• Kamis, 04 September 2025

Kejari Metro Tetapkan 4 Tersangka Kasus Korupsi Proyek Jalan Rp 5,1 Miliar

Kamis, 04 September 2025 - 09.14 WIB
472

Kepala Kejari Metro, Dr. Neneng Rahmadini, saat memberikan keterangan, Rabu (3/9/2025). Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Metro - Sorotan publik kembali tertuju pada proyek infrastruktur di Kota Metro. Kejaksaan Negeri (Kejari) Metro, dalam konferensi pers capaian kinerja periode Januari hingga Agustus 2025, tidak hanya menyajikan data statistik, tetapi juga membuka tabir kasus besar yang melibatkan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Metro.

Kepala Kejari Metro, Dr. Neneng Rahmadini, menegaskan bahwa pihaknya telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalan Dr. Sutomo yang menelan anggaran Rp5,1 miliar. Kerugian negara akibat penyimpangan proyek tersebut ditaksir mencapai Rp1 miliar.

"Di bidang tindak pidana khusus (Pidsus), kami berhasil menetapkan 4 tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalan Dr. Sutomo dengan pagu Rp5,1 miliar. Kerugian negara dalam perkara ini ditaksir mencapai sekitar Rp1 miliar,” tegas Neneng, pada Rabu (3/9/2025).

Proyek Jalan Dr. Sutomo sejak awal memang menjadi buah bibir masyarakat. Jalan utama yang seharusnya menjadi ikon perbaikan infrastruktur Kota Metro, justru berubah menjadi arena praktik korupsi berjamaah.

Kejari Metro menetapkan Robby Kurniawan Saputra alias RKS, Kepala DPKP yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala DPUTR Kota Metro. Lalu, Dadang Harris alias DH, Kabid CK DPUTR Kota Metro yang sebelumnya menjabat sebagai Kabid BM. Selain itu, jaksa juga menetapkan TW dan UJ, yang berperan sebagai rekanan proyek.

Fakta ini kian menegaskan kekhawatiran publik bahwa sektor infrastruktur, yang menghabiskan porsi terbesar dari APBD, masih rawan menjadi ladang bancakan oknum pejabat.

Munculnya nama mantan Kepala DPUTR dalam lingkaran perkara ini memperlihatkan bagaimana dugaan praktik penyalahgunaan kewenangan berakar dari level pengambil keputusan. Publik pun kini menanti keberanian Kejari Metro dalam menyeret aktor-aktor besar lain yang mungkin ikut terlibat.

Di sisi lain, Kejari Metro juga memaparkan capaian di bidang pidana umum, dengan menyelesaikan 129 perkara, atau 65 persen dari target 200 perkara. Dua perkara di antaranya diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ), yang keduanya terkait kasus pencurian ringan.

Kebijakan RJ memang dianggap humanis dan memberi keadilan bagi masyarakat kecil. Namun, kontras terasa ketika kasus korupsi miliaran rupiah yang melibatkan pejabat terus berulang.

Perbandingan ini seolah menampar nurani publik: rakyat kecil mudah dimaafkan, sementara pejabat yang menggerogoti anggaran negara membutuhkan proses panjang untuk benar-benar dijerat.

Tak hanya penindakan, Kejari Metro juga mengklaim keberhasilan di bidang intelijen dan program sosial. Mulai dari 13 kali kegiatan Jaksa Masuk Sekolah, 2 kali Jaksa Menyapa, hingga pembagian 2.000 bibit tanaman dan 2,5 ton pupuk organik dalam program Mitra Adhyaksa.

"Kami ingin memastikan kehadiran kejaksaan bukan hanya dalam penegakan hukum, tetapi juga memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” ujar Neneng.

Meski demikian, langkah-langkah pencitraan ini tetap tidak bisa mengaburkan sorotan utama, yaitu korupsi infrastruktur yang mencederai kepercayaan publik. Jalan Dr. Sutomo bukan sekadar proyek jalan, melainkan simbol kegagalan tata kelola anggaran yang seharusnya menyejahterakan rakyat.

Kini, publik menunggu apakah kasus korupsi mantan Kepala DPUTR akan benar-benar dibongkar tuntas, atau berhenti pada level pengorbanan kecil yang menutupi aktor besar.

Jika Kejari Metro berhasil menuntaskan perkara ini hingga ke akar, maka kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum bisa tumbuh kembali.

Namun, jika kasus ini hanya berakhir sebagai ritual tahunan capaian kinerja, maka publik berhak kecewa, karena yang dipertaruhkan bukan sekadar Rp1 miliar kerugian negara, melainkan masa depan tata kelola anggaran Kota Metro. (*)