• Senin, 04 Agustus 2025

Lampung Urutan 7 Provinsi Termiskin, Pengamat: Akibat Ketimpangan Lapangan Kerja dan SDM Tak Sesuai Potensi

Senin, 04 Agustus 2025 - 13.10 WIB
23

Pengamat sosial dari Universitas Lampung (Unila), Arif Sugiono. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Provinsi Lampung kembali masuk dalam daftar sepuluh besar provinsi termiskin di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025, Lampung menempati peringkat ke-7 nasional dengan persentase penduduk miskin yang masih tinggi.

Menanggapi hal tersebut, pengamat sosial dari Universitas Lampung (Unila), Arif Sugiono, menyebut bahwa persoalan kemiskinan di Lampung sebenarnya bukan hal baru.

Menurutnya, kondisi ini telah berlangsung lama dan tidak menunjukkan perbaikan yang berarti dalam lima tahun terakhir.

"Kita mendapatkan bahwa tingkat kemiskinan di Lampung itu masih tinggi. Itu sebenarnya memang sudah data lama, tidak ada pergerakan yang signifikan selama tiga sampai lima tahun ke belakang,” ujar Arif saat dimintai tanggapan melalui WhatsApp, Senin (4/8/2025).

Ia menjelaskan, salah satu penyebab utama stagnasi tersebut adalah tidak berimbangnya antara ketersediaan lapangan pekerjaan dengan jumlah pencari kerja. Banyak masyarakat masih kesulitan mendapatkan pekerjaan karena daya tampung sektor formal yang terbatas.

Selain itu, Arif menyoroti ketidaksesuaian antara jenis lapangan kerja yang tersedia dengan potensi unggulan daerah.

Ia mencontohkan, meskipun Lampung dikenal sebagai provinsi agraris, namun sumber daya manusianya belum sepenuhnya mendukung sektor pertanian. Akibatnya, sektor unggulan ini tidak berkembang optimal dalam menyerap tenaga kerja lokal.

Faktor lain yang turut memperburuk situasi adalah rendahnya upah minimum kabupaten dan kota yang belum sejalan dengan kebutuhan hidup layak masyarakat.

Ia juga menilai, pendapatan masyarakat di banyak wilayah di Lampung masih jauh di bawah garis yang memungkinkan untuk hidup sejahtera.

"Artinya, jika tiga hal itu bisa diakselerasi dan dicarikan solusinya, insyaallah akan berdampak positif terhadap angka kemiskinan di Lampung,” katanya.

Terkait program bantuan sosial, Arif mengapresiasi upaya pemerintah yang dinilainya cukup kreatif. Namun, ia mengingatkan bahwa efektivitas bantuan harus terus dievaluasi. Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan bantuan tidak hanya berhenti pada aspek konsumtif, tetapi benar-benar berdampak pada pengentasan kemiskinan.

"Apakah bantuan itu tepat sasaran? Jangan-jangan hanya habis untuk hal-hal yang tidak produktif. Maka dari itu, perbaikan data secara nasional menjadi penting dan memerlukan sinergi antara pemerintah desa sampai pusat agar data benar-benar valid,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya pelatihan kerja yang selaras dengan kebutuhan pasar tenaga kerja lokal. Menurutnya, banyak pelatihan yang dilakukan tidak relevan dengan kondisi dan kebutuhan di Lampung, sehingga hasilnya tidak dapat diserap secara maksimal oleh industri atau sektor ekonomi yang ada.

Lebih jauh, Arif mendorong pemerintah untuk mulai mempertimbangkan strategi penyiapan tenaga kerja migran ke luar negeri.

Ia melihat peluang besar di beberapa negara yang mengalami fenomena penurunan jumlah penduduk usia produktif dan membutuhkan tenaga kerja asing.

"Di satu sisi, mungkin di Indonesia kelebihan tenaga kerja, tetapi lapangan kerja terbatas. Sementara di luar negeri, terutama negara-negara dengan aging population, justru kekurangan tenaga kerja. Ini bisa menjadi peluang jika pemerintah mampu menyiapkan skema dan pelatihan yang tepat,” pungkasnya. (*)