• Rabu, 28 Mei 2025

IPM Lampung Terendah di Sumatera, Pendidikan Dinilai Jadi Penghambat Utama

Senin, 26 Mei 2025 - 13.43 WIB
27

IPM Lampung Terendah di Sumatera, Pendidikan Dinilai Jadi Penghambat Utama. Foto: Ist.

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Lampung tahun 2024 menempati posisi paling bawah di Pulau Sumatera.

Capaian ini menimbulkan keprihatinan, mengingat IPM merupakan indikator penting yang mencerminkan kualitas hidup masyarakat dari tiga dimensi utama: pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan ekonomi.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Lampung (Unila), Dedi Hermawan, menilai stagnasi pada sektor pendidikan menjadi faktor utama rendahnya IPM Lampung.

"Jika kita lihat data BPS 2025, komponen kesehatan dan ekonomi menunjukkan tren peningkatan yang cukup baik, namun komponen pendidikan masih sangat lambat bahkan cenderung stagnan. Ini yang menjadi bottleneck atau sumbatan utama dalam upaya menaikkan IPM Lampung,” ujar Dedi, Senin (26/5/2025).

Ia menegaskan bahwa peningkatan IPM tidak bisa dicapai tanpa perbaikan serius di sektor pendidikan. Menurutnya, perlu ada kolaborasi antara pemerintah provinsi dan seluruh kabupaten dan kota di Lampung untuk mendorong percepatan perbaikan kualitas pendidikan.

Beberapa langkah konkret yang disarankan Dedi untuk mempercepat peningkatan sektor pendidikan antara lain adalah pemanfaatan program nasional Sekolah Rakyat. Provinsi Lampung telah mengusulkan dua lokasi untuk program ini sebagai solusi alternatif pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu.

Selain itu, perlu digencarkan gerakan “Zero Putus Sekolah” dengan mengatasi berbagai penyebab anak-anak berhenti sekolah, seperti faktor ekonomi, pengaruh lingkungan, hingga budaya. 

"Bantuan pendidikan sudah tersedia lewat dana BOS, tapi masih banyak kebutuhan lain seperti transportasi, seragam, dan perlengkapan sekolah yang belum terpenuhi,” jelas Dedi.

Untuk anak-anak yang putus sekolah karena alasan kemalasan atau pengaruh lingkungan, perlu dilakukan konseling dan pendampingan kepada siswa maupun orang tua agar mereka kembali termotivasi melanjutkan pendidikan.

Masalah lainnya adalah banyak warga dewasa di Lampung yang tidak memiliki ijazah karena tidak menyelesaikan sekolah formal. Untuk itu, Dedi menyarankan penguatan program Kejar Paket A, B, dan C, yang bisa diikuti oleh perangkat desa, pengurus kelembagaan masyarakat, karyawan hingga buruh dengan pembiayaan dari dana desa, dana tanggung jawab sosial perusahaan, atau APBD.

"Banyak warga yang sebenarnya punya pengetahuan dan keterampilan secara otodidak. Mereka bisa kita dorong untuk menyetarakan pendidikan melalui akademi komunitas atau kerja sama dengan perguruan tinggi, dalam bentuk program diploma yang bisa ditempuh secara bertahap,” tambah Dedi.

Sektor pendidikan di Lampung juga dihadapkan pada keterbatasan tenaga pengajar. Dedi menyarankan agar lulusan sarjana baru dilibatkan sebagai relawan pengajar di desa dengan bantuan biaya hidup dan transportasi. Langkah ini, menurutnya, bisa memberi pengalaman kepada lulusan sekaligus menyumbangkan tenaga di daerah kekurangan guru.

Sementara untuk akses pendidikan di daerah terpencil, penyediaan transportasi menjadi hal penting. Pemerintah daerah bisa memanfaatkan kendaraan dinas tidak terpakai, truk BPBD, ambulans desa, bahkan perahu untuk wilayah kepulauan guna membantu siswa berangkat ke sekolah.

Sebagai alternatif sistem pembelajaran, Dedi juga mendorong pengembangan model sekolah terbuka yang tidak berbasis kelas. Dulu pernah diterapkan melalui siaran radio, kini bisa dikembangkan melalui platform daring untuk menjangkau lebih banyak pelajar.

"Sekolah jarak jauh ini bisa menjadi solusi terutama di daerah dengan keterbatasan fasilitas. Teknologi harus dimanfaatkan untuk menjangkau mereka yang kesulitan mengakses pendidikan konvensional,” tegasnya.

Dengan berbagai langkah strategis tersebut, Dedi berharap Provinsi Lampung dapat mempercepat peningkatan kualitas pendidikan sehingga mampu memperbaiki posisi IPM di tingkat regional dan nasional.

"Perbaikan pendidikan adalah kunci. Jika ini dibenahi, maka kesehatan dan ekonomi akan ikut terdorong, dan IPM Lampung bisa naik dari posisi paling bawah,” tutupnya. (*)