• Selasa, 05 Agustus 2025

Butuh Kolaborasi Tekan Kemiskinan di Lampung

Selasa, 05 Agustus 2025 - 08.12 WIB
16

Kepala BPS Lampung, Ahmadriswan Nasution dan Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setprov Lampung, Mulyadi Irsan. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - BPS Pusat merilis bahwa Lampung menempati peringkat tujuh sebagai provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi secara nasional per Maret 2025. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung tercatat sebanyak 887.020 jiwa. Perlu kolaborasi lintas sektor untuk menekan angka kemiskinan secara berkelanjutan.

Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat menyebut, jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang atau 8,47%. Angka itu turun 1,37 juta orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Jumlah penduduk miskin itu tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan daerah tempat tinggal, jumlah penduduk miskin perkotaan pada Maret 2025 meningkat 0,22 juta orang dibandingkan September 2024, sedangkan di perdesaan turun 0,43 juta orang.

"Persentase kemiskinan di perkotaan naik dari 6,66% menjadi 6,73%. Sementara itu, di pedesaan turun dari 11,34% menjadi 11,03%," seperti dikutip dari laman resmi BPS, Senin (4/8/2025).

BPS menyebut, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Pada Maret 2025, garis kemiskinan tercatat sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan, naik 2,34% dibandingkan September 2024.

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) berupa makanan dan non makanan.

Sumber data utama yang dipakai adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Februari 2025. BPS Pusat juga merilis 10 provinsi dengan jumlah penduduk miskin paling banyak per Maret 2025.

Rinciannya, penduduk miskin terbanyak berada di Provinsi Jawa Timur sebanyak 3.875.880 orang, disusul Jawa Barat 3.654.740 orang, Jawa Tengah 3.366.690 orang, Sumatera Utara 1.140.250 orang dan Nusa Tenggara Timur sebanyak 1.088.780 orang.

Kemudian, Provinsi Sumatera Selatan memiliki penduduk miskin sebanyak 919.600 orang, Lampung 887.020 orang, Banten 772.780 orang, Aceh 704.690 orang dan Sulawesi Selatan sebanyak 698.130 orang.

Data BPS Lampung juga mencatat, penduduk miskin di Lampung per Maret 2025 berada pada angka 10,00 persen atau mengalami penurunan 0,62 persen pada September 2024.

Kepala BPS Lampung, Ahmadriswan Nasution, mengatakan jumlah penduduk miskin Lampung saat ini berada pada angka 887.020 orang.

"Jumlah penduduk miskin Lampung berkurang 52,3 ribu orang dari September 2024," kata Ahmadriswan dalam rilis resminya, Jumat (25/7/2025).

Meskipun terjadi penurunan, tingkat kemiskinan di Lampung masih terkonsentrasi di wilayah perdesaan yakni 74,16 persen atau sebanyak 657,85 ribu orang. Sedangkan di perkotaan sebesar 25,84 persen atau sebanyak 229,16 ribu orang.

"Capaian ini menunjukkan bahwa upaya pengurangan kemiskinan di wilayah pedesaan perlu mendapat perhatian dalam upaya percepatan pengurangan kemiskinan di Lampung," jelasnya.

Ahmadriswan memaparkan beberapa fenomena ekonomi yang melatarbelakangi penurunan tingkat kemiskinan antara September 2024 hingga Maret 2025, yakni inflasi secara year-on- year (y-on-y) mengalami penurunan dari 2,16 persen pada September 2024 menjadi 1,58 persen pada Maret 2025, atau terjadi penurunan sekitar 0,58 persen poin.

Kondisi ekonomi Lampung juga menunjukkan pertumbuhan impresif, dengan pertumbuhan ekonomi year-on-year Triwulan I 2025 mencapai 5,47 persen, diiringi pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,06 persen.

Sektor pertanian juga menunjukkan perbaikan, ditandai dengan kenaikan harga Gabah Kering Panen (GKP) sebesar 0,12 persen dan peningkatan produktivitas padi pada Maret 2025 sebesar 0,98 kw/ha dibandingkan September 2024.

