• Rabu, 25 Juni 2025

Festival Krakatau 2025 Dinilai Kehilangan Esensi, Astindo Lampung Soroti Minimnya Daya Tarik Wisata

Rabu, 25 Juni 2025 - 14.56 WIB
54

Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Lampung, Adi Susanto. Foto: Ist.

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Lampung, Adi Susanto, menyampaikan kritik tajam terhadap pelaksanaan Festival Krakatau ke-34 Tahun 2025 yang digelar Pemerintah Provinsi Lampung.

Festival Krakatau tahun ini dijadwalkan berlangsung pada 1–6 Juli 2025. Namun, ketiadaan tur ke Gunung Anak Krakatau serta minimnya tampilan budaya khas Lampung membuat agenda tahunan ini dinilai belum berdampak signifikan terhadap kunjungan wisata.

Menurutnya, festival yang seharusnya menjadi magnet wisata nasional bahkan internasional itu kini kehilangan ruh utamanya Gunung Krakatau.

"Festival ini tidak lagi mencerminkan semangat sebuah perayaan wisata. Esensinya kan menghadirkan wisatawan dari luar daerah ke Lampung. Tapi justru sekarang malah seremonial di Lapangan Korpri saja, tidak ada trip ke Anak Krakatau yang merupakan ikonnya," kata Adi, Rabu (25/6/2025).

Ia menyoroti pula isi festival yang kurang menonjolkan kekhasan Lampung. "Masa jualannya cilok? Mana makanan khas Lampung seperti seruit, tempoyak, atau lempah kuning?" tambahnya.

Menurut Adi, seharusnya Dinas Pariwisata berkolaborasi secara lebih serius, bukan hanya fokus pada seremoni.

Adi juga menyayangkan strategi promosi yang minim gaung. "Banner-nya saja kalah besar dengan spanduk HUT Pemkot. Promosinya tidak digencarkan, padahal ini agenda besar," tegasnya. 

Ia menyarankan agar branding dan konten festival ditata ulang agar bisa menjangkau wisatawan nasional hingga mancanegara.

Ia pun memberikan masukan untuk pengembangan Festival Krakatau ke depan. Yakni pertama kembali ke Ruh Krakatau. Dimana festival harus kembali mengangkat Anak Krakatau sebagai ikon.

"Disarankan agar trip wisata ke kawasan gunung api aktif tersebut diaktifkan kembali, disertai seminar dan pameran sejarah letusan tahun 1883 yang mendunia, " jelasnya.

Selanjutnya, gelaran seperti Karnaval Tapis Internasional, kompetisi tari tradisional, dan festival kuliner khas Lampung perlu lebih diperkuat agar identitas budaya tidak tenggelam.

Kemudian, Festival perlu melibatkan negara-negara yang pernah terdampak letusan Krakatau seperti Belanda dan Australia, serta melakukan promosi aktif di media digital, termasuk platform pariwisata global.

Lalu selama festival, pemerintah daerah bisa menawarkan "Siger Trip" dengan rute Bakauheni Menara Siger, Pulau Sebesi, Anak Krakatau, termasuk kegiatan Festival Bahari dan ekowisata pesisir.

"Serta disarankan agar 100 lebih booth diberikan gratis untuk UMKM lokal. Selain itu, festival bisa menjadi ruang bagi anak muda dan komunitas kreatif memperkenalkan ide wisata dan produk lokal, " kata dia. 

Selanjutnya festival krakatau perlu tema yang kuat dan menjual, seperti 'Krakatau Reborn: Dari Letusan Menjadi Inspirasi' atau 'Tapis Dunia: Menenun Damai dari Lampung'.

Menurut Adi, Festival Krakatau masih berpotensi besar mendongkrak ekonomi kreatif dan pariwisata daerah, asalkan digarap secara profesional dan melibatkan seluruh elemen masyarakat.

"Jangan lagi mengundang artis yang itu-itu saja. Coba cari orang yang tahu sejarah Krakatau, libatkan peneliti, komunitas, bahkan korban-korban sejarah yang masih hidup. Cerita mereka adalah nilai wisata yang otentik dan tak tergantikan," pungkasnya. (*)