• Minggu, 20 Juli 2025

‎Bawaslu Sebut Putusan MK dapat Pengaruhi Arah Desain Demokrasi Elektoral

Minggu, 20 Juli 2025 - 12.16 WIB
21

Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Puadi. Foto: Ist.

‎Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Puadi menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang belum lama ini dikeluarkan, dapat memengaruhi arah desain demokrasi elektoral Indonesia.

‎Dalam rentang 2023 hingga 2025, terdapat tiga putusan terkait pemilu yang telah diterbitkan MK yaitu Putusan No. 114/PUU-XX/2022 tentang sistem pemilu proporsional terbuka, Putusan No. 135/PUU-XXII/2024 tentang keserentakan pilpres, pileg, dan pilkada, terakhir Putusan No. 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 diskualifikasi kolektif di Barito Utara.

‎Di satu sisi, Puadi juga melihat putusan-putusan tersebut dapat memberikan implikasi demokratis. Di sisi lain, hal-hal tersebut sarat akan catatan yang perlu diperhatikan. Seperti Putusan 114 yang mana MK menolak gugatan agar sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup.

‎Puadi melihat putusan ini memiliki implikasi demokratis yang menegaskan prinsip partisipasi langsung rakyat dalam memilih wakilnya juga memperkuat keterhubungan antara wakil rakyat dan konstituen.

‎“Sistem terbuka juga menuntut penguatan pengawasan, etika kampanye, dan transparansi dana politik. Selain itu, sistem ini rawan politik uang dan kompetisi tidak sehat di internal partai,” kata Puadi dikutip dari website Bawaslu RI, pada Minggu (20/7/2025).

‎Kemudian Putusan MK 135 yang menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu dan pilkada secara tidak serentak penuh bertentangan dengan asas keserentakan dalam Pasal 22E UUD 1945.

Puadi mengatakan, putusan tersebut tentu akan mengubah ulang tahapan pemilu dan pilkada serta penyesuaian UU Pemilu dan UU Pilkada serta kesiapan teknis penyelenggara.

‎“Yang jadi pertanyaannya, apakah penyelenggara mampu menghadapi beban logistik, anggaran, dan SDM bila tahapan benar-benar tidak diserentakkan? Perubahan tahapan pemilu tentu akan berdampak signifikan terhadap kesiapan logistik, anggaran, dan SDM penyelenggara, termasuk potensi tantangan dalam menjaga netralitas ASN. Bawaslu akan mengkaji dan menyesuaikan strategi pengawasan agar tetap efektif dalam konteks perubahan ini,” ujar Puadi.

‎Terakhir, Putusan MK 313 yang mendiskualifikasi seluruh pasangan calon dalam PSU Barito Utara, Puadi melihat putusan ini merupakan terobosan baru dari MK dalam menegakkan integritas pemilihan.

‎“Hal ini membuka preseden penting dalam konteks pertanggungjawaban kolektif dalam praktik kecurangan juga memberikan pesan kuat bahwa pelanggaran serius tidak hanya berdampak pada individu, tetapi seluruh kontestasi,” tegasnya.

‎Terhadap tiga putusan tersebut, Puadi berharap penyelenggara dapat dengan sigap melakukan penyesuaian tahapan, tata waktu pemilu, penguatan kelembagaan, dan pendidikan pemilih serta literasi demokrasi.

‎Dari sisi partai politik, dia berharap adanya kaderisasi yang kuat terutama dalam sistem terbuka. Menurutnya partai harus mendidik, bukan sekedar merekrut.

‎Dia menambahkan, transformasi sistem pemilu bukan hanya perubahan teknis, tetapi harus dimaknai sebagai ikhtiar menuju demokrasi elektoral yang berintegritas.

‎Menurut Puadi, putusan MK menjadi capaian penting yang perlu diikuti dengan kebijakan legislatif dan penguatan institusi.

‎“Selain itu, demokrasi yang baik membutuhkan regulasi yang adil, pengawasan yang kuat, dan rakyat yang melek demokrasi. Putusan MK tidak hanya menafsirkan hukum, tetapi sedang menulis ulang cara kita berdemokrasi,” pungkasnya. (*)