• Selasa, 02 September 2025

‎Anak-anak Atar Lebar Tanggamus Tantang Maut Demi Sekolah

Senin, 01 September 2025 - 14.11 WIB
30

‎Seorang guru melewati jalan rusak dan Anak-anak sekolah Pekon Atar Lebar memanjat jembatan beton rubuh untuk sampai sekolah. Foto: Sayuti/kupastuntas.co

‎Kupastuntas.co, Tanggamus - Perjuangan anak-anak sekolah dari Pekon Atar Lebar, Kecamatan Bandar Negeri Semuong, Kabupaten Tanggamus, Lampung, kembali menyita perhatian publik.

Sebuah video viral di media sosial menampilkan para pelajar nekat menyeberangi jembatan beton Way Tuba yang ambruk diterjang banjir beberapa waktu lalu, demi bisa sampai ke sekolah.

‎Setiap pagi, mereka harus memanjat dan merayap di sisa-sisa konstruksi jembatan yang patah agar bisa melanjutkan perjalanan menuju SMP Negeri 1 Bandar Negeri Semuong yang lebih dikenal SMPN 1 Sanggi, di jalan Lintas Barat (Jalinbar) Pekon Sanggi, Kecamatan Bandar Negeri Semoung.

‎“Anak-anak ini luar biasa semangatnya, tapi orang tua tentu khawatir karena kalau sampai terjatuh bisa berakibat fatal,” kata Marjan, warga setempat, Senin (1/9/2025).

‎Rina, siswi kelas VII SMPN 1 Bandar Negeri Semuong, mengaku selalu berdebar setiap kali melintasi jembatan roboh itu.

"Kalau hujan, licin sekali. Saya takut jijatuh ke sungai, tapi kalau tidak lewat sini, saya tidak bisa sekolah,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

‎Randi, siswa lainnya bercerita ia harus berangkat pukul 05.30 pagi agar bisa tiba tepat waktu.

"Kadang kami sama-sama saling pegang tangan biar berani lewat jembatan. Kalau ada yang jatuh, bisa bahaya sekali,” katanya.

‎Anak-anak itu sering berjalan berkelompok. Mereka menenteng buku di dalam tas plastik agar tak basah terkena hujan atau cipratan air sungai.

"Sepatu sering kami lepas, soalnya harus manjat jembatan. Kalau dipakai bisa terpeleset,” kata Andre, siswa lainnya.

‎Jembatan beton Way Tuba sejatinya menjadi urat nadi warga Atar Lebar dan sekitarnya.

Begitu banjir menerjang beberapa waktu lalu, konstruksi itu patah dan akses utama lumpuh. Hingga kini tidak ada perbaikan berarti.

‎Habafi, seorang tokoh masyarakat menuturkan, Jembatan tersebut bukan hanya untuk anak sekolah. "Hasil bumi, barang kebutuhan, semua lewat sini. Sekarang semuanya macet," ungkapnya.

‎Perjuangan berat juga dialami para guru yang bertugas di SD Negeri 1 Atar Lebar, sekolah yang berdiri sejak 1978.

Jalan tanah menuju sekolah berubah menjadi lumpur setiap kali hujan. "Kalau motor mogok, ya terpaksa kami dorong. Pernah juga jatuh terpeleset, tapi harus tetap jalan,” kata Desi Novita, seorang guru perempuan.

‎Pekon Atar Lebar memiliki penduduk sekitar 10.850 jiwa, terdiri atas 10.015 laki-laki dan 835 perempuan.

Lokasinya berada sekitar 8 kilometer dari ibu kota kecamatan, dengan waktu tempuh bisa memakan tiga jam berjalan kaki atau satu jam dengan motor melewati jalur berlumpur.

‎Kisah anak-anak Atar Lebar bukan sekadar kabar viral. Ia adalah potret tentang bagaimana infrastruktur yang rapuh bisa mengancam masa depan sebuah generasi.

Semangat mereka jelas tak boleh dipuji semata, melainkan ditindaklanjuti dengan kebijakan nyata.

‎Karena jika negara terus abai, pertaruhan hidup anak-anak di jembatan roboh itu akan menjadi simbol tragis, yaitu pendidikan yang digadang-gadang sebagai jalan keluar dari kemiskinan justru dimulai dengan risiko kehilangan nyawa. (*)