Ketika Bakwan Jadi Umpan Perkosaan dan Pembunuhan

Maryanto alias Haryanto, pelaku pemerkosaan dan pembunuhan terhadap gadis 10 Tahun di Tulang Bawang, Lampung. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Tulang Bawang - Malam itu, langit Tulang Bawang mendung, seperti menyembunyikan luka yang baru saja terbuka lebar.
Di sebuah kamar mes kayu sederhana milik perusahaan perkebunan di Kecamatan Gedung Meneng, tubuh mungil RAZ, bocah perempuan berusia 10 tahun, ditemukan tak bernyawa.
Tubuhnya tergeletak di lantai kamar, tanpa sehelai kain yang menutupi, dengan mulut mengeluarkan busa.
Yang tak pernah bisa dimengerti oleh siapapun yang mendengar kabar ini adalah, bagaimana semua itu bisa terjadi hanya karena satu potong bakwan.
RAZ adalah anak yang dikenal ceria di kampungnya. Ia suka bermain lompat tali dan menggambar.
Sehari-hari, ia membantu ibunya menyapu halaman rumah dan kadang ikut mengantar makanan ke kebun tempat sang ayah bekerja.
Namun pada Minggu sore, 22 Juni 2025, RAZ tidak pulang ke rumah. Beberapa saksi mengatakan ia terlihat mengikuti seorang pria yang menjanjikan makanan ringan.
"Katanya ditawari bakwan,” ucap salah satu warga yang sempat melihatnya terakhir kali.
Tak ada yang menyangka, langkah kecil RAZ sore itu menuju sebuah mes tua akan menjadi langkah terakhir dalam hidupnya.
Pelaku, bernama Maryanto alias Haryanto, baru bekerja di kebun tempat kejadian selama seminggu. Tak membawa identitas, tak membawa pakaian, hanya niat tersembunyi yang kemudian menjelma menjadi mimpi buruk.
Dari pengakuan yang digali aparat kepolisian, pelaku memancing korban dengan dalih memberikan makanan.
Hanya bakwan gorengan yang biasa dijual seribuan yang menjadi umpan kejahatan keji pemerkosaan dan pembunuhan.
Setelah menghabisi nyawa RAZ, Haryanto berusaha menghilangkan jejak dengan cara yang menyedihkan dan sinis, ia meninggalkan kompor menyala dengan panci gosong, berharap api akan melahap seluruh mes dan membakar jasad sang anak. Namun rencana jahat itu gagal. Tabung gas sudah habis.
Panci gosong itu kini menjadi saksi bisu kebiadaban yang tak bisa ditebus oleh apapun.
Penangkapan Haryanto terjadi sebulan kemudian, di Kabupaten Mesuji. Ia berusaha menyamar sebagai buruh kebun, berkeliling dari satu tempat ke tempat lain.
Ia bahkan tak membawa apapun, hanya niat untuk terus melarikan diri dari dosa.
Informasi dari warga yang mengenali wajahnya dari media sosial menjadi titik terang. Polisi menyamar sebagai analis kebun agar bisa menangkap pelaku tanpa perlawanan.
Saat hendak melarikan diri, Haryanto ditembak di kedua kakinya, tindakan tegas yang mungkin masih terasa lunak jika dibandingkan dengan rasa sakit yang ditinggalkannya pada keluarga RAZ.
Kematian RAZ meninggalkan lubang menganga di hati keluarganya. Ibunya masih duduk terdiam setiap malam di sudut rumah, berharap itu semua hanya mimpi buruk.
Ayahnya berhenti bekerja di kebun, tak sanggup lagi menginjakkan kaki di tempat yang mengingatkannya pada anak gadis kecil yang pernah memeluknya sambil berkata ingin jadi guru.
Kejadian ini bukan sekadar tentang seorang anak dan seorang pria bejat. Ini tentang bagaimana masyarakat, sistem, dan lingkungan kita masih terlalu sering abai.
Bagaimana sesuatu yang tampak remeh seperti bakwan, bisa menjadi pintu masuk kehancuran karena lemahnya perlindungan terhadap anak.
RAZ tidak hanya menjadi korban kekerasan, tetapi korban dari kelalaian kolektif.
Kini, yang tersisa hanya kenangan. Goresan gambar di dinding rumah, baju sekolah yang tak pernah dikenakan lagi dan satu pertanyaan yang terus bergema, Berapa harga nyawa seorang anak? Seberapa murah hingga bisa dibarter dengan sepotong bakwan? (*)
Berita Lainnya
-
Dosen Tetap FTIK Universitas Teknokrat Indonesia Raih Gelar Doktor dari UGM
Jumat, 25 Juli 2025 -
Pimpinan BUMD di Way Kanan Jadi Tersangka Korupsi Dana Penyertaan Modal Rp661 Juta
Jumat, 25 Juli 2025 -
Seluruh Koperasi Merah Putih di Lampung Sudah Berbadan Hukum, Bisa Ajukan Pinjaman Hingga Rp3 Miliar
Jumat, 25 Juli 2025 -
Reses di Way Kandis, Kostiana Siap Tindaklanjuti Keluhan Warga Soal Jalan Rusak dan Banjir
Jumat, 25 Juli 2025