• Jumat, 12 September 2025

Pengamat: Aksi Mahasiswa Mirip Reformasi 1998, Aparat Harus Humanis dan Cegah Provokasi

Senin, 01 September 2025 - 11.58 WIB
23

Pengamat kebijakan publik Universitas Lampung (Unila), Yusdianto. Foto: Ist.

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Aksi unjuk rasa besar-besaran yang digelar serikat Lampung Memanggil, yang digelar di depan kantor DPRD Provinsi Lampung pada Senin (1/9/2025), diwarnai insiden penangkapan tiga remaja yang kedapatan membawa bom molotov di Jalan Radin Intan, Bandar Lampung.

‎Dalam rekaman video yang beredar, salah satu remaja tampak menutupi wajahnya dengan kain hingga hanya terlihat mata, hidung, dan mulut.

Saat ditanya aparat, ia tidak dapat menunjukkan KTP dan terlihat kebingungan.

Dua rekannya sempat mencoba melarikan diri, namun berhasil diamankan warga sekitar. Ketiganya kemudian dibawa ke kantor polisi untuk pemeriksaan lebih lanjut.

‎Menanggapi peristiwa tersebut, pengamat kebijakan publik Universitas Lampung (Unila), Yusdianto, menilai bahwa aksi mahasiswa dan masyarakat kali ini cukup besar dan mengingatkan pada momentum reformasi 1998.

‎“Mahasiswa dan masyarakat yang turun ke jalan cukup banyak, menyerupai gerakan reformasi 1998. Ini menunjukkan bahwa keresahan publik sedang mencapai puncaknya, " ungkapnya.

‎Oleh karenanya, jika aksi tersebut diwarnai oleh oknum yang tidak bertanggungjawab ditindak.

‎"Namun saya kira, mencegah lebih baik daripada menindak. Itu tugas aparat, mengamankan dengan tindakan yang humanis,” kata Yusdianto.

‎Ia menegaskan, aparat harus mampu mengantisipasi potensi kericuhan sebelum membesar, agar gerakan mahasiswa tidak ternodai oleh ulah segelintir provokator.

‎“Siapapun yang berpotensi merusak wajib dicegah. Jangan sampai aksi yang murni menyuarakan aspirasi rakyat berubah menjadi kerusuhan hanya karena tindakan segelintir pihak,” ujarnya.

‎Lebih jauh, Yusdianto menekankan bahwa demonstrasi bukan sekadar aksi turun ke jalan, melainkan bentuk nyata partisipasi warga negara dalam menyuarakan hak-haknya. Dalam perspektif hak asasi manusia (HAM), negara tidak boleh abai terhadap suara rakyat.

‎“Pemberian aspirasi ini tidak sekadar demonstrasi. Dalam perspektif HAM, negara wajib respect, protect, and fulfill. Artinya negara harus menghargai, melindungi, dan memenuhi hak-hak masyarakat untuk bersuara. Itu kewajiban konstitusional,” tegasnya.

‎Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga kemurnian gerakan mahasiswa dari berita bohong dan upaya provokasi.

‎“Jangan biarkan berita hoaks dan provokasi menguburkan, merusak, dan mengabaikan aspirasi yang sedang disuarakan. Karena jika itu terjadi, tujuan dari perjuangan mahasiswa justru akan terdistorsi,” jelasnya.

‎Aksi Lampung Memanggil sendiri diikuti ribuan massa yang terdiri dari mahasiswa, buruh, ojek online, dan berbagai elemen masyarakat sipil. Gelombang protes ini merupakan bagian dari respons publik terhadap berbagai persoalan bangsa yang dianggap menekan kehidupan rakyat. (*)