• Sabtu, 14 Juni 2025

Status Tersangka Kasus Pencabulan Dibatalkan, Ketua PGRI Metro Lampung Soroti Dugaan Kriminalisasi

Kamis, 12 Juni 2025 - 14.00 WIB
611

Kuasa hukum Adi, Ryan Gumay, saat menmberikan keterangan. Foto: Yudi/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kasus dugaan kekerasan seksual (cabul) yang menjadikan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Metro Lampung, Adi Firmansyah tersangka, kini berbuntut panjang.

Kuasa hukum Adi, Ryan Gumay mengungkap adanya dugaan kriminalisasi dan ketidakprofesionalan penyidik Polres Metro dalam menangani perkara yang berujung pada penetapan tersangka terhadap Adi. Namun, status tersebut kini dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Negeri Metro melalui sidang praperadilan.

Menurut kuasa hukum Adi, Ryan Gumay, terdapat sejumlah kejanggalan sejak awal penanganan kasus. Kliennya disebut ditahan tanpa surat panggilan atau status resmi sebagai saksi. Bahkan, laporan polisi diketahui baru dibuat setelah Adi ditahan.

"Jam 9 malam Pak Adi sudah ditahan, tapi LP baru dibuat jam 23.08. Dokumen seperti SPDP dan BAP tampaknya dibuat menyusul untuk mengejar legalitas tindakan yang sudah terlanjur dilakukan,” kata Ryan dalam konferensi persnya di salah satu kedai kopi di Bandar Lampung, Kamis (12/6/2025).

Ryan juga menyoroti kejanggalan dalam penggunaan bukti CCTV dan keterlibatan ahli digital. Ia menyebut seorang ahli didatangkan dari Bandar Lampung pukul 7 pagi, padahal surat permintaan bantuan ke kampus tempat ahli itu mengajar baru dikirim hari itu juga.

"Secara logika, ini tidak masuk akal. Terindikasi dipaksakan,” tegasnya.

Adi juga tidak pernah menerima SPDP atau surat pemanggilan resmi sebelum diperiksa sebagai tersangka. Hal itu, menurut Ryan, melanggar Pasal 112 KUHAP yang mewajibkan penyidik memberitahu pihak yang diperiksa secara sah.

Lebih jauh, pihaknya menduga bahwa kasus ini berbau kriminalisasi yang mungkin berkaitan dengan posisi Adi sebagai tokoh pendidikan dan pejabat publik.

"Kami menduga ada tekanan dan intervensi. Ini bukan perkara yang berdiri sendiri,” tambah Ryan.

Ryan memaparkan bahwa kasus ini bermula dari aktivitas pengobatan spiritual yang dilakukan Adi terhadap pelapor, Shersy Oxa Loren, yang sering mengaku kerasukan.

Pengobatan dilakukan beberapa kali, bahkan disebut sempat berhasil. Namun, pada sesi keempat yang berlangsung pada 5 Mei 2025 di rumah pelapor, Adi justru dilaporkan atas dugaan pelecehan.

Proses ruqyah tersebut disebut dilakukan di hadapan keluarga korban, termasuk dengan menyentuh titik-titik tertentu seperti bawah ketiak yang diyakini sebagai jalur keluar-masuk makhluk gaib, dengan seizin pelapor.

Namun, empat hari kemudian, Adi diminta kembali ke rumah pelapor dan justru ditangkap oleh oknum aparat yang sudah disiapkan.

"Saat itu HP Adi dan istrinya disita, lalu mereka langsung dibawa ke Polres tanpa tahu kesalahannya apa. Tindakan tersebut merupakan penyergapan tanpa dasar hukum yang sah,” ungkapnya.

Setelah melalui proses hukum, Pengadilan Negeri Metro akhirnya mengabulkan sebagian permohonan praperadilan yang diajukan Adi Firmansyah.

Dalam amar putusannya, hakim menyatakan bahwa penetapan tersangka oleh Polres Metro tertanggal 10 Mei 2025 tidak sah karena melanggar prosedur hukum yang berlaku.

"Penetapan tersangka terhadap Adi tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Polres Metro diwajibkan membebaskan Adi dari tahanan, dan seluruh biaya perkara dibebankan kepada pihak termohon,” ujar Ryan mengutip putusan hakim.

Hakim menilai penyidikan melanggar prinsip due process of law dan asas fair trial, serta bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Selain itu, penetapan tersangka dianggap melanggar hak asasi sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Dengan dimenangkannya praperadilan ini, tim kuasa hukum berharap pihak kepolisian menghormati putusan pengadilan dan menghentikan segala bentuk proses hukum terhadap Adi Firmansyah.

Tim hukum Adi juga telah melaporkan kasus ini ke Propam Polda Lampung dan mendorong Irwasda untuk memeriksa sertifikasi penyidik yang menangani perkara.

"Kami cinta Polri, tapi kalau oknum penyidik bertindak semena-mena, kami akan bersuara dan menuntut sesuai koridor hukum,” tutup Ryan.

Sementara itu, Adi Firmansyah mengaku kasus ini telah mencoreng nama baiknya secara pribadi dan institusional. Ia juga mengungkap bahwa pihak pelapor sempat meminta perdamaian dan sejumlah uang sebelum melaporkan kasus ini ke polisi.

Dikonfirmasi perihal hasil praperadilan serta laporan terhadap penyidik Polres Metro ke Propam Polda Lampung, Kabid Propam Polda Lampung, Kombes Pol Didik Priyo Sambodo, menyatakan bahwa pihaknya tidak berwenang memberikan keterangan langsung.

"Semua satu pintu. Yang berwenang memberikan tanggapan adalah Kabid Humas,” ujarnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun, mengatakan pihaknya masih akan menelaah laporan yang masuk.

"Mohon waktu ya, nanti kami cek,” singkatnya.

Untuk diketahui, Adi Firmansyah sebelumnya ditetapkan sebagai Tersangka dan ditahan atas  dugaan Pelecehan terhadap salah seorang wanita asal kota Metro dengan Nomor penetapan: S.Tap/ 32/ V/ RES.1.24/ 2025/Reskrim tanggal 10 Mei 2025.

Tak terima dengan Penetapan ini, Adi Firmansyah melalui Kuasa hukumnya menggugat dan men-Pra Peradilankan penetapan status tersangka yang telah dilakukan oleh Polres Metro.

Setelah melalui beberapa kali persidangan di PN Metro, keputusan Sah atau tidaknya penetapan tersangka pada diri Adi Firmansyah akan segera terjawab.

Kini, setelah hampir diujung Proses sidang Pra Peradilan ini, akan terjawab segala pertanyaan publik yang berkembang selama ini, Apakah benar Adi Firmansyah layak ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan Pelecehan/asusila ini ataukah Polres Metro yang bakal dipertanyakan Integritasnya karema terburu-buru, terkesan Gagal serta kurang Profesional dalam penetapan status tersangka ini. (*)