• Senin, 25 Agustus 2025

Pengamat: Ekonomi dan Kurangnya Edukasi Jadi Faktor Maraknya Pernikahan Dini

Senin, 25 Agustus 2025 - 14.53 WIB
40

Pengamat Sosial Universitas Lampung, Dewi Ayu. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Angka pernikahan dini atau perkawinan di bawah umur di Provinsi Lampung masih cukup tinggi. Sepanjang tahun 2024, tercatat sebanyak 538 kasus.

Pengamat Sosial Universitas Lampung, Dewi Ayu, menilai faktor ekonomi menjadi salah satu pemicu utama maraknya pernikahan dini di pedesaan. Ia menyebut, banyak keluarga menikahkan anak mereka dengan alasan untuk meringankan beban hidup.

“Orang tua menganggap dengan menikahkan anak, pengeluaran rumah tangga berkurang. Anak yang sudah menikah dianggap tidak lagi menjadi tanggung jawab penuh keluarga,” ujar Dewi Ayu saat dimintai tanggapan Senin (25/8/2025).

Ia menambahkan, minimnya pemahaman masyarakat pedesaan mengenai dampak pernikahan dini juga menjadi penyebab lain.

Menurutnya, sebagian besar orang tua belum memahami konsekuensi kesehatan, mental, dan psikologis yang akan dialami anak jika menikah di usia muda.

“Banyak keluarga tidak sadar bahwa menikahkan anak di usia dini justru membuka masalah baru. Mereka belum siap secara mental, sehingga rawan mengalami tekanan dalam rumah tangga,” jelasnya.

Selain itu, Dewi Ayu menyoroti lemahnya kontrol orang tua terhadap anak di pedesaan. Kesibukan mencari nafkah, seperti bekerja di ladang dan sawah, membuat orang tua tidak maksimal mengawasi pergaulan anak.

Padahal, menurutnya, pengawasan orang tua sangat penting untuk mencegah anak terjerumus pada hal-hal negatif yang dapat berujung pada pernikahan dini.

“Peran orang tua tidak bisa digantikan siapa pun. Orang tua harus hadir memberi pemahaman, nasihat, serta menjadi tempat anak bertanya sebelum mereka mengambil keputusan penting dalam hidupnya,” katanya.

Ia juga mengungkapkan, sebagian masyarakat di desa masih memegang kuat anggapan lama bahwa anak yang sudah remaja sebaiknya segera dinikahkan. Pola pikir semacam ini, menurutnya, turut memperkuat praktik pernikahan dini.

Dalam pandangan Dewi Ayu, peran pemerintah menjadi sangat penting juga untuk memutus mata rantai persoalan tersebut. Ia menegaskan bahwa pamong dan kepala desa tidak boleh hanya fokus pada urusan pendapatan desa, tetapi juga harus peduli terhadap masalah sosial.

“Pemerintah desa harus aktif melakukan sosialisasi. Melibatkan tenaga kesehatan untuk menjelaskan dampak kesehatan, dan juga menghadirkan pihak berkompeten lain yang bisa memberi pemahaman soal aturan hukum. Termasuk tentang batas minimal usia perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang,” papar Dewi.

Lebih jauh, ia menilai pernikahan dini turut menyumbang tingginya angka perceraian di Lampung. Banyak pasangan muda yang tidak siap secara mental maupun ekonomi untuk berumah tangga, sehingga rumah tangga mereka tidak bertahan lama.

 

“Data menunjukkan, perceraian kerap dipicu oleh ketidaksiapan pasangan muda. Mereka belum matang secara psikologis maupun finansial, akhirnya konflik rumah tangga tidak bisa dihindari,” tutupnya. (*)