Pengamat: Pengawasan Ketat dan SDM Handal Kunci Sukses Koperasi Merah Putih

Pengamat ekonomi Universitas Lampung (Unila), Usep Syaifudin. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pengamat ekonomi Universitas Lampung (Unila), Usep Syaifudin, menekankan bahwa keberhasilan program Koperasi Merah Putih sangat bergantung pada kesiapan sumber daya manusia (SDM) dan sistem tata kelola yang transparan dan inklusif.
Menurutnya, SDM koperasi tidak boleh dibentuk secara asal-asalan. "Harus disiapkan SDM yang handal dan cakap untuk mengelola koperasi. Ini mencakup proses rekrutmen, pelatihan, dan pendampingan secara menyeluruh sampai mereka benar-benar siap menjalankan koperasi,” ujarnya, Jumat (25/7/2025).
Untuk itu, ia menyarankan agar pelaksanaan program ini menggandeng pihak eksternal seperti perguruan tinggi.
Risiko gagal bayar juga menjadi sorotan serius. Usep menilai penting adanya mekanisme pemberian pinjaman yang ketat serta penerapan prinsip manajemen risiko yang baik.
"Pemberian pinjaman harus selektif dan berdasarkan prinsip kehati-hatian. Harus ada sistem saling kontrol antar anggota. Bila ada anggota yang macet, ia harus menerima sanksi karena bisa menghambat akses pinjaman bagi yang lain,” tambahnya.
Namun, Usep menyoroti aspek yang lebih mendasar, potensi ketimpangan sosial dan eksklusivitas koperasi, terutama ketika sumber dana berasal dari publik, sementara manfaatnya hanya dirasakan oleh anggota koperasi.
"Kita sedang menyaksikan lahirnya lembaga yang secara prinsip tertutup, tapi dananya dari sumber yang sangat terbuka uang negara. Kalau koperasi hanya melayani anggotanya, berarti hanya sebagian kecil yang mendapat manfaat. Ini berpotensi merusak rasa keadilan sosial,” tegasnya.
Ia mengingatkan, situasi semacam ini bisa membuka ruang eksklusivitas, terutama di desa. Kelompok tertentu bisa saja menikmati akses modal, pelatihan, dan koneksi pasar, sedangkan masyarakat lain hanya menjadi penonton.
Masalah transparansi juga menjadi perhatian utama. Koperasi hanya diwajibkan menyampaikan laporan keuangan melalui Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang bersifat internal.
"Belum ada mekanisme yang menjamin keterbukaan informasi kepada seluruh warga, padahal dana koperasi bersumber dari publik. Pemerintah desa pun tidak memiliki kewenangan mengawasi karena koperasi bukan bagian dari pemerintah atau BUMDes,” paparnya.
Menurutnya, hal ini ibarat 'membangun jembatan yang setengahnya hilang' karena dana publik digunakan, namun tidak ada kejelasan pertanggungjawaban ke masyarakat luas.
Oleh karena itu, Usep mendorong evaluasi menyeluruh dari negara. Ia mengusulkan dua jalur akuntabilitas: pertama, RAT yang benar-benar terbuka dan partisipatif untuk anggota; kedua, laporan keuangan yang juga bisa diakses oleh warga non-anggota sebagai bentuk hak mereka sebagai pembayar pajak.
Lebih jauh, ia mengusulkan model koperasi yang lebih inklusif, di mana semua warga desa menjadi anggota pasif secara otomatis.
"Yang aktif tetap mengelola, tapi hasilnya harus dibagikan kembali ke komunitas secara adil dan transparan,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa dana publik sebaiknya tidak langsung disalurkan sebagai modal kerja ke individu, melainkan diarahkan ke kebutuhan umum seperti pembangunan infrastruktur koperasi, pelatihan bersama, dan penguatan sistem informasi desa.
"Yang paling penting, pembentukan koperasi harus dimulai dari musyawarah desa. Harus terbuka, jelas siapa mendapatkan apa, siapa yang mengawasi, dan bagaimana semua bisa dipantau bersama. Koperasi yang baik bukan hanya soal pembukuan, tapi soal menumbuhkan rasa keadilan bersama," pungkasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Stadion Sumpah Pemuda Lolos Penilaian, Peluncuran Bhayangkara Presisi Lampung FC Berlangsung 28 Juli 2025
Sabtu, 26 Juli 2025 -
Aditya Gumantan Resmi Sandang Gelar Doktor, Kiprah Sang Dosen Pendidikan Olahraga yang Konsisten Mengabdi Lewat Ilmu
Sabtu, 26 Juli 2025 -
Dosen Tetap FTIK Universitas Teknokrat Indonesia Raih Gelar Doktor dari UGM
Jumat, 25 Juli 2025 -
Pimpinan BUMD di Way Kanan Jadi Tersangka Korupsi Dana Penyertaan Modal Rp661 Juta
Jumat, 25 Juli 2025