• Rabu, 13 Agustus 2025

Tangani Konflik Manusia dan Harimau, Pemprov Lampung Gandeng TWNC

Rabu, 13 Agustus 2025 - 16.13 WIB
17

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Yanyan Ruchyansyah, saat dimintai keterangan, Rabu (13/8/2025). Foto: Ria/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pemerintah Provinsi Lampung bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) memperkuat koordinasi untuk menangani eskalasi interaksi negatif antara harimau dan manusia yang belakangan ini meningkat.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Yanyan Ruchyansyah mengatakan, salah satu penyebab utama konflik tersebut diduga akibat berkurangnya ketersediaan pakan alami, khususnya babi hutan, yang selama ini menjadi sumber makanan utama bagi harimau.

"Ada indikasi bahwa terjadinya eskalasi interaksi negatif harimau itu akibat dari adanya wabah virus yang menyerang babi, yang menyebabkan banyak sekali babi-babi di lapangan mati. Jadi, harimau kekurangan pakan," kata Yanyan, saat dimintai keterangan, Rabu (13/8/2025).

Oleh karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) untuk menyiapkan tambahan pakan di lapangan guna mengurangi potensi konflik lebih lanjut.

"Tim dari BKSDA dan TNBBS nanti, dengan surat Gubernur Lampung, akan berkoordinasi dengan TWNC untuk menyiapkan tambahan pakan di lapangan. Semoga ini menjadi salah satu solusi cepat yang bisa kita lakukan," jelasnya.

Ia mengatakan bahwa saat ini tengah berlangsung proses inventarisasi terhadap aktivitas perambahan yang dilakukan oleh masyarakat, khususnya di wilayah TNBBS.

Pihaknya akan berupaya membedakan pelaku lokal dan non-lokal guna menentukan langkah yang paling tepat dan adil.

"Verifikasi akan dilakukan secara khusus. Kami harus bijak, karena di satu sisi kita menjaga kelestarian satwa, namun di sisi lain juga harus memperhatikan keselamatan dan kebutuhan hidup manusia," ujarnya.

Untuk saat ini, masyarakat, khususnya petani dan pengelola kawasan, diimbau untuk menahan diri dan tidak melakukan aktivitas sendirian di dalam kawasan hutan.

"Upaya yang paling efektif adalah teman-teman petani, para pengelola kawasan, untuk saat ini menahan diri dulu, tidak melakukan aktivitas terutama kalau sendirian. Saling menjaga, karena kalau sudah kejadian, tidak ada yang bisa membantu," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Balai Besar TNBBS, Hifzon Zawahiri, mengatakan bahwa terkait kerapatan populasi harimau, data menunjukkan bahwa di wilayah seperti Tambling yang memiliki pakan cukup, populasi harimau bisa mencapai 10 sampai 11 ekor per 36.000 km².

Angka tersebut melebihi kapasitas ideal yang seharusnya hanya 3 sampai 4 ekor. Namun, hal tersebut tidak menimbulkan konflik karena ketersediaan makanan yang mencukupi.

"Selama ini memang terjadi konflik, salah satunya serangan harimau. Ini kemungkinan besar karena pakan satwa yang ada semakin berkurang," kata dia.

Sebagai langkah pencegahan konflik lebih lanjut, masyarakat telah mengusulkan pemasangan kandang jebak (trap cage).

Namun, pemasangan tersebut tidak dimungkinkan di dalam kawasan konservasi. Sebagai alternatif, kandang jebak dan kamera trap akan dipasang di sekitar kawasan serta dilakukan sosialisasi kepada warga sekitar.

"Ada permintaan dari masyarakat untuk pemasangan kandang jebak. Karena tidak memungkinkan dipasang di dalam kawasan, maka kita maksimalkan di sekitar kawasan, dengan sosialisasi, termasuk pemasangan kamera trap," pungkasnya. (*)