• Kamis, 03 Juli 2025

Buaya Sang Predator Ganas Penghuni Sungai Terbesar di Tanggamus Diburu

Kamis, 03 Juli 2025 - 11.06 WIB
72

Tim BKSDA didampingi kepala Pekon dan warga saat meninjau Way Semaka sebelum melakukan upaya menangkap buaya yang menjadi momok. Foto: Sayuti/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Tanggamus - Way Semaka, sungai terpanjang dan terbesar di Kabupaten Tanggamus, yang mengalir membelah Kecamatan Bandar Negeri Semuong, Wonosobo, dan Semaka, selama ini dikenal sebagai urat nadi kehidupan. Namun, ketenangan sungai itu telah lama terusik. Di balik riaknya yang damai, mengendap ancaman buaya muara (Crocodylus porosus), predator ganas yang kini menjadi musuh bersama warga Tanggamus.

Pada Senin (30/6/2025), duka kembali menyelimuti Pekon Sripurnomo. Wasim (80), seorang kakek yang dikenal ramah, ditemukan tak bernyawa di pinggiran Way Semaka. Ia menjadi korban terbaru dari serangkaian serangan buaya yang telah terjadi sejak tahun lalu. Serangannya cepat dan mematikan. Tubuh Wasim sempat diseret ke dalam air sejauh 200 meter sebelum ditemukan warga.

Kabar kematian Wasim segera menggugah gerak cepat Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Lampung. Tiga personel diturunkan ke lokasi: Yuliar sebagai koordinator lapangan, bersama Akbar dan Muhammad Doni. Mereka membawa jerat kolong, tali-temali, dan umpan hidup berupa ayam serta bebek.

“Jika tali-temali cukup, akan kami pasang tiga perangkap di titik-titik kemunculan buaya. Metode ini pernah berhasil kami gunakan tahun lalu,” ujar Yuliar saat meninjau lokasi pada Rabu (2/7/2025).

BACA JUGA: Serangan Buaya Kembali Terjadi di Tanggamus, Warga Desak Pemerintah Ambil Tindakan

Serangan buaya di Way Semaka bukan cerita baru. Pada 13 Mei 2025, Maryati (45), warga Dusun Sukadamai, Pekon Sripurnomo, diserang saat mandi di sungai tak jauh dari rumahnya. Seekor buaya menyergap tiba-tiba dari dalam air, menerkam kakinya hingga mengalami patah tulang dan luka parah.

Jeritannya menggema di antara dinding-dinding dusun. Warga berlari menolong, berhasil menarik tubuh Maryati dari rahang sang predator. Ia selamat, namun hingga kini masih menjalani pemulihan trauma dan luka yang belum pulih sepenuhnya.

Setahun sebelum Maryati dan Wasim diserang, Way Semaka sudah menelan korban jiwa. Pada 24 Juni 2024, Painah (51) dan Ngatini (58), dua tetangga yang tinggal di RT 004 RW 002 Pekon Sripurnomo, diserang buaya secara bersamaan. Painah tewas mengenaskan, jenazahnya baru ditemukan keesokan harinya. Ngatini selamat, namun mengalami luka gigitan di bagian punggung.

Tak lama kemudian, pada 27 Juni 2024, tim BKSDA berhasil menangkap seekor buaya muara sepanjang 2,95 meter dengan lebar tubuh 45 cm. Buaya itu terjerat dalam perangkap kolong dan langsung dievakuasi ke Pusat Penyelamatan Satwa SKW III Lampung BKSDA Bengkulu, di Rajabasa, Bandar Lampung.

“Buaya ini punya gigi taring bagian atas yang patah. Artinya, sudah sering berkonflik atau terluka,” ujar Joko Susilo, Kepala SKW III Lampung.

Dulu, Way Semaka menjadi tempat berkumpul, ibu-ibu mencuci pakaian, anak-anak berenang sambil tertawa, dan bapak-bapak memancing sambil berbagi cerita. Namun kini, senyap menyelimuti. Tak ada lagi tawa atau ceburan air, yang tersisa hanyalah ketakutan.

“Anak-anak sekarang dilarang ke sungai. Airnya tenang, tapi kami tahu ada bahaya di dalamnya,” kata Juwariyah, warga Pekon Sripurnomo.

Tim BKSDA pun mengingatkan, konflik manusia dan buaya bukan semata karena buaya menjadi lebih ganas, tetapi karena alam yang semakin rusak, habitat mereka menyempit, dan pakan di hutan menghilang.

“Buaya ini tidak datang untuk berburu manusia. Mereka datang karena dipaksa oleh keadaan,” ujar Yuliar.

Berikut ini daftar korban buaya di Sungai Way Semaka:

  1. Painah   (51)        24–25 Juni 2024         Pekon Sripurnomo      Meninggal dunia
  2. Ngatini  (58)        24 Juni 2024               Pekon Sripurnomo      Luka-luka
  3. Maryati (45)        13 Mei 2025                Dusun Sukadamai, Sripurnomo  Luka parah, patah kaki
  4. Wasim   (80)        30 Juni 2025                Pekon Sripurnomo      Meninggal dunia

Way Semaka kini menjadi simbol konflik antara alam yang terus terdesak dan manusia yang kian mendekat ke habitat satwa liar.

Perangkap-perangkap yang kini dipasang oleh tim BKSDA bukan sekadar alat penangkap predator, tetapi juga cermin atas ketidakseimbangan yang kita ciptakan sendiri.

Jika kita tak segera menyelamatkan alam, maka mungkin akan datang hari di mana Way Semaka tak lagi hanya mengalirkan air, tapi juga air mata. (*)