Merajut Asa dari Sisa Sampah di Metro Utara

Nasrin (58), seorang pemulung tua berpose sambil tersenyum dengan wajah bahagia di atas gunungan sampah TPAS Karangrejo, Kecamatan Metro Utara. Foto: Arby/kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Metro - Hiruk-pikuk truk pengangkut sampah mulai terlihat saat kabut pagi belum sepenuhnya pergi dan aroma menyengat masih melekat kuat. Tampak langkah kaki pria tua menyusuri jalanan menuju Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Karangrejo, Kecamatan Metro Utara, Kota Metro, pada Selasa (29/4/2025).
Dengan keranjang anyaman bambu besar yang dibawanya, lelaki 58 tahun bernama Nasrin itu bukan hendak menghindari sampah, melainkan justru mencarinya.
"Nama saya Nasrin, saya warga Karangrejo. Saya mendapatkan berkah dari memanfaatkan sampah di sini,” ucapnya perlahan, sembari mengorek gunungan sampah untuk mencari sampah yang memiliki nilai ekonomi.
Sudah beberapa tahun belakangan, Nasrin menjadikan kegiatan memulung sebagai mata pencahariannya. Tak banyak yang bisa ia harapkan di usia senja selain kerja keras dan keteguhan hati.
Setiap pagi, ia memulai pekerjaannya sejak pukul 05.30 WIB hingga matahari berada di ubun-ubun kepala. Ditemani jutaan lalat dan bau menyengat yang tak lagi asing, Nasrin berharap dapat mengumpulkan rongsokan yang bisa menjadi cuan.
"Banyak sampah yang bisa dimanfaatkan, ngumpulin sampah ini bisa langsung dijual. Di sini sudah ada pengepulnya. Yang laku itu botol plastik, gelas plastik, kardus, karung,” ungkap Nasrin.
Ia menjelaskan sambil memilah-milah sampah dengan telaten. Dalam satu hari, Nasrin mengaku bisa mendapatkan sekitar Rp50 ribu. Uang itu ia bawa pulang untuk membeli beras, minyak goreng, dan kebutuhan dasar lainnya.
"Enggak banyak, tapi cukup buat makan. Kalau rajin, bisa lebih. Kadang ada yang ngasih makanan juga, ya kami syukuri,” ucapnya.
Dirinya juga menyadari bahwa kegiatan yang ia lakukan tersebut bukan tanpa risiko. Potongan kaca, logam berkarat, hingga binatang buas kecil yang bersarang di antara sampah, semua pernah ia temui.
Tapi baginya, semua itu tak sebanding dengan rasa damai saat bisa membawa pulang hasil jerih payah yang halal.
Nasrin bukan satu-satunya yang hidup dari sisa-sisa dunia orang lain. Di kawasan TPAS Karangrejo, ada belasan pemulung lain. Mereka datang dari berbagai penjuru Metro dan wilayah penyangga di Metro Utara. Ada yang perempuan, ada yang masih muda, tak sedikit pula yang paruh baya seperti Nasrin.
Mereka membentuk komunitas sunyi di tengah hiruk-pikuk tumpukan sampah. Tak ada seragam, tak ada badge, hanya karung besar, keranjang anyaman bambu, dan tangan yang cekatan memilah sampah.
Mereka datang bukan karena pilihan, tapi karena keadaan. Mereka bekerja bukan untuk memperkaya diri, tapi agar dapur tetap mengepul, agar anak tetap bisa berangkat sekolah, dan agar hidup tetap berjalan meski lamban.
"Dulu awal-awal, kadang saya suka sedih kalau pas anak saya di rumah suka nanya, ‘Bapak kerja apa sih?’ Saya bilang aja, ‘Bapak kerja bersihin kota.’ Mereka senyum. Itu cukup buat saya,” ceritanya sambil tersenyum bahagia.
TPAS Karangrejo setiap harinya menampung puluhan ton sampah dari seluruh penjuru Kota Metro. Sebagian besar berakhir sebagai timbunan, namun ada sebagian yang justru jadi penyambung hidup.
Nasrin dan rekan-rekannya bekerja diam-diam, nyaris tanpa perhatian. Mereka belum tersentuh program pelatihan atau perlindungan sosial. Belum ada seragam atau alat pelindung yang layak.
Tapi dari balik kesederhanaan itu, mereka menyelamatkan bumi dalam diam, memilah dari apa yang orang lain buang sembarangan.
Pemerintah setempat sebenarnya memiliki program daur ulang dan pengelolaan sampah berkelanjutan. Namun, sentuhan itu belum sampai menyapa mereka yang hidup paling dekat dengan limbah, yaitu para pemulung.
Saat matahari mulai naik dan udara terasa makin berat, Nasrin menuntaskan pekerjaannya. Keranjang anyaman bambu dan karung yang berisi sampah bernilai kini penuh serta berat, tapi ia pikul dengan ringan.
"Enggak malu kerja kayak gini. Ini kerja halal. Kami enggak minta, enggak ngemis, enggak nyuri. Kami cuma cari yang orang buang, lalu kami rawat,” katanya.
Nasrin pulang ke rumah di Karangrejo dengan langkah perlahan tapi pasti. Di rumah, keluarganya menanti. Di hatinya, ada syukur dan harap yang tak putus. Bahwa suatu hari nanti, mungkin akan ada tempat yang lebih layak bagi para pemulung.
Bahwa di antara tumpukan sampah, akan tumbuh juga rasa hormat dan perhatian. Karena di balik botol bekas dan kardus basah, ada jiwa-jiwa yang sedang merajut asa. Asa yang tak pernah mati, meski dikepung bau dan debu. (*)
Berita Lainnya
-
Tingkatkan Kompetensi Guru, SMAN 1 Metro Hadirkan Pakar Nasional
Selasa, 29 April 2025 -
Pasca Aksi Boikot, Puluhan Truk Sampah Kembali Beroperasi di TPAS Karangrejo Metro
Selasa, 29 April 2025 -
Peringati Hari Kartini, Srikandi PLN Tunjukkan Aksi Tangguh dalam Simulasi Pemadam Kebakaran
Senin, 28 April 2025 -
Polisi Gelar Patroli Blue Light Cegah Kriminalitas dan Laka Lantas di Kota Metro
Minggu, 27 April 2025