• Senin, 01 September 2025

Gejolak Demo Anarkis Meluas, Pengamat Unila: Tanda Krisis Ekonomi, Wibawa Pemerintah Sedang Diuji

Minggu, 31 Agustus 2025 - 13.31 WIB
72

Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Universitas Lampung (Unila), Yusdianto. Foto: Ist.

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Aksi demonstrasi yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia kini semakin tidak terkendali. Selain merusak fasilitas umum, massa aksi dilaporkan mulai melakukan penjarahan ke rumah pejabat, termasuk milik politisi Ahmad Sahroni hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Kondisi ini dinilai sebagai tanda bahwa masyarakat tengah menghadapi kesulitan ekonomi serius yang berpotensi mengarah pada revolusi sosial.

Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Universitas Lampung (Unila), Yusdianto, menegaskan bahwa eskalasi aksi ini merupakan refleksi nyata dari krisis ekonomi yang tengah melanda rakyat.

"Iya, ini tanda masyarakat sedang susah alias krisis ekonomi. Sesuai literatur, arahnya bisa menuju revolusi sosial yang tidak bisa ditolak,” kata Yusdianto, Minggu (31/8/2025).

Menurutnya, situasi ini sekaligus menjadi ujian berat bagi wibawa pemerintah. Jika tidak mampu mengelola kondisi tersebut, krisis sosial bisa semakin dalam dan berdampak luas.

"Di sinilah butuh kepiawaian pemerintah dalam membuat legacy yang tepat. Negara harus bertanggung jawab dalam memulihkan kondisi krisis ini, karena kalau tidak, ke depan akan lebih parah,” tegasnya.

Yusdianto juga menyoroti banyaknya blunder pemerintah yang memperburuk keadaan, mulai dari pembagian kekuasaan di level elite hingga gaya hidup mewah para pejabat yang dinilai tidak menunjukkan adanya sense of crisis.

"Rakyat melihat ini sebagai ketimpangan. Apalagi tuntutan aksi sebelumnya tidak pernah terpenuhi, sementara keadaan ekonomi semakin terjepit. Maka wajar jika rakyat makin kecewa,” ujarnya.

Ia menambahkan, gejolak sosial ini juga bisa dimaknai sebagai tanda “kemarahan alam” terhadap elite politik. Salah satunya ditunjukkan melalui polemik putusan Mahkamah Konstitusi tentang syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang menimbulkan ketidakpuasan luas.

Lebih lanjut, Yusdianto menawarkan sejumlah langkah konkret yang wajib dilakukan pemerintah untuk meredam situasi. Pertama, melibatkan tokoh bangsa seperti ulama, guru besar, budayawan, dan guru bangsa untuk menenangkan aksi masyarakat.

"Kedua, pemerintah harus mengambil tindakan tegas terhadap perusuh agar tidak memperluas kerusuhan,” jelasnya.

Ketiga, segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang tidak populis, seperti MBG, serta meluncurkan program jaminan dan pengamanan sosial untuk mengurangi beban rakyat.

Keempat, mengembalikan wibawa penegak hukum dengan memberhentikan Kapolri dan jajaran yang dinilai tidak kompeten.

"Kelima, perlu reformasi parlemen yang dimulai dari ketua partai. Anggota legislatif yang dinilai kontroversial, seperti Sahroni, Eko, dan Uya Kuya, serta yang lainnya, sebaiknya diberhentikan agar tidak semakin menimbulkan keresahan di masyarakat,” tegas Yusdianto.

Ia menekankan, tanpa langkah-langkah tersebut, krisis sosial berpotensi berkembang menjadi gelombang revolusi yang sulit dikendalikan.

"Pemerintah harus segera sadar bahwa rakyat sedang menuntut perubahan, bukan sekadar janji,” tutupnya. (*)