• Selasa, 13 Mei 2025

Pengamat Hukum UBL Apresiasi Langkah Tegas Polda dan TNI Berantas Premanisme di Lampung

Selasa, 13 Mei 2025 - 14.48 WIB
32

Dua pengamat hukum dari Universitas Bandar Lampung (UBL), Rifandi Ritonga dan Benny Karya Limantara. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Langkah tegas yang dilakukan Polda Lampung dan TNI dalam memberantas praktik premanisme di sejumlah wilayah di Provinsi Lampung mendapat apresiasi dari kalangan akademisi.

Dua pengamat hukum dari Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara dan Rifandi Ritonga, menyatakan dukungan penuh terhadap upaya aparat dalam menjaga ketertiban sosial dan menegakkan supremasi hukum.

Menurut Benny Karya Limantara, pemberantasan premanisme yang kini menjadi prioritas Kemenko Polhukam patut diapresiasi. Ia menilai langkah yang diambil Polda dan TNI mencerminkan sinergi nyata antar lembaga negara dalam menciptakan stabilitas keamanan.

"Ini adalah bukti konkret dari keseriusan pemerintah dalam merespons persoalan yang meresahkan masyarakat. Sinergi antar aparat pemerintah sangat diperlukan demi mewujudkan stabilitas nasional dan menciptakan iklim investasi yang kondusif,” ujar Benny, saat dimintai tanggapan, Selasa (13/5/2025).

Benny juga menekankan bahwa pemberantasan premanisme tidak cukup hanya dengan pendekatan hukum semata.

Ia mendorong adanya ruang pembinaan dan pemberdayaan bagi individu yang terlibat dalam praktik premanisme agar mereka dapat kembali ke masyarakat secara positif.

"Koordinasi rutin dengan para tokoh masyarakat sangat penting sebagai bagian dari upaya deteksi dini dan pencegahan terhadap potensi konflik sosial. Aparat juga harus aktif memanfaatkan intelijen lapangan serta memperkuat skema perlindungan hukum bagi masyarakat,” tambahnya.

Sementara itu, Rifandy Ritonga menyoroti bahwa tindakan represif terhadap premanisme adalah bentuk nyata kehadiran negara dalam menjamin rasa aman bagi warga. Ia menyebut bahwa premanisme bukan hanya soal kriminalitas biasa, tetapi telah menjadi ancaman serius terhadap kedaulatan hukum dan ketertiban umum.

"Negara tidak boleh kalah oleh praktik kekerasan dan intimidasi di ruang publik. Hukum harus menjadi panglima. Tidak boleh ada kekuatan di luar konstitusi yang lebih dominan dari negara,” tegas Rifandi.

Meski demikian, Rifandi mengingatkan bahwa langkah tegas tersebut harus tetap berada dalam koridor hukum dan menjunjung tinggi asas legalitas serta hak asasi manusia.

“Negara hadir bukan untuk menebar rasa takut, tapi untuk menjamin rasa aman bagi warga negara yang taat hukum,” imbuhnya.

Ia juga menekankan perlunya pendekatan komprehensif yang mencakup perlindungan sosial, penciptaan lapangan kerja, serta penataan ruang publik seperti pasar, pelabuhan, dan terminal agar tidak dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu.

Kedua pengamat ini sepakat bahwa premanisme adalah ancaman nyata bagi masyarakat dan ekonomi. Mereka menegaskan pentingnya pemetaan terhadap organisasi masyarakat (ormas) yang berpotensi mengganggu stabilitas daerah, serta perlunya kehadiran negara yang tegas, adil, dan berpihak kepada masyarakat.

“Rasa aman adalah hak dasar warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Menjamin itu adalah tanggung jawab negara,” pungkas Rifandi. (*)