Saat Jagung Tak Lagi Menghidupi dan Dibiarkan Membusuk

Saat Jagung Tak Lagi Menghidupi dan Dibiarkan Membusuk. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Lampung Timur - Di tengah hamparan ladang jagung yang menguning dan siap panen, ironi justru menggantung di udara Desa Banjar Agung, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur.
Bukannya bersuka cita menyambut panen raya, para petani justru menunduk muram. Harga jagung yang terus merosot hingga menyentuh Rp3.800–Rp4.200 per kilogram memupus harapan akan keuntungan.
Tori (46), salah satu petani jagung di desa tersebut, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Dengan tangan kasar bekas cangkul dan mata yang mulai letih, ia menunjuk tumpukan jagung di halaman rumahnya.
"Sudah dua bulan harga begini, dan belum ada tanda-tanda membaik," ujarnya pelan.
Padahal, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional telah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp5.500 per kilogram. Namun, kebijakan itu tak pernah menyentuh realita di lapangan. Hingga pertengahan Mei, tak satu pun perwakilan Bulog terlihat turun ke desa untuk menyerap hasil panen.
Situasi ini tak hanya merugikan secara materi, tapi juga melukai semangat petani. Sebagian memilih membiarkan ladang kosong, enggan memanen karena biaya panen justru lebih mahal dibanding harga jual.
"Buat apa dipanen kalau malah rugi? Lebih baik biarkan saja,” ucap Tori.
Maryanto (47), agen jagung lokal, ikut merasakan dampaknya. Ia harus berhitung cermat sebelum membeli dari petani.
"Kalau saya beli tinggi, siapa yang mau nampung? Pabrik juga ogah beli mahal karena mereka tahu Bulog diam saja," katanya. Pasar, menurutnya, kehilangan acuan harga yang adil.
Padahal, pemerintah pusat telah memberi penugasan kepada Bulog untuk menyerap hingga 1 juta ton jagung sebagai cadangan pangan nasional. Tapi implementasinya masih menjadi teka-teki.
Di tingkat petani, wacana penyerapan itu hanya terdengar di berita, bukan dalam bentuk aksi nyata.
Pemerintah juga menyampaikan bahwa target serapan jagung sebesar 5,8 persen dari total produksi nasional dirancang untuk menstabilkan harga. Namun angka itu belum memberi dampak berarti di daerah seperti Lampung Timur, yang merupakan salah satu lumbung jagung nasional.
Tori dan petani lain kini tak berharap muluk. Mereka hanya ingin hasil jerih payah mereka dihargai layak. "Kami ini bukan minta bantuan, kami hanya ingin panen kami dibeli sesuai janji,” katanya.
Hujan dan panas telah mereka lalui, tapi yang tak mampu mereka hadapi adalah ketidakpastian dari negara.
Jika kondisi ini terus berlarut, bukan hanya jagung yang akan membusuk di halaman rumah, tapi juga semangat petani yang selama ini menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional.
Pemerintah harus segera mengambil langkah konkret, sebelum musim tanam berikutnya datang dengan harapan yang telah patah.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menyiapkan lahan baru seluas 44.900 hektare yang akan ditanami jagung.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Lampung, Bani Ispriyanto mengatakan, lahan tersebut diapakan dalam rangka mendukung swasembada pangan.
"Target secara nasional untuk swasembada jagung itu itu akan mencetak 1 juta hektare, sementara untuk Lampung yang kita siapkan itu 44.900 hektare," kata Bani, beberapa waktu lalu.
Sementara Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan pembukaan lahan baru seluas 1 juta hektare untuk meningkatkan produksi jagung nasional.
Target tersebut merupakan hasil kesepahaman antara Kementan dengan Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri yang telah dibagi ke 36 kepolisian daerah di seluruh Indonesia.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) produksi jagung di Lampung pada tahun 2023 sebanyak 2,7 juta ton dengan luas tanam jagung 423.361 hektare.
Daerah yang menjadi sentra produksi jagung di Lampung, yakni Kabupaten Lampung Timur, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara dan Kabupaten Way Kanan. (*)
Berita Lainnya
-
Tergiur Iming-iming Kerja ke Luar Negeri, Warga Lampung Timur Tertipu 35 Juta
Selasa, 13 Mei 2025 -
Berdalih Pinjam Motor, Pria di Lampung Timur Gadaikan Motor Milik Tetangga
Selasa, 13 Mei 2025 -
Polisi Bubarkan Balap Liar di Pantai Mutiara Baru Lamtim
Minggu, 11 Mei 2025 -
Kisah Warga Desa Itik Rendai Lamtim di Tanah Berbatu, Ketika Air Bersih Jadi Barang Mewah
Sabtu, 10 Mei 2025