• Rabu, 18 Juni 2025

Kelangkaan Gas LPG 3 Kilogram di Lampung Barat Meluas, Pemkab Segera Panggil Agen dan Distributor

Rabu, 18 Juni 2025 - 09.20 WIB
152

Masyarakat Lampung Barat semakin kesusahan menemukan LPG 3 Kilogram. Foto: Echa/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Barat - Kelangkaan gas elpiji (LPG) 3 kilogram bersubsidi di Lampung Barat semakin meluas dan mulai meresahkan masyarakat. Setelah dikeluhkan warga Kecamatan Batu Brak, kini masalah serupa juga dirasakan warga di Kecamatan Way Tenong, Belalau, Batu Ketulis, Balik Bukit, Sukau, dan Kebun Tebu.

Warga di sejumlah wilayah tersebut mengaku kesulitan mendapatkan gas LPG 3 kilogram dalam beberapa pekan terakhir. Bahkan, ketika tabung gas tersedia di warung atau pangkalan, harga jualnya sudah melonjak jauh dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

“Harga gas sekarang bisa sampai Rp35 ribu satu tabung. Itu pun susah nyarinya, harus pagi-pagi dan antre lama. Kalau telat sedikit, bisa-bisa kehabisan,” ujar seorang warga kecamatan Belalau, Rabu (18/6/2025).

Ia mengaku biasanya hanya membeli dengan harga Rp20 ribu hingga Rp22 ribu di pangkalan. Namun kini, selain stok langka, harga pun meroket dan semakin membebani ekonomi rumah tangga, masyarakat merasa dirugikan dengan kondisi ini.

Kondisi serupa juga terjadi di Kecamatan Balik Bukit. Marwan (52), warga Kelurahan Pasar Liwa, mengaku harus berkeliling ke beberapa pengecer untuk mendapatkan satu tabung gas melon untuk kebutuhan memasak istri.

“Biasanya di warung dekat rumah ada, tapi sudah dua minggu ini kosong terus. Saya terpaksa beli di pengecer jauh dengan harga Rp33 ribu. Itu pun harus cepat karena langsung habis,” kata dia saat dimintai keterangan.

Di wilayah Pekon Bakhu, Kecamatan Batu Ketulis, warga juga merasa kesulitan, salah satu warga menyebut kelangkaan terjadi hampir di seluruh titik pangkalan dan warung pengecer, distribusi yang tidak merata diduga jadi penyebab.

“Sudah hampir dua minggu ini susah banget cari gas. Dulu paling jauh harus jalan ke pekon sebelah, sekarang ke mana pun tetap kosong. Kalau pun ada, sudah mahal, bingung harus ngadu gimana lagi dengan kondisi sekarang ini," kata dia

Sementara di Kecamatan Way Tenong, warga menduga adanya ketidakwajaran dalam distribusi gas bersubsidi. Mereka berharap pemerintah dan instansi terkait melakukan sidak dan menindak jika ada permainan harga oleh oknum.

“Kalau begini terus, rakyat kecil makin susah. Ini gas subsidi untuk masyarakat bawah, tapi kenyataannya yang menikmati justru bisa jadi bukan yang berhak, harganya juga enggak masuk akal masa sampe Rp35.000," kata Raudah warga Kecamatan Way Tenong.

Kecamatan Sukau dan Kebun Tebu juga mengalami kondisi serupa. Warga di dua kecamatan ini bahkan rela mengantre sejak pagi di depan pangkalan atau pengecer itu pun sering masih tidak kebagian karena tingginya kebutuhan.

“Saya dari jam enam sudah di depan warung, tapi sampai jam sembilan stok belum datang. Pas datang, isinya cuma belasan tabung, langsung habis diserbu,” ujar Yulianti (32), warga Kecamatan Kebun Tebu.

Sejumlah warga mencurigai adanya permainan distribusi LPG oleh oknum agen atau pangkalan. Sebab, selain harga melonjak dan stok langka, waktu distribusi juga tidak teratur, warga berharap pihak terkait segera mengurai persoalan ini.

Menanggapi hal tersebut, pemerintah Lampung Barat melalui Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan (Diskopdag) berencana memanggil seluruh pihak terkait, termasuk empat agen resmi LPG dan pihak Pertamina, guna mencari solusi menyeluruh atas persoalan tersebut.

“Sebagai langkah konkret, kami akan duduk bersama jajaran DPRD, memanggil empat agen distributor resmi elpiji di Lampung Barat, dan mengundang Pertamina. Tujuannya untuk mencari solusi menyeluruh terhadap masalah ini,” ujar Kepala Diskopdag Tri Umaryani, Rabu (18/6/2025).

Langkah ini diambil menyusul keluhan masyarakat yang mengalami kesulitan mendapatkan gas melon tersebut. Selain stok yang langka di pasaran, harga LPG 3 kg juga mengalami lonjakan signifikan di tingkat pengecer.

Tri menjelaskan, salah satu penyebab utama kelangkaan adalah pengurangan drastis alokasi gas subsidi ke jalur ritel. Jika sebelumnya satu pangkalan mendapat jatah 30 persen untuk disalurkan ke warung-warung kecil, saat ini tinggal 10 persen atau sekitar 5 hingga 10 tabung per siklus distribusi.

“Akibatnya bisa ditebak, masyarakat yang biasa beli di warung sekarang kesulitan. Bahkan ada warung yang distop total pasokannya,” jelas Tri.

Ia juga menyoroti distribusi LPG subsidi yang belum tepat sasaran. Banyak pengguna dari kalangan tidak layak, seperti rumah tangga mampu, ASN, hingga pelaku UMKM berskala besar, masih menjadi konsumen gas subsidi.

“Bayangkan satu rumah tangga bisa stok 2–3 tabung karena takut kehabisan. UMKM juga beli dalam jumlah banyak. Ini tentu membuat tabung cepat habis saat sampai ke pangkalan,” imbuhnya.

Tri menegaskan bahwa jika kondisi ini dibiarkan, maka tujuan utama subsidi untuk membantu masyarakat kecil akan gagal tercapai. Diskopdag juga telah menyurati pihak Pertamina untuk meminta penambahan fakultatif atau kuota tambahan.

Selain itu, Diskopdag juga tengah menggodok rencana penerbitan surat edaran yang melarang ASN menggunakan gas subsidi. “Kami juga sedang berkoordinasi soal wacana penerbitan surat edaran agar ASN tidak lagi menggunakan elpiji subsidi. Ini bagian dari upaya distribusi yang adil,” ujarnya.

Diskopdag Lampung Barat mengimbau masyarakat yang tergolong mampu secara ekonomi untuk beralih menggunakan gas non-subsidi ukuran 5 kg atau 12 kg. Langkah ini penting agar subsidi gas dapat dinikmati oleh mereka yang benar-benar membutuhkan.

“Gas 3 kg ini bukan untuk semua orang. Kalau yang mampu masih ikut rebutan, maka subsidi gagal fungsi. Kita tidak ingin masyarakat kecil jadi korban," kata Tri.

Pemerintah daerah juga memastikan akan memperkuat pengawasan distribusi LPG di tingkat pangkalan dan pengecer. Langkah pengawasan ini akan disiapkan menyusul hasil rapat koordinasi dengan pihak Pertamina dan agen distributor dalam waktu dekat. (*)