Gajah Liar Rusak Rumah di Suoh Lampung Barat

Kondisi rumah usai dirusak gajah liar. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Lampung Barat - Kawanan gajah liar merusak satu unit rumah milik warga di Kecamatan Suoh, Kabupaten Lampung Barat, pada Selasa (24/6/2025) dini hari sekitar pukul 01.30 WIB.
Rumah yang berlokasi di Pekon Sukamarga tersebut milik seorang warga bernama Rahman, yang saat kejadian tengah mudik ke Pulau Jawa bersama keluarganya. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini, namun kerusakan pada bangunan rumah dilaporkan cukup signifikan.
Kejadian ini menambah panjang daftar konflik antara manusia dan satwa liar, khususnya kawanan gajah, yang semakin sering terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Serangan terjadi saat rumah dalam keadaan kosong, sehingga tidak ada upaya langsung dari pemilik rumah untuk menghalau gajah.
Anggota DPRD Lampung Barat, Sugeng Hari Kinaryo Adi, yang juga merupakan pembina Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Konflik Gajah di wilayah Suoh dan Bandar Negeri Suoh (BNS), menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya telah melakukan sejumlah langkah antisipatif.
Salah satunya dengan membentuk barikade di kawasan Pemangku Kali Bata Atas, yang selama ini dikenal sebagai jalur lintasan kawanan gajah liar. Kawanan gajah yang datang dalam jumlah besar tersebut terpecah menjadi dua kelompok.
Satu kelompok berhasil dihalau oleh warga melalui barikade, tetapi kelompok lainnya justru berhasil mencari celah dan melintasi jalan utama hingga akhirnya memasuki kawasan permukiman dan merusak rumah Rahman.
"Warga sebenarnya sudah berjaga dan membuat barikade, tapi kelompok gajah yang satu berhasil menyusup lewat jalur lain,” jelas Sugeng.
Sugeng juga menekankan bahwa pergerakan gajah liar sangat sulit diprediksi. Menurutnya, kawanan satwa ini memiliki kemampuan untuk menghindari halangan dan bahkan mencari jalur alternatif untuk mencapai wilayah yang mereka tuju.
Oleh karena itu, ia mengimbau agar warga, khususnya yang tinggal di kawasan rawan konflik satwa liar, meningkatkan kewaspadaan, terutama pada malam hari ketika gajah biasanya aktif mencari makan.
"Gajah memiliki pola pergerakan yang tidak bisa ditebak. Kami minta warga untuk terus berjaga, minimal dengan melakukan ronda malam, agar kejadian serupa tidak kembali terjadi, serta tidak terjadi hal yang tidak diinginkan,” katanya.
Sementara itu, Peratin (Kepala Desa) Pekon Sukamarga, Jaimin, menyebut hujan deras yang mengguyur wilayah Suoh dan Bandar Negeri Suoh sejak Senin malam turut menjadi faktor penghambat upaya pemantauan kawanan gajah liar.
Ia menjelaskan bahwa kondisi cuaca yang buruk menyulitkan tim pemantau dalam melacak pergerakan gajah yang biasanya aktif di malam hari.
"Hujan lebat yang turun sejak malam membuat tim kesulitan melakukan pemantauan. Ini yang kemudian dimanfaatkan kawanan gajah untuk menyusup masuk ke permukiman,” terang Jaimin.
Ia pun menyerukan kepada seluruh warga, terutama yang bermukim di sekitar kawasan hutan atau wilayah yang kerap dilalui gajah liar, agar meningkatkan kewaspadaan kolektif. Jaimin mengusulkan adanya sistem ronda malam bergiliran sebagai bentuk perlindungan mandiri dari serangan satwa liar.
"Ronda malam sangat penting agar ada deteksi dini. Jangan sampai kita selalu terlambat mengetahui keberadaan gajah hingga mereka sudah masuk permukiman,” pungkasnya.
Insiden ini menjadi satu dari banyaknya kasus konflik antara manusia dan gajah yang terjadi di Lampung Barat, terutama di kecamatan yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung.
Dalam beberapa tahun terakhir, interaksi negatif antara warga dan gajah liar meningkat akibat penyempitan habitat serta ekspansi lahan permukiman dan pertanian.
Para pihak, baik pemerintah daerah, masyarakat, maupun lembaga konservasi, terus berupaya mencari solusi jangka panjang untuk menekan konflik ini. Beberapa program yang sempat dijalankan antara lain adalah pembangunan pagar listrik, patroli rutin satgas gajah, serta edukasi kepada masyarakat tentang mitigasi konflik satwa liar.
Namun, berbagai tantangan seperti keterbatasan anggaran, luasnya wilayah hutan yang harus dipantau, serta meningkatnya aktivitas manusia di sekitar kawasan hutan, membuat upaya ini belum sepenuhnya berhasil mengurangi eskalasi konflik yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Pemerintah daerah diharapkan dapat lebih serius menangani persoalan ini, termasuk memperkuat koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), dan aparat keamanan untuk melindungi keselamatan warga sekaligus menjaga kelestarian satwa liar yang dilindungi seperti gajah Sumatera. (*)
Berita Lainnya
-
Pembangunan Sekolah Rakyat di Lampung Barat Terancam Ditunda
Selasa, 24 Juni 2025 -
Gencar Sosialisasi, Dishub Lampung Barat Ultimatum Kendaraan ODOL Mulai Ditindak 15 Juli 2025
Senin, 23 Juni 2025 -
Harga Kopi Robusta di Lampung Barat Anjlok Hingga Rp48 Ribu
Senin, 23 Juni 2025 -
Agen LPG 3 Kg di Lampung Barat Harap Pertamina Permudah Pendaftaran Pangkalan Baru
Kamis, 19 Juni 2025