• Senin, 19 Mei 2025

Dana Pendidikan Diduga Dikorupsi, Suwandi Tegaskan Tak Ada Keterlibatan Disdikbud Metro

Senin, 19 Mei 2025 - 13.36 WIB
1.2k

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Metro, Suwandi. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Metro - Awan gelap tengah menyelimuti dunia pendidikan nonformal di Kota Metro. Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Satreskrim Polres Metro kini tengah mendalami kasus dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) pendidikan yang menyeret salah satu pimpinan lembaga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) berinisial R.

Kasus ini bukan perkara sepele. Dana yang diduga diselewengkan mencapai miliaran rupiah, dan terjadi tidak hanya sekali, melainkan selama empat tahun berturut-turut.

Ironisnya, dana tersebut sejatinya diperuntukkan bagi peningkatan akses dan mutu pendidikan masyarakat putus sekolah maupun warga belajar kesetaraan.

Di tengah sorotan publik, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Metro, Suwandi, akhirnya angkat bicara. Ia menegaskan bahwa institusi yang dipimpinnya tidak memiliki keterlibatan dalam pengelolaan dana tersebut.

Dalam pernyataannya kepada awak media, Suwandi menyatakan bahwa dana BOP yang dikelola oleh lembaga-lembaga PKBM tidak pernah melewati Dinas Pendidikan. Disdikbud hanya menerima laporan kegiatan dari delapan PKBM yang beroperasi di wilayah Kota Metro.

"Kalau saya tidak tahu, karena tidak ada sangkut pautnya dengan dinas. Di Metro jumlahnya ada delapan,” kata Suwandi, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.

Baca juga : 25 Saksi Diperiksa, Polisi Telisik Belanja Fiktif dan Dugaan Keterlibatan Oknum Pejabat di Kota Metro

Suwandi juga menjelaskan bahwa meski secara struktural PKBM berada di bawah koordinasi Bidang PAUD dan Pendidikan Nonformal Disdikbud, namun dalam hal pengelolaan dana BOP, sepenuhnya berada di tangan masing-masing PKBM.

"Kalau kewenangannya memang di bawah Bidang PAUD, tapi kalau untuk anggarannya itu APBN. Jadi, dana APBN itu langsung PKBM yang mengelola, tidak lewat dinas,” imbuhnya.

Menurutnya, pola pengelolaan seperti ini memang sudah diatur dalam mekanisme bantuan dari pemerintah pusat. Mulai dari proses pengajuan hingga pencairan dan pelaporan dilakukan secara mandiri oleh masing-masing lembaga penerima bantuan.

"Jadi PKBM yang mengusulkan, PKBM yang menerima, dan PKBM yang mengelola anggaran tersebut. Maka kami tegaskan bahwa dinas tidak mengetahui terkait hal ini,” tegas Suwandi.

Mencuatnya kasus tersebut juga memicu isu liar di kalangan masyarakat. Sebagian pihak mulai mempertanyakan sejauh mana peran pengawasan dari Disdikbud dalam memastikan dana bantuan tersebut benar-benar digunakan sebagaimana mestinya.

Apalagi, dana BOP seharusnya dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan belajar kelompok masyarakat marginal. Menanggapi hal ini, Suwandi menyerahkan sepenuhnya kepada aparat hukum untuk menuntaskan kasus tersebut secara profesional dan transparan.

“Untuk perkara ini, kami serahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian. Jika memang ditemukan ada keterlibatan dari oknum di dinas, silakan ditindak sesuai hukum yang berlaku,” tandasnya.

Sementara itu, penyidik Tipidkor Satreskrim Polres Metro terus menelusuri aliran dana yang diduga dikorupsi oleh oknum pengelola PKBM berinisial R. Meski belum merinci jumlah tersangka, sumber kepolisian menyebut penyidikan telah memasuki tahap pengumpulan barang bukti dan keterangan dari berbagai pihak terkait.

Modus yang digunakan diduga berkaitan dengan rekayasa data peserta didik, laporan kegiatan fiktif, serta penggelembungan harga dalam pengadaan alat belajar dan sarana pendidikan. Salah satu sumber menyebut praktik ini berjalan rapi selama empat tahun, hingga akhirnya terendus aparat penegak hukum.

Pihak kepolisian belum mengungkap secara resmi siapa saja yang telah dipanggil sebagai saksi. Namun, dipastikan bahwa sejumlah pengelola PKBM dan pihak lain yang diduga terlibat dalam distribusi dana BOP telah dimintai keterangan.

Kasus dugaan korupsi BOP ini seakan menjadi alarm keras bagi sistem pengawasan dan transparansi anggaran pendidikan nonformal. Lembaga pengawasan dan masyarakat sipil mulai menyerukan pentingnya reformasi pengelolaan bantuan pendidikan, khususnya di sektor pendidikan kesetaraan yang kerap luput dari sorotan publik.

Aktivis pendidikan, tokoh masyarakat, hingga LSM antikorupsi di Metro pun mulai mendesak agar ke depan pemerintah kota, termasuk DPRD, lebih aktif dalam melakukan fungsi kontrol terhadap program-program pendidikan yang melibatkan dana publik, terlebih yang langsung bersumber dari APBN.

Kini, masyarakat menanti kelanjutan proses hukum yang sedang berjalan. Mereka berharap kasus ini tidak berhenti pada satu-dua oknum, tetapi mengungkap tuntas siapa pun yang menikmati keuntungan pribadi dari dana yang seharusnya diperuntukkan bagi pendidikan rakyat. (*)