• Rabu, 21 Mei 2025

Zero Serangan Teror Beberapa Tahun Terakhir, FKPT Ingatkan Ancaman Masih Mengintai Lampung

Rabu, 21 Mei 2025 - 13.11 WIB
17

Kegiatan rembuk merah putih dengan tema mewujudkan pemuda cerdas, kritis dan cinta tanah air, Rabu (21/5/2025). Foto: Ria/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Lampung mengadakan kegiatan rembuk merah putih dengan tema mewujudkan pemuda cerdas, kritis dan cinta tanah air, Rabu (21/5/2025).

Kegiatan yang berlangsung di Ruang Sungkai Gedung Balai Keratun lingkungan kantor Gubernur Lampung tersebut dihadiri oleh berbagai elemen seperti mahasiswa, tokoh agama hingga insan pers.

Wakil Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammad Najih Arromadloni, mengapresiasi keberhasilan pemerintah dalam menjaga stabilitas keamanan nasional dari ancaman terorisme.

Dalam dua setengah tahun terakhir, Indonesia mencatat prestasi luar biasa dengan status Zero Terrorism Attack, tanpa satu pun serangan teror yang terjadi.

Namun, Najih menegaskan bahwa capaian tersebut bukan berarti ancaman telah hilang, terutama di Provinsi Lampung. Ia menyebut bahwa Lampung masih menjadi daerah dengan tantangan tinggi dalam isu radikalisme dan terorisme.

"Setiap tahun hampir selalu ada penangkapan terduga teroris di Lampung. Tahun 2021, 2022, bahkan 2023, semuanya ada. Pada November tahun lalu, enam orang ditangkap di Bandar Lampung, Lampung Selatan, dan Pringsewu. Bahkan ada anggota polisi yang tertembak saat penggerebekan karena pelaku membawa senjata M16," ungkap Najih.

Lampung juga tercatat memiliki jumlah mantan narapidana terorisme (napiter) yang cukup tinggi, mencapai 78 orang. Ia mengingatkan bahwa tidak semua napiter berhasil dideradikalisasi sepenuhnya.

"Sebagian masih dalam kategori kuning, bahkan merah. Berdasarkan riset, sekitar 10 persen dari napiter berpotensi melakukan aksi teror kembali," ujarnya.

Salah satu sorotan penting disampaikan terkait kelompok Jamaah Islamiyah (JI). Lampung menjadi provinsi dengan jumlah anggota JI terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Tengah, dengan 718 orang yang telah ikut dalam deklarasi pembubaran organisasi.

"Ini patut diapresiasi, tapi kita tidak boleh lengah. Teroris tidak pernah pamit jika akan melakukan aksinya. Bahkan, beberapa lembaga pendidikan di Lampung disebut masih memiliki afiliasi dengan kelompok JI," jelas Najih.

Sehingga Ia menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor mulai pemerintah, aparat, tokoh masyarakat, dan ormas Islam untuk menjaga keberlanjutan keamanan dan mencegah munculnya kembali ideologi ekstremisme.

Sementara itu Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI Sudaryanto, menegaskan pentingnya peran tokoh agama dan masyarakat dalam menjaga moral bangsa serta mencegah berkembangnya paham radikal dan terorisme.

"Mereka menjadi penyampai kebijakan pemerintah kepada umat, sekaligus menyalurkan aspirasi masyarakat kembali kepada pemerintah,” ujar Sudaryanto.

Ia juga menekankan pentingnya Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) sebagai wadah sinergi antara berbagai elemen masyarakat dalam upaya pencegahan terorisme.

Menurutnya, setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga pendekatan pencegahan pun harus menyesuaikan kondisi wilayah masing-masing.

Sudaryanto mengapresiasi situasi keamanan dan toleransi di Lampung yang dinilainya cukup kondusif.

"Dari hasil indeks World Karosem Index, Lampung masih berada pada level kewaspadaan rendah. Namun demikian, kewaspadaan tetap harus dijaga," tegasnya.

Ia mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk FKPT, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan media di Lampung untuk terus berkolaborasi dalam menyuarakan pentingnya nilai-nilai toleransi serta menolak segala bentuk kekerasan yang mengarah pada aksi terorisme.

"Kita tidak boleh lengah. Peran serta masyarakat sangat kami harapkan untuk terus memperkuat ketahanan bangsa dari paham radikal dan intoleran," pungkasnya.

Sementara itu Ketua FKPT Provinsi Lampung, M. Firsada mengatakan, indeks potensi konflik keagamaan di Provinsi Lampung pada tahun 2024 tercatat mengalami sedikit penurunan dibanding tahun sebelumnya.

Dari angka 12,3 di tahun 2023, indeks tersebut turun sebesar 0,3 poin, menandakan kondisi sosial keagamaan yang mulai membaik meskipun masih berada di kategori sedang.

Menurutnya fluktuasi indeks ini sangat dipengaruhi oleh sikap masyarakat terhadap sejumlah kejadian intoleransi dan konflik berbasis agama yang sempat terjadi di daerah tersebut.

"Pada tahun 2021, Lampung dihebohkan oleh pembubaran perayaan Natal di Banjar Agung, Kabupaten Tulang Bawang. Tahun berikutnya, insiden serupa kembali terjadi ketika seorang ketua RT di kawasan Rajabasa nekat membubarkan ibadah jemaat di sebuah gereja dengan cara melompati pagar," kata dia.

Menurutnya aksi ini viral di media sosial dan berujung ke proses hukum. Kedua peristiwa tersebut disebut berkontribusi terhadap persepsi masyarakat yang memengaruhi hasil survei indeks konflik.

Firsada menjelaskan bahwa sejarah panjang ideologi radikal di Indonesia, termasuk di Lampung, tak bisa diabaikan.

Gerakan radikalisme ini disebut berakar dari Negara Islam Indonesia (NII) yang diprakarsai oleh Kartosuwiryo pada tahun 1949. Meskipun gerakan tersebut telah diberantas pada era 1960-an, para pengikutnya tetap tersebar di berbagai wilayah termasuk Banten, Jawa Tengah, dan Lampung.

"Sejarah mencatat, kelompok-kelompok ini pernah memiliki milisi Hizbullah dan Sabilillah, yang kemudian bertransformasi menjadi Tentara Islam Indonesia (TII). Ideologi ini sempat bangkit kembali di Indonesia saat terjadi Revolusi Iran dan Libya pada tahun 70 hingga 80-an," jelasnya.

Oleh karena itu masyarakat diimbau untuk tetap menjaga kerukunan antarumat beragama dan menolak segala bentuk intoleransi serta radikalisme demi menjaga stabilitas sosial dan keamanan di daerah. (*)