Jaksa Didesak Usut Jejak Oknum DPRD dalam Skandal Korupsi Infrastruktur di Metro Lampung

Massa saat menggelar aksi di depan Gedung DPRD Kota Metro beberapa waktu lalu. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Metro - Gelombang desakan publik terhadap Kejaksaan Negeri (Kejari) Metro, Provinsi Lampung semakin deras pasca penetapan empat tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Dr. Sutomo, dengan nilai proyek Rp5,1 miliar dan potensi kerugian negara sekitar Rp1 miliar.
Kini, sorotan tak hanya tertuju pada pejabat teknis dan kontraktor, melainkan juga pada dugaan keterlibatan oknum anggota DPRD Metro periode sebelumnya yang kembali duduk di kursi legislatif.
Pembangunan Jalan Dr. Sutomo sejak awal telah menjadi perbincangan hangat warga Kota Metro.
Proyek yang semestinya menjadi simbol kemajuan infrastruktur justru berubah menjadi ladang bancakan anggaran.
Alih-alih menghadirkan jalan berkualitas, praktik mark up, manipulasi material, hingga pengaturan kontraktor diduga menjadi pola yang menggerogoti proyek tersebut.
Kepala Kejari Metro, Dr. Neneng Rahmadini menegaskan pihaknya telah menetapkan empat tersangka.
Mereka adalah, Robby Kurniawan Saputra alias RKS, Kepala DPKP Metro yang sebelumnya menjabat Kepala DPUTR.
Kemudian Dadang Harris alias DH, Kabid CK DPUTR Metro yang sebelumnya menjabat Kabid Bina Marga DPUTR. Lalu TW dan UJ, yang berperan sebagai rekanan pelaksana proyek.
“Di bidang tindak pidana khusus (Pidsus), kami berhasil menetapkan 4 tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalan Dr. Sutomo dengan pagu Rp5,1 miliar. Kerugian negara dalam perkara ini ditaksir mencapai sekitar Rp1 miliar,” tegas Neneng dalam konferensi pers, Rabu (3/9/2025) lalu.
Meski empat nama sudah ditetapkan, publik menilai mereka hanyalah pintu masuk.
Desakan mulai mengarah pada kemungkinan adanya peran politik di balik kasus ini, khususnya oknum anggota DPRD yang ikut membidani penganggaran.
Sumber internal menyebut, mekanisme persetujuan anggaran proyek miliaran rupiah tak mungkin lolos begitu saja tanpa restu Badan Anggaran (Banggar) DPRD.
Dugaan kuat mengarah pada adanya praktik jatah proyek yang mengalir melalui oknum legislatif.
Skemanya, proyek diarahkan kepada kontraktor tertentu yang disebut sebagai titipan anggota dewan.
Selanjutnya, dari setiap pencairan dana, diduga mengalir fee sekitar 10 hingga 15 persen kepada pihak legislatif maupun eksekutif.
“Sulit dipercaya proyek bernilai puluhan miliar bisa berjalan tanpa restu legislatif. Kalau pejabat teknis jadi korban, jelas ada aktor politik yang bersembunyi di baliknya,” ungkap Pindo Riski Saputra, akademisi FISIP Universitas Dharma Wacana Metro kepada awak media, Jumat (5/9/2025).
Gelombang tekanan datang dari berbagai pihak. Aktivis antikorupsi menilai penyelidikan Kejari Metro tidak boleh berhenti pada pejabat teknis.
“Kalau benar ada aliran dana ke DPRD, harus dibuka. Jangan ada kompromi. Kerugian negara miliaran rupiah itu bukan angka kecil. Itu hak rakyat Metro yang seharusnya bisa untuk pendidikan, kesehatan, dan perbaikan ekonomi,” tegas Toma Alfa Edison, aktivis gerakan transparansi rakyat.
Toma juga menyoroti pola korupsi yang terus berulang di Metro.
Menurutnya, setiap tahun publik disuguhi cerita serupa, yaitu proyek jalan, drainase, atau bangunan publik bermasalah, namun yang diseret hanya pejabat kelas menengah, sementara aktor politik tetap aman.
Jika benar terbukti ada keterlibatan oknum DPRD, dampaknya tak hanya soal hukum, tetapi juga legitimasi politik.
Lembaga legislatif Metro akan kehilangan kepercayaan publik, bahkan bisa memicu krisis wibawa menjelang Pemilu 2029 mendatang.
Korupsi infrastruktur menyentuh langsung kehidupan masyarakat. Jalan berlubang, drainase tak berfungsi, dan fasilitas publik yang gagal dibangun adalah bukti nyata kerugian rakyat.
Setiap rupiah yang dikorupsi bukan sekadar angka, melainkan masa depan warga Metro yang dirampas.
