• Senin, 19 Mei 2025

Lampung Jadi Titik Rawan Perdagangan Orang, Salah Satu Provinsi Pengirim Pekerja Migran Terbesar

Senin, 19 Mei 2025 - 08.12 WIB
54

Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), Abdul Kadir Karding. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Provinsi Lampung menjadi salah satu daerah yang menjadi titik rawan dalam perdagangan orang. Penyebabnya, karena Lampung menjadi salah satu provinsi paling banyak mengirim pekerja migran ke luar negeri.

Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), Abdul Kadir Karding, mengatakan pentingnya upaya perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia (PMI).

Abdul mengingatkan adanya dua mandat dari Presiden Indonesia Prabowo Subianto yang diberikan kepadanya. Pertama, memastikan pengurangan tindak kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia, eksploitasi, ketidakadilan, dan perdagangan manusia yang menimpa pekerja migran Indonesia.

Kedua, menegakkan perlindungan bagi pekerja migran sesuai amanat UU Nomor 18 tahun 2017.

"Kami fokus pada upaya perlindungan pekerja migran Indonesia, sebagaimana yang diamanatkan dalam konstitusi," kata Abdul saat ditemui di Mapolda Lampung, pada Jumat (16/5/2025).

Abdul mengatakan, menurut data yang ada, jumlah pekerja migran Indonesia mencapai 5 juta orang yang terdaftar secara resmi. Namun, jumlah yang tidak terdaftar diperkirakan jauh lebih banyak.

“Dari angka tersebut, 80 persen bekerja sebagai pengasuh, asisten rumah tangga (ART), sopir, tukang masak dan perawat lansia dengan rata-rata pendidikan hanya tingkat SD dan SMP,” ungkapnya.

Abdul menjelaskan bahwa Provinsi Lampung menjadi salah satu daerah pengirim pekerja migran terbesar dengan 81.000 pekerja yang terdaftar pada tahun 2024.

Kabupaten Lampung Timur, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Tanggamus, dan Pesawaran, menjadi wilayah dengan jumlah pekerja migran terbanyak.

Ia menegaskan, salah satu persoalan utama yang dihadapi pekerja migran adalah kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, mulai dari penyitaan dokumen, upah yang tidak dibayar, hingga perdagangan manusia, terutama bagi pekerja migran non prosedural yang berangkat tanpa dokumen resmi.

"Pekerja migran non prosedural seringkali berangkat dengan modus visa turis, yang kemudian dikonversi menjadi visa kerja di negara tujuan. Mereka tidak terdaftar, tidak memiliki kontrak kerja yang jelas, dan tidak dilindungi asuransi," jelasnya.

Untuk itu, pihaknya bekerja sama dengan Polda Lampung dan pemerintah daerah untuk memastikan pengawasan ketat terhadap keberangkatan pekerja migran, terutama yang tidak melalui jalur resmi.

Selain itu, ia menekankan pentingnya edukasi bagi masyarakat agar memahami prosedur keberangkatan yang aman dan legal.

"Kami akan terus berkoordinasi untuk memberikan edukasi dan pengawasan yang ketat, sehingga para pekerja migran kita dapat bekerja dengan aman dan terlindungi," imbuhnya.

Sementara itu, Kepolisian Daerah (Polda) Lampung mengungkap sebanyak 44 kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sejak tahun 2022 hingga Mei 2025. Dari total kasus tersebut, tercatat sebanyak 84 orang menjadi korban, terdiri dari 75 orang dewasa dan 9 anak-anak.

Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika, mengatakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) merupakan kejahatan serius yang berdampak tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara mental dan psikologis terhadap korban, terutama perempuan dan anak-anak.

“TPPO adalah kejahatan kemanusiaan yang sangat membahayakan. Ini bukan hanya menyerang fisik, tapi juga menghancurkan mental dan masa depan para korban,” kata Helmy, pada Jumat (16/5/2025).

Helmy mengungkapkan, perkembangan teknologi digital turut dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk menjalankan aksinya.

Modus yang digunakan semakin kompleks, mulai dari manipulasi media sosial, penyebaran informasi palsu, hingga pemanfaatan kecerdasan buatan (AI).

“Modus yang paling banyak ditemukan adalah pengiriman pekerja migran, baik dewasa maupun anak-anak, melalui jalur laut secara ilegal tanpa prosedur resmi,” jelasnya.

Selain itu, lanjut Kapolda, pelaku juga kerap terlibat dalam tindak pidana lain seperti pelanggaran administrasi dan perjudian. Saat ini, TPPO dilakukan secara lebih terbuka dan melibatkan jaringan terorganisir lintas wilayah.

“Sebagai langkah penanganan, Kapolri telah membentuk Gugus Tugas TPPO hingga ke tingkat provinsi, termasuk di Lampung. Kami berkomitmen melakukan tindakan nyata dalam memerangi perdagangan orang,” tegasnya.

“Lampung memiliki posisi strategis. Karena itu, komitmen kami adalah melakukan upaya konkret yang tidak hanya bersifat simbolik,” lanjut Kapolda.

Menurut Helmy, Polda Lampung juga akan terus memperkuat upaya pencegahan dan penindakan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk aparat desa, tokoh masyarakat, dan instansi pemerintah, guna memutus rantai perdagangan orang dari hulu ke hilir. (*)

Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Senin 19 Mei 2025 dengan judul "Lampung Jadi Titik Rawan Perdagangan Orang”