Realisasi APBD Pemprov Lampung, Dari Tertinggal ke Terdepan, Oleh: Dr. Saring Suhendro

Dr. Saring Suhendro, S.E.,M.Si., Ak.,CA., Akademisi dan Peneliti Keuangan Publik Unila dan Pengurus ISEI Lampung. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - "Lho, bukannya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung termasuk daerah dengan realisasi APBD yang rendah ya?” Pertanyaan ini sempat ramai terdengar setelah forum nasional percepatan realisasi APBD yang digelar Kementerian Dalam Negeri pekan ini.
Bahkan, data per 7 Mei 2025 menyebut Pemprov Lampung sebagai provinsi dengan realisasi pendapatan terendah kedua secara nasional.
Tapi kalau kita lihat data terbaru per 10 Mei 2025, ternyata faktanya berubah drastis. Realisasi pendapatan Pemprov Lampung justru melonjak jadi 30,23%, dan belanja daerah pun tembus 24,62%, bahkan data ini menunjukkan pencapaian di atas rata-rata nasional.
Selain itu, ini bukan hanya membaik, namun capaian tertinggi Pemprov Lampung dalam lima tahun terakhir.
"Dari mana lonjakan itu datang?” Kalau kita bandingkan, per 28 Februari 2025 lalu, pendapatan daerah baru menyentuh 8,83%, dan belanja 5,67%. Dalam waktu dua bulan saja (Maret-April), realisasinya naik lebih dari 21 poin persentase untuk pendapatan dan hampir 19 poin untuk belanja.
Ini bukan peningkatan biasa, namun ini akselerasi fiskal yang luar biasa. Sumber datanya pun resmi: rilis Kemendagri dalam rakor APBD tanggal 7 Mei, dan siaran pers Pemprov Lampung yang dikonfirmasi lewat berbagai media seperti Radar Lampung dan Reposisi.com.
Kalau ditanya apa yang sebenarnya terjadi, jawabannya sederhana yaitu kepemimpinan yang adaptif dan manajemen fiskal yang lincah.
Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, tidak memilih untuk menyalahkan atau membela diri saat ditegur pusat. Beliau langsung mengarahkan percepatan di tiga titik krusial :
- Menyesuaikan penatausahaan kas dengan jadwal pembangunan nyata, bukan sekadar formalitas administrasi.
- Mengintegrasikan penggunaan Dana BOS dan BLUD ke dalam sistem pelaporan realisasi.
- Menjaga efisiensi perputaran kas, supaya dana yang masuk segera bekerja untuk masyarakat.
Ketika daerah lain masih sibuk mempersiapkan kegiatan, Pemprov Lampung justru sudah mengeksekusinya. Inilah yang disebut dengan shock response, yaitu tahu kapan harus gas dan kapan harus rem.
Bahkan Mendagri Tito Karnavian sendiri menekankan bahwa belanja pemerintah adalah penggerak ekonomi, dan Pemprov Lampung menjawab itu bukan dengan retorika, tapi dengan angka.
"Pemerintah yang kuat bukan yang sempurna sejak awal, melainkan yang cepat belajar dan memperbaiki,” ujar seorang akademisi keuangan publik dari Universitas Lampung yang menilai strategi fiskal Pemprov Lampung sebagai praktik reformasi yang tidak defensif, tetapi solutif dan dinamis.
Jadi, kalau hari ini orang bertanya, “Apa kabar realisasi APBD Lampung?” Jawabannya adalah dari yang disebut tertinggal, kini justru jadi contoh percepatan fiskal yang patut dicontoh.
Dalam kerangka tata kelola keuangan daerah, capaian ini menunjukkan bahwa intervensi kebijakan yang cepat dan berbasis data mampu mengoreksi persepsi negatif publik. Lebih dari sekadar membelanjakan anggaran, Pemprov Lampung telah menunjukkan bagaimana fiscal leadership bisa dijalankan secara efektif melalui instrumen manajemen kas dan akuntabilitas kinerja anggaran. (*)
Berita Lainnya
-
122 Orang Diamankan Polisi dalam Operasi Pekat Krakatau 2025 di Bandar Lampung
Senin, 12 Mei 2025 -
Lampung Bakal Jadi Percontohan Sekolah Rakyat, Pemprov Siapkan 100 Siswa
Senin, 12 Mei 2025 -
Pelajar SMA Yos Sudarso Wakili Metro ke Paskibraka Nasional
Senin, 12 Mei 2025 -
28 Peserta PPPK Lampung Barat Tahap II Gugur
Senin, 12 Mei 2025