Pengamat Desak Polisi Usut Tuntas Kematian Mengenaskan Dua Anak di Pesisir Barat: Jangan Tunggu Viral

Pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Rifandy Ritonga. Foto: Ist
Kupastuntas.co,
Bandar Lampung – Tragedi
kematian dua anak di Pekon Baturaja, Kecamatan Way Krui, Kabupaten Pesisir
Barat, mengundang reaksi keras dari akademisi dan pengamat hukum Universitas
Bandar Lampung (UBL), Rifandy Ritonga. Ia menilai peristiwa tersebut sebagai
bentuk kegagalan negara dalam melindungi anak-anak dari kekerasan.
“Kematian
dua anak di Pekon Baturaja adalah tragedi yang menyayat hati siapa pun yang
masih memiliki nurani. Mereka bukan hanya menjadi korban kekerasan, tapi juga
korban dari kelalaian sistem yang seharusnya melindungi mereka,” kata Rifandy
saat dimintai tanggapan, Kamis (15/5/2025).
Rifandy
mengaku prihatin dan marah saat melihat kondisi para korban. Ia menyebut negara
telah gagal menjalankan tanggung jawab konstitusional dalam menjamin
keselamatan anak-anak.
Ia mendesak aparat Kepolisian, khususnya Polres Pesisir Barat dan Polda Lampung, untuk menangani kasus ini secara serius dan tanpa menunggu viral di media sosial.
BACA JUGA: Dua
Anak Ditemukan Tewas Mengenaskan di Baturaja Pesisir Barat
“Penyelidikan
harus dilakukan secara cepat, transparan, dan tuntas. Jangan tunggu viral baru
bertindak. Jangan tunggu tekanan publik baru bergerak. Ini menyangkut nyawa dua
anak yang tidak berdosa,” tegasnya.
Rifandy
menuntut agar pelaku segera ditangkap dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya,
sebagai bentuk penegakan hukum yang tegas terhadap kejahatan terhadap anak.
“Pelakunya
harus ditemukan dan dihukum maksimal. Kita tidak boleh terus membiarkan
kekerasan terhadap anak terjadi tanpa konsekuensi yang nyata,” tambahnya.
Tidak hanya
mengkritik kepolisian, Rifandy juga menyentil kinerja Pemerintah Kabupaten
Pesisir Barat. Ia menilai, tragedi ini mencerminkan lemahnya sistem
perlindungan anak di tingkat daerah.
“Pemerintah
daerah tidak boleh cuci tangan. Ini terjadi di wilayah administratif mereka. Di
mana peran dinas sosial, dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,
camat, dan kepala pekon? Jangan hanya datang setelah kejadian, lalu membuat
pernyataan belasungkawa, setelah itu diam,” ucapnya tajam.
Ia menilai
perlu adanya sistem perlindungan anak yang lebih sistematis dan berkelanjutan,
bukan sekadar reaksi saat terjadi kasus.
Rifandy
mendorong Pemkab Pesisir Barat untuk melakukan reformasi dalam sistem
perlindungan anak. Ia menyarankan pembentukan posko pengaduan yang aktif dan
program edukasi menyeluruh ke masyarakat.
“Bentuk
posko pengaduan yang benar-benar berjalan. Lakukan sosialisasi ke
sekolah-sekolah dan masyarakat. Libatkan tokoh agama, tokoh adat, semua unsur.
Karena perlindungan anak bukan cuma soal hukum, tapi juga soal kepekaan sosial
dan tanggung jawab bersama,” ujarnya.
Menutup
pernyataannya, Rifandy menegaskan bahwa tragedi ini harus menjadi momentum
perubahan bagi seluruh elemen bangsa dalam memperkuat perlindungan terhadap
anak.
“Dua anak
ini memang tidak akan kembali. Tapi kita punya tanggung jawab untuk memastikan
tidak ada lagi anak lain yang mengalami nasib serupa. Jangan biarkan tragedi
ini berlalu tanpa makna. Ini harus menjadi titik balik bagi kita semua. Jika
kita gagal melindungi anak-anak, maka kita gagal sebagai bangsa,” pungkasnya.
(*)
Berita Lainnya
-
Peringati HUT Ke-9, Puslatpurmar 8 Teluk Ratai Gelar Bakti Sosial Donor Darah
Kamis, 15 Mei 2025 -
PMI Asal Lampung Terbanyak Kelima Se-Nasional, Pemerintah Siapkan Kelas Migran di SMA/SMK
Kamis, 15 Mei 2025 -
Kakak Beradik Diduga Tewas Dibunuh, Polda Lampung Terjunkan Tim ke Pesisir Barat
Kamis, 15 Mei 2025 -
Danbrigif 4 Mar/BS Gelar Ajang ‘Ajabra Warrior’ Peringati HUT ke-22 Yonif 7 Marinir
Kamis, 15 Mei 2025