• Rabu, 03 September 2025

Kasus Penggelapan DD Sinar Jaya, Pengamat: Pengembalian Kerugian Negara Tak Hapus Unsur Pidana

Rabu, 03 September 2025 - 10.30 WIB
69

Pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Zainudin Hasan. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Lampung Barat - Pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Zainudin Hasan, menegaskan bahwa pengembalian kerugian negara tidak serta-merta menghapus unsur pidana dalam tindak pidana korupsi maupun tindak pidana lain yang merugikan keuangan negara.

Pernyataan ini ia sampaikan menanggapi kasus dugaan penggelapan anggaran honor aparatur desa dan anggaran ketahanan pangan di Pekon Sinar Jaya, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Lampung Barat, yang menyeret nama bendahara pekon setempat, Gunawan.

Kasus tersebut mencuat setelah aparat pekon melaporkan dugaan penggelapan anggaran dengan total kerugian mencapai Rp122 juta.

Dari jumlah tersebut, sekitar Rp62 juta merupakan honor aparatur desa, sementara Rp60 juta lainnya berasal dari anggaran ketahanan pangan.

Dari dua pos anggaran tersebut, uang honor aparatur desa sebesar Rp62 juta telah dikembalikan pada Jumat (29/8/2025), usai kasus itu diadukan ke pihak kepolisian. Namun, hingga saat ini dana ketahanan pangan sebesar Rp60 juta belum dikembalikan oleh yang bersangkutan.

Menurut Zainudin, meski sebagian dana sudah dikembalikan, hal itu tidak serta-merta menghapus unsur pidana. Ia menekankan bahwa ketentuan tersebut sudah jelas diatur dalam undang-undang.

"Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, unsur pidana tetap ada meskipun pelaku sudah mengembalikan kerugian negara,” kata Zainudin saat dikonfirmasi, Selasa (2/9/2025) malam.

Baca juga : Kasus Penggelapan DD, Inspektorat Panggil Bendahara Pekon Sinar Jaya Lambar dan Pj Peratin

Ia menjelaskan, dalam Pasal 4 UU Tipikor ditegaskan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Artinya, lanjut Zainudin, pengembalian uang hasil korupsi hanya dapat dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan hukuman, bukan menghapus pidananya. Dengan demikian, aparat penegak hukum tetap memiliki kewenangan untuk melanjutkan proses hukum.

"Aparat penegak hukum masih punya hak untuk menindaklanjuti perkara ini. Dalam kasus tipikor, pengembalian kerugian negara hanya menjadi pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman, bukan alasan untuk membebaskan pelaku,” tegasnya.

Zainudin juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa. Menurutnya, kasus seperti ini harus menjadi pelajaran agar aparatur pekon lebih hati-hati dan bertanggung jawab dalam menggunakan anggaran yang bersumber dari negara.

"Pekon adalah ujung tombak pelayanan publik di tingkat desa. Maka, aparatur desa wajib menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat dengan mengelola dana secara transparan,” ujarnya.

Ia menambahkan, penegakan hukum yang tegas terhadap dugaan korupsi di tingkat desa sangat penting untuk mencegah terjadinya praktik serupa di masa mendatang. Jika tidak, kepercayaan publik terhadap pemerintah desa bisa semakin luntur.

"Ketika hukum ditegakkan secara konsisten, itu akan memberi efek jera sekaligus peringatan bagi aparatur desa lain agar tidak main-main dengan anggaran negara,” katanya.

Sebelumnya diberitakan, Bendahara Pekon Sinar Jaya, Kecamatan Air Hitam, Gunawan, telah mengembalikan honor aparatur pekon sebesar Rp62 juta lebih, setelah sebelumnya diadukan ke pihak kepolisian. Pengembalian dilakukan pada Jumat (29/8/2025) pagi, usai adanya upaya dari pihak keluarga bendahara untuk menutup kerugian tersebut.

Camat Air Hitam, Gustian Afriza, membenarkan bahwa honor aparatur pekon yang sebelumnya belum terbayarkan kini sudah dilunasi oleh Gunawan. Menurutnya, langkah itu merupakan hasil dari koordinasi antara pemerintah kecamatan, peratin, LHP, dan bendahara pekon.

"Kemarin sore kami sudah panggil peratin, LHP, dan bendahara ke kantor kecamatan. Di saat yang sama, keluarga besar bendahara sedang mengupayakan sejumlah uang. Alhamdulillah, infonya tadi pagi sudah terbayar gaji aparat pekon,” ujar Gustian, Jumat (29/8/2025).

Ia menjelaskan, pengembalian dana tersebut murni untuk membayar honor aparatur pekon yang sebelumnya tertunggak. Total yang dibayarkan sebesar Rp62 juta lebih untuk 14 aparatur pekon. Dengan demikian, masing-masing aparatur menerima gaji sebesar Rp4,3 juta untuk dua bulan.

"Iya, honor sudah selesai. Jadi, hak para aparatur pekon sudah diberikan kembali sesuai jumlahnya,” kata Gustian menegaskan.

Namun demikian, Gustian mengungkapkan masih ada persoalan lain yang belum terselesaikan, yakni dana ketahanan pangan sebesar Rp60 juta yang juga diduga digunakan untuk kepentingan pribadi bendahara pekon.

"Untuk anggaran ketahanan pangan, bendahara minta waktu satu bulan. Maksimal akhir September 2025 karena keluarganya masih berupaya mengembalikan,” jelasnya.

Pihaknya berharap komitmen yang telah dibuat dapat ditepati, agar persoalan ini tidak semakin berlarut-larut dan tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. (*)