• Minggu, 27 Juli 2025

Pelajaran dari Masa Lalu: Tiga Sekda Pringsewu dan Kontroversi di Akhir Jabatan, Oleh: Tutor Manalu

Sabtu, 26 Juli 2025 - 13.41 WIB
155

Tutor Manalu Wartawan Kupas Tuntas di Kabupaten Pringsewu. Foto: Manalu/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Pringsewu Proses seleksi terbuka (selter) untuk Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pringsewu kini memasuki tahap uji kompetensi manajerial dan sosial kultural oleh tim asesor.

Dari delapan peserta yang mendaftar, kini tersisa enam kandidat yang bersaing untuk menduduki posisi strategis tertinggi dalam birokrasi pemerintahan Kabupaten Pringsewu, yang dikenal dengan julukan Bumi Jejama Secancanan. Jika sesuai jadwal, hasil akhir seleksi ini akan diumumkan pada 20 Agustus 2025.

Publik Pringsewu tentu menanti dengan penuh harap, siapa sosok yang akan mengisi kursi panas Sekda, mengingat jabatan ini tak hanya memegang peran administratif, tetapi juga menjadi motor penggerak seluruh sistem birokrasi di daerah.

Namun di tengah proses seleksi ini, ada catatan penting dari masa lalu yang patut dijadikan bahan evaluasi bersama: tiga Sekda definitif sebelumnya meninggalkan jejak kontroversial di akhir masa jabatannya.

1. Idrus Effendi (Sekda 2011–2015): Nyaris Tempuh Jalur Hukum

Idrus Effendi, Sekda Pringsewu pertama setelah pemekaran, sempat mencuat ke publik lantaran menyatakan keberatannya atas pencopotan dirinya oleh Bupati Sujadi saat itu karena merasa tidak diberi kejelasan atas alasan pencopotannya. Idrus dicopot dengan dalih sudah berbuat banyak untuk Kabupaten Pringsewu khususnya saat pemilihan kepala daerah (pilkada) waktu itu. 

Ia bahkan sempat mengancam akan menggugat melalui jalur hukum bila ditemukan celah legal untuk memperjuangkan posisinya. Meski pada akhirnya tidak menempuh langkah hukum, pernyataannya sempat menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

2. Budiman PM (Sekda 2015–2020): Enggan Lepas Jabatan

Nama Budiman PM menjadi sorotan publik menjelang akhir masa jabatannya. Meski telah keluar surat keputusan (SK) penggantian Sekda dan ia secara administratif sudah dipindah ke Pemprov Lampung, Budiman masih terlihat beraktivitas di Kantor Setdakab Pringsewu.

Kesan bahwa ia "enggan meninggalkan jabatan" sempat menjadi perbincangan hangat. Akhirnya, pada 16 Juni 2020, Budiman secara resmi menyampaikan pamit dari tugasnya di Pringsewu.

3. Heri Iswahyudi (Sekda 2020–2025): Tersandung Kasus Hukum

Heri Iswahyudi dikenal sebagai figur vokal dan kritis selama menjabat Sekda. Namun, masa jabatannya harus terhenti lebih awal setelah ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah LPTQ tahun 2023 dan kini sedang menjalani proses hukum di Kejari Pringsewu.

Menariknya, jauh sebelum kasus LPTQ mencuat, Heri juga pernah secara terbuka menyoroti dugaan praktik mafia pupuk di Kabupaten Pringsewu pada tahun 2021. Ia bahkan mengungkapkan pernah dihubungi oleh oknum pejabat kejaksaan yang terkesan ingin "mengondisikan" perkara tersebut.

Heri juga mempertanyakan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam kasus pupuk, padahal, menurutnya, lebih dari 600 orang saksi telah diperiksa. Pernyataan ini menimbulkan pro-kontra luas di tengah masyarakat. Tak sedikit yang beranggapan bahwa penetapan Heri sebagai tersangka diduga merupakan "balasan politik" akibat sikap kritisnya.

Perjalanan tiga Sekda sebelumnya menyisakan pelajaran penting. Jabatan Sekretaris Daerah bukan sekadar posisi birokratis, melainkan amanat besar dari masyarakat. Sekda adalah pengendali utama mesin pemerintahan, penyeimbang birokrasi, dan penopang pelayanan publik.

Masyarakat Pringsewu berharap, siapapun yang nantinya terpilih menjadi Sekda, harus memiliki integritas, ketegasan, serta kemampuan menjaga netralitas dari pengaruh kepentingan tertentu.

Jangan sampai Sekda berikutnya hanya menjadi "stuntman birokrasi" — yang hanya menjadi boneka, mudah diatur, dan tak berdaya menghadapi tekanan politik maupun permainan elit.

Sekda ideal adalah mereka yang mampu berdiri tegak, memimpin dengan bijak, serta menjunjung tinggi kepentingan rakyat di atas segalanya. (*)