• Sabtu, 10 Mei 2025

Kisah Warga Desa Itik Rendai Lamtim di Tanah Berbatu, Ketika Air Bersih Jadi Barang Mewah

Sabtu, 10 Mei 2025 - 10.22 WIB
25

Seorang warga Desa Itik Rendai bernama Kadli sedang mengambil air di tempat penampungan air miliknya. Foto: Agus/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Timur - Air bersih merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi semua makhluk hidup di bumi. Tanpa air bersih, manusia, hewan, dan tumbuhan tidak dapat bertahan hidup dengan baik. Air bersih dibutuhkan untuk minum, memasak, mandi, serta menjaga kebersihan dan kesehatan.

Ketersediaan air bersih yang cukup dan berkelanjutan sangat penting untuk mendukung pertanian, industri, dan kehidupan sosial masyarakat. Oleh karena itu, menjaga kebersihan dan kelestarian sumber air merupakan tanggung jawab bersama demi kelangsungan hidup semua makhluk di bumi.

Kadli, pria paruh baya berusia 54 tahun, tampak sibuk menimba air dari penampungan di dalam dapur rumahnya di Desa Itik Rendai, Kecamatan Melinting, Kabupaten Lampung Timur. Dengan ember kecil yang diikat tali, ia menarik air secara manual, perlahan tapi pasti, untuk mengisi bak kamar mandi. Suara percikan air menjadi irama harian yang sudah sangat akrab bagi Kadli dan warga lainnya.

Penampungan air milik Kadli berukuran 1,5 x 1,5 meter dengan kedalaman hampir dua meter. Penampungan itu dibuat khusus untuk menyimpan air bersih yang dibelinya dari perusahaan penyedia air swasta. Dengan sistem sederhana, air itu ditimba secara manual setiap kali dibutuhkan untuk keperluan mandi, mencuci, dan memasak.

Di desa ini, lebih dari 90 persen warga tidak memiliki sumur pribadi. Sumur bor menjadi barang mewah yang sulit dijangkau. Tidak hanya karena faktor ekonomi, tetapi juga karena kondisi tanah yang keras dan berbatu membuat biaya pengeboran sangat tinggi. “Bikin sumur bor di sini bisa habis lebih dari 20 juta. Saya gak sanggup,” ujar Kadli. Jumat (9/5/2025).

Sebagian besar warga akhirnya bergantung pada perusahaan air swasta Pioneer, yang menyediakan air bersih melalui sambungan pipa dan sistem meteran. Air dikomersialkan layaknya listrik: ada pencatatan pemakaian, dan bayaran dilakukan sesuai jumlah kubikasi yang digunakan.

“Kalau ngisi penampungan sampai penuh, bisa habis Rp 50.000. Tapi itu bisa dipakai hampir satu bulan,” kata Kadli. Dengan penghasilan seadanya dari bertani dan kerja serabutan, pengeluaran itu menjadi beban tersendiri. Namun, tidak ada pilihan lain. Air bersih menjadi kebutuhan yang tak bisa ditunda.

Selama ini, air hujan pun kadang dimanfaatkan jika musim memungkinkan, namun penggunaannya terbatas dan tidak selalu aman."kalau pas musim hujan kami juga tampung airnya untuk keperluan mencuci kendaraan dan peralatan lainnya," kata Kadli.

Desa Itik Rendai di Kecamatan Melinting, Kabupaten Lampung Timur, masih bergantung pada sumber air bersih dari sumur bor umum. Kepala Desa Itik Rendai, Sumarno, mengungkapkan dari total 874 Kepala Keluarga (KK) yang ada, hanya satu KK yang memiliki sumur pribadi. Sisanya, mengandalkan sumur umum yang disediakan secara kolektif oleh desa dan pihak ketiga.

“Saat ini warga menikmati sumur umum dengan sistem berbayar. Hanya satu KK saja yang punya sumur pribadi,” ujar Sumarno saat ditemui di kantor desa. Jumat (9/5/2025).

Sumarno menjelaskan, sebanyak 11 unit sumur saat ini beroperasi di enam dusun di desa tersebut. Seluruh sumur itu merupakan bantuan dari perusahaan Pioneer yang disalurkan ke rumah-rumah warga beberapa tahun lalu. Proyek ini merupakan hasil kerja sama antara perusahaan dan pemerintah desa untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga.

“Perusahaan Pioneer membuatkan 11 unit sumur, lalu disalurkan ke rumah-rumah warga. Tapi berapa bayarnya per kubik atau per meter, saya kurang paham, karena ada yang mengelola langsung,” kata Sumarno.

Selain bantuan dari perusahaan, pihak desa juga baru saja menerima tambahan empat unit sumur dari Kodim 0429 melalui program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD). Empat sumur tersebut dibangun di lokasi-lokasi umum seperti masjid, untuk mempermudah akses air bersih bagi warga yang beribadah maupun kegiatan sosial lainnya.

Proses pengeboran sumur bor di Desa Itik Rendai, tak semudah yang dibayangkan. Seorang jasa pengeboran bernama Adi mengaku sudah lima hari melakukan pengeboran di salah satu mushola desa, namun belum juga menemukan sumber air. Hal ini disebabkan kondisi tanah di wilayah tersebut yang cukup sulit ditembus.

Adi, pria 40 tahun asal Desa Sidorejo, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur, mengatakan bahwa rata-rata kedalaman sumur bor di Desa Itik Rendai mencapai 60 meter agar bisa menghasilkan air. Proses pengeboran pun membutuhkan waktu hingga 10 hari karena kontur tanah yang didominasi batu.

“Di sini baru 2 meter ngebor sudah ketemu batu, makanya susah. Kalau untuk dapat air biasanya harus sampai 60 meter kedalaman,” kata Adi saat ditemui di lokasi pengeboran, Jumat (9/5/2025).

Menurut Adi, sulitnya medan pengeboran membuat biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit. Untuk satu titik sumur bor, warga atau donatur harus merogoh kocek minimal Rp20 juta. Biaya tersebut meliputi peralatan, tenaga kerja, hingga risiko kerusakan alat karena harus menembus lapisan batu. (*)