• Rabu, 30 April 2025

Pemprov Lampung Desak Pemerintah Pusat Tetapkan Harga dan Mutu Singkong Berlaku Nasional

Rabu, 30 April 2025 - 15.42 WIB
19

Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal dan Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung bersama Panitia Khusus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung mendesak pemerintah pusat agar segera menetapkan harga dan standar mutu singkong yang berlaku secara nasional.

Ketua Panitia Khusus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas menyampaikan, persoalan harga dan rafaksi singkong tidak bisa diselesaikan di tingkat daerah karena menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Menurut Mikdar, jika ke dua isu utama tersebut tidak segera diputuskan oleh pemerintah pusat, maka konflik terkait dengan harga singkong yang terjadi antara petani dan juga pabrik atau perusahaan tapioka tidak akan terselesaikan.

"Petani meminta harga Rp1.350 dengan potongan maksimal 15 persen dan kadar aci 20, sementara pabrik menuntut kadar aci 24 dengan potongan 15 persen. Jika tidak ada aturan dari pusat, maka tidak akan ada titik temu," kata Mikdar, saat dikonfirmasi, Rabu (30/4/2025).

Ia mengungkapkan bahwa sejak awal April 2025, harga singkong anjlok menjadi Rp1.100 per kilogram dengan potongan hingga 30 persen. Kondisi tersebut membuat petani hanya menerima sekitar Rp400–Rp500 per kilogram, sehingga tidak menutup biaya produksi.

"Apabila harga tidak diperlakukan secara rasional dipastikan pabrik  tidak mau menjalankannya, karena harga hasil produksi mereka jauh lebih tinggi ketimbang harga tapioka impor, Bahkan kalah bersaing dengan tapioka yang dihasilkan produsen dari provinsi lain," kata dia. 

Menurutnya, Provinsi Lampung menyumbang 70  persen produksi tapioka nasional, namun kalah bersaing dengan produk yang berasal dari Medan, Bangka, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

"Maka kami memohon kepada kementerian terkait agar tidak menganggap sepele persoalan ini. Harapan saya dan petani Lampung harga kesepakatan dapat dijalankan dan berlaku nasional," kata Mikdar.

Sementara itu, Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, menegaskan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan seluruh bupati dan walikota se-Lampung untuk memperkuat hilirisasi komoditas strategis seperti singkong.

Menurutnya, hilirisasi tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya untuk dapat meningkatkan nilai tambah, daya saing, dan kemandirian industri di tingkat daerah.

"Kami menargetkan hilirisasi dilakukan hingga ke tingkat desa agar menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan nilai produk. Ini juga bagian dari mendukung Asta Cita kelima Pemerintah Prabowo-Rakabuming," kata Mirza.

Ia menyebut bahwa selama ini industri singkong di Lampung hanya terfokus pada produksi tapioka, menciptakan kondisi oligopoli yang tidak menguntungkan petani.

Menurutnya, Lampung masih menjadi provinsi dengan produksi ubi kayu tertinggi di Indonesia, menyumbang 39 persen dari total produksi nasional, dengan volume mencapai 6,7 juta ton.

Kabupaten Lampung Tengah menjadi daerah dengan panen ubi kayu terbesar, yakni seluas 77.038 hektare.

"Jika pemerintah pusat menetapkan harga nasional dan mendukung hilirisasi, maka harga singkong akan stabil, petani sejahtera, dan industri lokal dapat bersaing di pasar nasional," tutupnya. (*)