelikan barang-barang mewah,” jelas Juendi.
Juendi menilai, langkah penyitaan aset milik Arinal patut diapresiasi, namun publik tetap menunggu keberanian Kejati dalam menetapkan tersangka. “Penyitaan aset itu langkah maju, tapi tanpa penetapan tersangka, kasus ini akan mandek. Penegakan hukum harus tuntas,” tegasnya.
Ia menambahkan, pengusutan kasus PI juga menyangkut integritas aparat penegak hukum. Pasalnya, publik akan menilai sejauh mana keberanian Kejati Lampung menghadapi kasus yang melibatkan mantan kepala daerah.
“Kasus PI 10 persen ini menyangkut uang rakyat, nilainya ratusan miliar rupiah. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan hanya karena aparat penegak hukum ragu-ragu menetapkan tersangka,” tegasnya lagi.
Menurut Juendi, tuntasnya pengusutan kasus ini akan menjadi momentum penting bagi Kejati Lampung dalam membuktikan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi. Ia menegaskan, publik menginginkan proses hukum yang transparan, akuntabel, dan bebas dari intervensi politik.
“Ini momentum penting bagi Kejati Lampung untuk menunjukkan komitmen dalam pemberantasan korupsi. Jangan biarkan publik menilai ada intervensi atau kompromi politik dalam kasus ini,” pungkas Juendi.
Sebelumnya, mantan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, menjalani pemeriksaan marathon selama 14 jam di Kejati Lampung pada Kamis (4/9/2025). Pemeriksaan tersebut terkait dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana PI melalui PT Lampung Jasa Utama (LJU), anak perusahaan PT Lampung Energi Berjaya (LEB).
Arinal tiba di kantor Kejati Lampung sekitar pukul 11.00 WIB dan baru keluar pada Jumat (5/9/2025) dini hari sekitar pukul 01.10 WIB. Kepada awak media, ia mengaku diminta menjelaskan mengenai penempatan dana PI senilai Rp190 miliar di Bank Lampung menjelang berakhirnya masa jabatannya.
Menurut Arinal, penempatan dana itu bertujuan agar dapat dimanfaatkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai modal usaha tanpa harus menunggu penganggaran di APBD berikutnya atau mengambil kredit berbunga tinggi. Namun, alasan tersebut kini tengah ditelisik penyidik Kejati Lampung.
Diketahui, dana PI yang masuk ke kas daerah Lampung tercatat mencapai US$17,2 juta atau setara Rp271 miliar. Jumlah fantastis tersebut seharusnya memberikan manfaat besar bagi daerah, namun justru diduga terjadi penyimpangan dalam pengelolaannya.
Kasus ini menjadi salah satu perkara besar yang tengah ditangani Kejati Lampung. Penyidik sebelumnya telah menggeledah kantor PT LEB dan sejumlah lokasi lain yang diduga terkait, serta mengamankan dokumen penting, barang bukti elektronik, hingga uang tunai dalam jumlah besar.
Tak hanya itu, Kejati Lampung juga telah melakukan penyitaan terhadap aset milik Arinal Djunaidi senilai Rp38,5 miliar yang diduga berasal dari hasil korupsi dana PI. Langkah ini disebut sebagai sinyal keseriusan Kejati dalam membongkar kasus tersebut. (*)
Berita Lainnya
-
352 Bidang Tanah Bakal Terdampak Pelebaran Jalan Ruas Lempasing - Padang Cermin
Minggu, 07 September 2025 -
Gubernur Lampung Ajak Komunitas Motor Promosikan Wisata Daerah
Minggu, 07 September 2025 -
Pengamat Hukum: Penyitaan Aset Arinal Djunaidi Bisa Jadi Jalan Menuju Penetapan Tersangka
Minggu, 07 September 2025 -
Kasus Korupsi Dana PI di PT LEB, MAKI: Potensi Mantan Gubernur Arinal Djunadi Jadi Tersangka Besar
Minggu, 07 September 2025