Penetapan empat tersangka hanyalah awal dari sebuah proses panjang.
Publik kini menunggu keberanian Kejari Metro untuk melangkah lebih jauh untuk menyapu bersih jejaring korupsi, termasuk jika harus menyeret nama-nama dari kursi legislatif.
Bagi rakyat Metro, keadilan hanya bisa ditegakkan bila hukum tidak pandang bulu. Sebab, selama oknum politikus tetap berlindung di balik kekuasaan, kasus serupa akan terus berulang, dan pembangunan Kota Metro akan selalu tersandera.
Berdasarkan kronologi timeline yang dirangkum Kupastuntas.co, Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalan Dr. Sutomo, Kota Metro, yang menelan anggaran Rp5,1 miliar dan ditaksir merugikan negara Rp1 miliar, tidak terjadi dalam semalam.
Berikut rekam jejak perjalanan kasus ini sejak tahap penganggaran hingga penetapan tersangka :
2023 – Penganggaran di DPRD Metro
Proyek pembangunan Jalan Dr. Sutomo diusulkan dalam pembahasan APBD Kota Metro. Badan Anggaran (Banggar) DPRD menyetujui pagu senila Rp5,1 miliar.
Sejumlah sumber internal menyebut, sejak tahap pembahasan, sudah muncul indikasi adanya titipan proyek oleh segelintir oknum anggota legislatif.
Awal 2024 – Proses Lelang dan Penentuan Kontraktor
Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Metro menggelar proses lelang.
Diduga, lelang tidak sepenuhnya bersifat terbuka, melainkan diarahkan kepada kontraktor tertentu yang disebut sebagai rekanan titipan. Isu adanya praktik fee proyek 10–15 persen mulai berembus.
Pertengahan 2024 – Pelaksanaan Pekerjaan
Proyek mulai berjalan. Jalan Dr. Sutomo dibangun dengan spesifikasi teknis yang seharusnya sesuai kontrak. Namun, laporan warga menyebut adanya material berkualitas rendah, volume pengerjaan yang tidak sesuai, dan pekerjaan yang terkesan dipaksakan.
Aparat pengawas internal sempat melakukan pemantauan, tetapi tidak menindaklanjuti secara serius.
Akhir 2024 – Proyek Diselesaikan
Proyek dinyatakan selesai dan diserahterimakan. Meski demikian, kualitas jalan mulai dipertanyakan hanya beberapa bulan setelah digunakan.
Publik Metro menyoroti cepatnya kerusakan jalan yang baru saja dibangun dengan biaya miliaran.
Awal 2025 – Laporan dan Penyelidikan
Laporan masyarakat masuk ke aparat penegak hukum terkait dugaan penyimpangan dalam proyek Jalan Dr. Sutomo.
Kejaksaan Negeri Metro membuka penyelidikan awal, mengumpulkan dokumen kontrak, dan memanggil sejumlah saksi dari pihak DPUTR serta kontraktor.
Pertengahan 2025 – Penyidikan Diperluas
Dari hasil penyelidikan, penyidik menemukan bukti awal adanya mark up anggaran dan pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai kontrak.
Dugaan keterlibatan pejabat teknis dan kontraktor semakin kuat. Kejari Metro juga menelusuri catatan komunikasi dan transaksi yang mengarah pada pihak legislatif.
29 Agustus 2025 – Penetapan Tersangka
Kejari Metro secara resmi menetapkan empat tersangka tindak pidana korupsi pekerjaan penanganan long segment peningkatan rekontruksi Jl. Dr. soetomo DAK tahun 2023.
Kerugian negara ditaksir mencapai Rp1 miliar dari total pagu Rp5,1 miliar.
Meski empat nama telah ditetapkan, publik mendesak agar Kejari juga mengusut dugaan keterlibatan oknum anggota DPRD yang diduga ikut mengatur arah proyek.
Kronologi ini menggambarkan bagaimana sebuah proyek publik bernilai miliaran berubah menjadi ladang praktik korupsi, mulai dari penganggaran hingga proses hukum. (*)
Berita Lainnya
-
Beras Oplosan Hingga Transparansi APBD Jadi Isu Demo 'September Gelap' di Kota Metro
Kamis, 04 September 2025 -
Kejari Metro Tetapkan 4 Tersangka Kasus Korupsi Proyek Jalan Rp 5,1 Miliar
Kamis, 04 September 2025 -
Pejabat Flexing Bikin Pusing, Oleh: Arby Pratama
Rabu, 03 September 2025 -
Pengamat Tegaskan Pemkot Metro Harus Berani Evaluasi Pejabat Flexing
Rabu, 03 September 2025