• Rabu, 23 Juli 2025

160 Aset Tanah Pemprov Lampung Belum Bersertifikat, 27 Bidang Dikuasai Masyarakat

Rabu, 23 Juli 2025 - 14.18 WIB
31

Kasi Pengamanan Aset Daerah pada UPTD Pemanfaatan Pemeliharaan dan Pengamanan (P3) Aset Daerah BPKAD Provinsi Lampung, Yolli Maristo, saat dimintai keterangan, Rabu (23/7/2025). Foto: Ria/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Lampung mencatat sebanyak 160 aset tanah milik Pemprov Lampung hingga saat ini belum memiliki sertifikat.

Kasi Pengamanan Aset Daerah pada UPTD Pemanfaatan Pemeliharaan dan Pengamanan (P3) Aset Daerah BPKAD Provinsi Lampung, Yolli Maristo, mengatakan jika total aset tanah milik Pemprov Lampung sebanyak 1.128 bidang.

"Total aset tanah Pemprov Lampung ada 1.128 bidang yang sudah tersertifkat ada 968 bidang per 15 Juli 2025. Sementara aset yang belum bersertifikat ada 160 bidang," kata Yolli, saat dimintai keterangan, Rabu (23/7/2025).

Ia mengatakan jika pada tahun 2025 ini pihaknya menargetkan sebanyak 51 bidang tanah yang tersebar di kurang lebih 10 organisasi perangkat daerah (OPD) akan diterbitkan sertifikat nya.

"Sesuai pertemuan kami dengan KPK melalui zoom meeting pada 30 Juni, untuk target 2025 ini kami akan melakukan proses percepatan sertifikat sebanyak 51 bidang yang ada di hampir 10 OPD. Jadi tidak semuanya ada di BPKAD tapi menyebar di beberapa OPD," jelasnya.

Yolli juga mengatakan jika terdapat 37 bidang tanah yang mengalami masalah. Dari 37 bidang tersebut terdapat 12 bidang yang sudah bersertifikat dan 25 bidang belum bersertifikat. 

"Aset bermasalah itu ada 37 dan ini masalahnya bermacam-macam penyebab nya. Secara umum ada yang tumpang tindih. Dari 37 bidang ini 12 sudah bersertifikat 25 belum bersertifikat," kata dia.

Ia merincikan dari 37 bidang tanah yang bermasalah tersebut terdapat 27 bidang tanah yang dikuasai oleh masyarakat, 2 bidang tanah tumpang tindih sertifikat, 2 bidang terindikasi kena pelebaran jalan, 2 bidang terindikasi dobel pencatatan, 3 bidang tidak diketahui lokasi keberadaan dan 1 bidang kesalahan pencatatan.

"Yang dikuasai masyarakat ini menyebar yang pasti salah satunya di Sabah Balau, makanya kemarin ada penertiban karena itu aset provinsi dan bukan berdasarkan hasil dari pengadilan karena kalau pengadilan produk nya eksekusi dan ini kami akan melakukan penertiban kedua," terangnya.

Yolli mengungkapkan jika penerbitan sertifikat harus melalui beberapa proses. Selain itu aset tanah yang belum bersertifikat tersebut juga mengalami permasalahan masing-masing.

"Dari 160 itu ada beberapa hal yang kita tidak bisa samakan penyebab nya. Pertama bisa jadi ganti nama karena dulu kita dapat juga dari kementerian dan ini harus dibalik nama ke provinsi ada juga hibah dari kabupaten/kota yang juga harus dibalik nama," lanjutnya.

Selain itu, Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga harus melihat runutan dan sejarah perolehan tanah sebelum akhirnya ditebitkan sertifikat nya.

"BPN juga harus melihat runutan dan sejarah perolehan tanah ini. Kalau diperoleh dari hibah maka harus dicari ahli warisnya jadi sejarah riwayat tanah itu yang harus dicari. Dan yang kita kerjakan sekarang adalah yang K1 atau clear," pungkasnya. (*)