Dari sisi ketenagakerjaan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2025 turun 0,12 persen dibandingkan Agustus 2024, mengindikasikan adanya perbaikan pada pasar tenaga kerja.

Pada Maret 2025, Garis Kemiskinan (GK) Provinsi Lampung tercatat sebesar Rp612.451 per kapita per bulan, meningkat 2,24 persen dibandingkan September 2024. GK didominasi oleh pengeluaran untuk kebutuhan makanan sebesar 74,76 persen, sementara sisanya 25,24 persen untuk non-makanan.

"Terlihat share kelompok makanan terhadap Garis Kemiskinan lebih besar dibandingkan bukan makanan. Bila dibandingkan dengan periode sebelumnya, komposisi makanan sedikit menurun dan ini bisa juga menunjukkan terjadi pergeseran dari konsumsi makanan dan non-makanan selama enam bulan berselang," terang Ahmadriswan.

Berdasarkan wilayah, Garis Kemiskinan perkotaan pada Maret 2025 adalah Rp659.660 (naik 0,61%) dan perdesaan Rp588.958 (naik 3,00%) dibandingkan September 2024.

"Jadi artinya garis kemiskinan di pedesaan lajunya lebih cepat dibanding dengan garis kemiskinan di perkotaan, sehingga ini bisa menjadi perhatian kita semua," ujarnya.

Pada Maret 2025, BPS juga mencatat porsi 40 persen penduduk berpenghasilan rendah mengalami peningkatan di perkotaan (21,86%) maupun perdesaan (23,79%).

"Hal ini menunjukkan pemerataan pendapatan lapisan bawah membaik. Sebaliknya, porsi pengeluaran kelompok 20 persen terkaya menurun, terutama di pedesaan. Penduduk kelas menengah juga mengalami peningkatan peran ekonomi,” katanya.

Sementara itu, Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setprov Lampung, Mulyadi Irsan, mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung akan terus mengintensifkan program penanggulangan kemiskinan dengan menyasar langsung akar persoalan di masyarakat.

Mulyadi mengatakan, Pemprov fokus menurunkan angka kemiskinan khususnya di kelompok masyarakat dengan tingkat kesejahteraan terendah, yakni desil 1 dan 2.

"Utamanya adalah bagaimana penguatan dan pengurangan beban bagi desil 1 dan 2. Kemudian pendampingan terhadap masyarakat. Intinya program yang ada di OPD Pemprov Lampung mengarah ke penurunan angka kemiskinan," kata Mulyadi, Senin (4/8/2025).

Menurut Mulyadi, penanganan kemiskinan di Provinsi Lampung dilakukan secara bertahap dan sistematis sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Pendekatan utama yang dilakukan adalah penguatan bagi masyarakat miskin serta pengurangan beban hidup melalui berbagai program yang tersebar di Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

"Kemiskinan itu pada dasarnya adalah ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses kebutuhan dasar. Maka yang kami benahi adalah akar masalahnya, mulai dari akses pendidikan, kesehatan, hingga pendapatan," jelasnya.

Ia melanjutkan, intervensi bagi kelompok desil 1 dan 2 dilakukan melalui berbagai program pemberdayaan, bantuan sosial yang tepat sasaran, serta pendampingan berkelanjutan agar mereka mampu mandiri secara ekonomi.

Terkait kemiskinan di wilayah perkotaan, Mulyadi menyoroti isu utama yang menjadi penyebabnya yaitu minimnya lapangan pekerjaan.

"Tren angka pengangguran terbuka secara makro memang lebih tinggi di kota-kota besar. Namun, bukan berarti kabupaten tidak terdampak. Karena itu, kami dorong inklusivitas agar pertumbuhan ekonomi juga dirasakan oleh semua lapisan masyarakat," katanya. (*)

Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Selasa 05 Agustus 2025 dengan judul "Butuh Kolaborasi Tekan Kemiskinan di Lampung”