• Rabu, 13 Agustus 2025

‎Cakupan Jamsostek di Lampung Rendah, Pengamat: Perlu Aksi Jemput Bola

Rabu, 13 Agustus 2025 - 18.22 WIB
14

‎Pengamat Ekonomi dari Yayasan Pusat Studi Kota dan Daerah Lampung, Erwin Octavianto. Foto: Ist.

‎Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Provinsi Lampung menghadapi tantangan serius dalam memperluas perlindungan tenaga kerja.

Data menunjukkan cakupan Universal Health Coverage (UHC) Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) baru mencapai 24,5 persen atau kurang dari sepertiga pekerja di daerah ini yang terlindungi dari risiko kerja.

‎Pengamat Ekonomi dari Yayasan Pusat Studi Kota dan Daerah Lampung, Erwin Octavianto, menilai angka ini menjadi cerminan rapuhnya ketahanan ekonomi keluarga pekerja.

‎“Satu musibah kerja saja dapat memutus mata pencaharian, menurunkan daya beli, dan memicu kemiskinan baru yang akhirnya menambah beban sosial pemerintah daerah,” kata Erwin, saat dimintai keterangan, Rabu (13/8/2025).

‎Menurut Erwin, rendahnya capaian ini tidak lepas dari minimnya literasi dan kesadaran masyarakat, terutama di sektor informal.

Banyak pekerja, katanya, masih menganggap iuran BPJS Ketenagakerjaan sebagai beban pengeluaran, bukan investasi perlindungan.

‎“Padahal, perlindungan ini adalah pagar pertama yang memastikan keluarga tetap memiliki pendapatan ketika risiko datang,” jelasnya.

‎Ia menekankan peran strategis BPJS Ketenagakerjaan sebagai garda terdepan membangun kesadaran publik, bukan sekadar mengelola iuran dan klaim.

‎Erwin menyarankan kolaborasi erat dengan pemerintah daerah melalui program jemput bola ke komunitas pekerja informal, memperluas jaringan edukasi, serta menghadirkan skema perlindungan yang lebih adaptif terhadap kemampuan membayar masyarakat.

‎Lebih lanjut, Erwin memaparkan lima langkah praktis yang dapat ditempuh pemerintah daerah dan pelaku usaha untuk mempercepat peningkatan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di Lampung.

‎Pertama, memanfaatkan data kependudukan dan data usaha untuk pendataan pekerja yang belum terdaftar. Kedua, menerapkan regulasi yang mewajibkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dalam perizinan usaha, proyek, atau pengadaan barang dan jasa.

‎Ketiga, memberikan subsidi atau skema berbagi iuran bagi pekerja prasejahtera atau usaha mikro. Keempat, memastikan seluruh pekerja di perusahaan besar, termasuk kontrak dan outsourcing, terdaftar serta memperluasnya ke rantai pasok.

‎Terakhir, membangun kampanye publik yang relevan menggunakan tokoh lokal, komunitas, hingga media hiburan.

‎Erwin juga mengingatkan bahwa kewajiban perlindungan tenaga kerja telah ditegaskan dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 dan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025.

‎Menurutnya, Lampung memiliki peluang besar bergerak cepat jika kebijakan ini diintegrasikan ke dalam rencana pembangunan daerah, termasuk melalui skema Non-Voluntary Contribution dan insentif berbasis kinerja yang dikaitkan dengan transfer fiskal atau Dana Bagi Hasil.

‎“Perlindungan tenaga kerja bukan sekadar kewajiban hukum, melainkan investasi masa depan Lampung,” tegas Erwin.

‎Ia menambahkan, memperluas cakupan BPJS Ketenagakerjaan berarti membangun benteng ketahanan ekonomi keluarga, meningkatkan produktivitas, dan memperkuat daya saing daerah.

‎“Lampung tidak boleh tertinggal. Inilah saatnya pemerintah daerah, pelaku usaha, dan BPJS Ketenagakerjaan bersinergi memastikan setiap pekerja mendapat hak perlindungan yang layak,” pungkasnya. (*)