• Senin, 11 Agustus 2025

Royalti Lagu Bisa Jadi Beban UMKM, Akademisi Unila Sarankan Tarif Berbasis Omzet

Senin, 11 Agustus 2025 - 13.30 WIB
13

Akademisi Ekonomi Universitas Lampung (Unila) Usep Syaipudin. Foto: Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Akademisi Ekonomi Universitas Lampung (Unila) Usep Syaipudin menilai kewajiban pembayaran royalti lagu dan musik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 dan Undang-Undang Hak Cipta berpotensi menambah beban operasional pelaku usaha di sektor restoran, kafe, dan hiburan malam, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Aturan ini merujuk pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor HKI.2.OT.03.01.-02 Tahun 2016 serta Keputusan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) tentang tarif royalti untuk pemanfaatan komersial lagu dan musik. Tarif tersebut, misalnya, untuk restoran dan kafe sebesar Rp60.000 per kursi per tahun untuk pencipta, dan Rp60.000 per kursi per tahun untuk hak terkait.

Untuk pub, bar, atau bistro dikenakan Rp180.000 per meter persegi per tahun, dan diskotek atau klub malam sebesar Rp250.000 per meter persegi per tahun untuk pencipta, serta Rp180.000 per meter persegi per tahun untuk hak terkait.

Menurut Usep, dari sisi usaha berskala besar atau nasional, tarif yang berlaku tergolong proporsional, bahkan kecil dibandingkan risiko pelanggaran hukum. Namun bagi UMKM, tarif tersebut cukup memberatkan.

“Ini bisa memberi tekanan bagi usaha dengan margin tipis, dan risiko terkena sanksi hukum juga ada. Tapi di sisi lain, kebijakan ini memberikan perlindungan bagi industri musik lokal,” kata Usep saat dimintai tanggapan Senin (11/8/2025).

Ia menjelaskan, penentuan tarif sebaiknya mempertimbangkan tiga hal diantaranya dasar penetapan tarif, kemampuan bayar pelaku usaha, dan kondisi ekonomi lokal.

Dari sisi kontribusi ekonomi, penerimaan royalti di tingkat nasional cukup besar, namun untuk Lampung belum signifikan.

Meski begitu, kebijakan ini dapat mendorong musisi lokal lebih aktif merekam dan mendaftarkan karyanya, sehingga dapat meningkatkan perputaran ekonomi daerah serta memperkuat branding Lampung.

Agar kebijakan ini berjalan efektif tanpa memberatkan UMKM, Usep menyarankan pemerintah mengatur mekanisme penarikan dan distribusi royalti berdasarkan prinsip keadilan tarif, keterbukaan data, dan kemudahan proses.

“Metode perhitungan berbasis jumlah kursi atau luas bangunan memang mudah diterapkan, tapi tidak selalu adil. Model hybrid berbasis kursi atau luas ditambah omzet akan lebih proporsional, meskipun membutuhkan koordinasi dengan data pajak dan pendapatan usaha," jelasnya

Di Provinsi Lampung, dalam pernyataannya, Usep juga menyarankan perlunya penyesuaian berbasis omzet atau kategori usaha agar kepatuhan meningkat dan beban tidak timpang. (*)