• Sabtu, 28 Juni 2025

Melihat Tradisi Lestari di Tengah Ancaman Krisis Air di Tanggamus

Sabtu, 28 Juni 2025 - 12.44 WIB
18

Ratusan warga dari Pekon Talang Rejo dan Tanjung Anom saat menggelar doa bersama dan selamatan di sumber mata air Amus, Sabtu (28/6/2025). Foto: Sayuti/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Tanggamus - Ratusan warga dari Pekon Talang Rejo dan Tanjung Anom, Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus, bersatu menggelar doa bersama dan selamatan di sumber mata air Amus, Sabtu (28/6/2025).

Tradisi yang digelar setiap 1 Suro dalam kalender Jawa ini merupakan bentuk syukur atas limpahan berkah air bersih dan komitmen menjaga kelestarian alam.

Sumber mata air Amus, yang berada di kaki Gunung Tanggamus dan menjadi perbatasan dua pekon, selama ini menjadi tumpuan utama kebutuhan air bersih dan irigasi pertanian warga.

Debitnya yang jernih dan melimpah telah menghidupi masyarakat selama berpuluh-puluh tahun. Namun, kini keberadaannya mulai terancam oleh deforestasi, seperti penggundulan hutan dan perubahan iklim.

Selamatan berlangsung dengan khidmat dan semangat kebersamaan. Setiap kepala keluarga membawa bancaan atau okok (berkat) sebagai lambang rasa syukur. Sehari sebelumnya, warga bergotong royong membersihkan jalur dan kawasan sekitar sumber air dari rerumputan dan semak liar.

Acara ini turut dihadiri oleh Kepala Pekon Talang Rejo, Helmi; Kepala Pekon Tanjung Anom, Sumardi; Ketua Paku Banten Tanggamus, Mas Anom; serta para tokoh masyarakat, agama, pemuda, dan aparatur pekon setempat.

"Selamatan ini bukan sekadar tradisi. Ini adalah bentuk kepedulian kita terhadap keberlangsungan hidup. Air adalah nyawa. Kita wajib menjaganya untuk generasi sekarang dan yang akan datang,” ujar Sumardi, Kepala Pekon Tanjung Anom.

Ia mengingatkan bahwa saat ini debit air dari sumber Amus mulai menurun. Ini menjadi sinyal peringatan bahwa masyarakat harus lebih peduli terhadap lingkungan, terutama di sekitar kawasan resapan air.

"Air bukan hanya kebutuhan kita hari ini, tetapi juga warisan untuk anak cucu. Kalau kita lalai, maka bukan hanya kekeringan yang akan datang, tapi juga kerusakan ekosistem yang lebih luas,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Pekon Talang Rejo, Helmi, juga menegaskan pentingnya merawat sumber mata air sebagai bagian dari tanggung jawab bersama terhadap lingkungan.

"Sumber air ini adalah titipan Tuhan. Kalau kita tidak menjaga, maka bisa menjadi sumber bencana. Jangan tebang pohon sembarangan. Jangan kotori lingkungan. Mari rawat bersama agar kelestariannya tetap terjaga,” ungkapnya.

Helmi juga mengajak generasi muda untuk terlibat aktif dalam menjaga alam. Ia berharap tradisi ini tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga bentuk edukasi ekologis yang hidup dan relevan.

Sumber mata air Amus diketahui memiliki peran vital dalam kehidupan warga dua pekon. Namun, ancaman terhadap keberlanjutannya semakin nyata akibat tekanan lingkungan. Deforestasi di sekitar kawasan pegunungan mengurangi daya serap air hujan, sementara cuaca ekstrem memperburuk fluktuasi debit air.

Melalui kegiatan selamatan ini, warga tidak hanya bersyukur, tetapi juga menyampaikan pesan kuat bahwa pelestarian air adalah urusan semua orang. Tradisi ini menjadi bentuk kearifan lokal yang menyatukan budaya, spiritualitas, dan tanggung jawab ekologis dalam satu ikhtiar bersama.

"Selamatan ini adalah bentuk harmoni antara manusia dan alam. Kita tidak hanya menerima, tetapi juga harus menjaga dan merawat,” tutup Sumardi. (*)