• Jumat, 16 Mei 2025

Pengamat Desak Polisi Usut Tuntas Kematian Mengenaskan Dua Anak di Pesisir Barat: Jangan Tunggu Viral

Kamis, 15 Mei 2025 - 16.37 WIB
57

Pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Rifandy Ritonga. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung – Tragedi kematian dua anak di Pekon Baturaja, Kecamatan Way Krui, Kabupaten Pesisir Barat, mengundang reaksi keras dari akademisi dan pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Rifandy Ritonga. Ia menilai peristiwa tersebut sebagai bentuk kegagalan negara dalam melindungi anak-anak dari kekerasan.

“Kematian dua anak di Pekon Baturaja adalah tragedi yang menyayat hati siapa pun yang masih memiliki nurani. Mereka bukan hanya menjadi korban kekerasan, tapi juga korban dari kelalaian sistem yang seharusnya melindungi mereka,” kata Rifandy saat dimintai tanggapan, Kamis (15/5/2025).

Rifandy mengaku prihatin dan marah saat melihat kondisi para korban. Ia menyebut negara telah gagal menjalankan tanggung jawab konstitusional dalam menjamin keselamatan anak-anak.

Ia mendesak aparat Kepolisian, khususnya Polres Pesisir Barat dan Polda Lampung, untuk menangani kasus ini secara serius dan tanpa menunggu viral di media sosial.

BACA JUGA: Dua Anak Ditemukan Tewas Mengenaskan di Baturaja Pesisir Barat

“Penyelidikan harus dilakukan secara cepat, transparan, dan tuntas. Jangan tunggu viral baru bertindak. Jangan tunggu tekanan publik baru bergerak. Ini menyangkut nyawa dua anak yang tidak berdosa,” tegasnya.

Rifandy menuntut agar pelaku segera ditangkap dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya, sebagai bentuk penegakan hukum yang tegas terhadap kejahatan terhadap anak.

“Pelakunya harus ditemukan dan dihukum maksimal. Kita tidak boleh terus membiarkan kekerasan terhadap anak terjadi tanpa konsekuensi yang nyata,” tambahnya.

Tidak hanya mengkritik kepolisian, Rifandy juga menyentil kinerja Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat. Ia menilai, tragedi ini mencerminkan lemahnya sistem perlindungan anak di tingkat daerah.

“Pemerintah daerah tidak boleh cuci tangan. Ini terjadi di wilayah administratif mereka. Di mana peran dinas sosial, dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, camat, dan kepala pekon? Jangan hanya datang setelah kejadian, lalu membuat pernyataan belasungkawa, setelah itu diam,” ucapnya tajam.

Ia menilai perlu adanya sistem perlindungan anak yang lebih sistematis dan berkelanjutan, bukan sekadar reaksi saat terjadi kasus.

Rifandy mendorong Pemkab Pesisir Barat untuk melakukan reformasi dalam sistem perlindungan anak. Ia menyarankan pembentukan posko pengaduan yang aktif dan program edukasi menyeluruh ke masyarakat.

“Bentuk posko pengaduan yang benar-benar berjalan. Lakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah dan masyarakat. Libatkan tokoh agama, tokoh adat, semua unsur. Karena perlindungan anak bukan cuma soal hukum, tapi juga soal kepekaan sosial dan tanggung jawab bersama,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Rifandy menegaskan bahwa tragedi ini harus menjadi momentum perubahan bagi seluruh elemen bangsa dalam memperkuat perlindungan terhadap anak.

“Dua anak ini memang tidak akan kembali. Tapi kita punya tanggung jawab untuk memastikan tidak ada lagi anak lain yang mengalami nasib serupa. Jangan biarkan tragedi ini berlalu tanpa makna. Ini harus menjadi titik balik bagi kita semua. Jika kita gagal melindungi anak-anak, maka kita gagal sebagai bangsa,” pungkasnya. (*)