• Jumat, 25 April 2025

Polairud Polda Lampung Bongkar 10 Kasus Destructive Fishing, 10 Nelayan Diamankan

Jumat, 25 April 2025 - 15.31 WIB
23

Konferensi Pers di Mapolda Lampung terkait kasus destructive fishing. Foto: Paulina/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Polairud) Polda Lampung mengungkap 10 kasus praktik penangkapan ikan merusak (destructive fishing) selama operasi sejak Februari hingga April 2025.

Sebanyak 10 tersangka yang berprofesi sebagai nelayan diamankan, dengan enam di antaranya dihadapkan ke media dalam konferensi pers, Jumat (25/4/2025). Empat dari enam orang tersebut telah berstatus P21 dan berkas perkaranya telah dilimpahkan ke kejaksaan.

Direktur Polairud Polda Lampung, Kombes Pol Boby Pa’ludin Tambunan, mengatakan praktik destructive fishing sangat membahayakan ekosistem laut dan masa depan nelayan.

“Kami serius memberantas destructive fishing karena ini menyangkut kelangsungan ekosistem laut dan kehidupan nelayan yang bergantung pada hasil tangkapan. Tidak hanya kami tindak pelaku lapangan, tetapi juga akan kami telusuri kemungkinan rantai pasokan bahan peledak dan alat setrum ilegal,” ujarnya.

Dari 10 kasus yang ditangani, empat melibatkan penggunaan bahan peledak. Polisi menyita 8 botol bahan siap pakai, 12 detonator, 1,25 kilogram amonium nitrat, dan satu unit perahu. Tiga kasus lainnya menggunakan alat setrum 3.000 watt, sementara sisanya melibatkan jaring trawl ilegal dengan mata jaring dimodifikasi hingga hanya 1 inci, merusak terumbu karang dan menangkap ikan-ikan kecil.

Enam tersangka tambahan ditangkap dalam operasi lanjutan, termasuk satu pengguna setrum dan lima pelaku pengeboman ikan.

Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Provinsi Lampung, Zainal, menyatakan dukungan penuh terhadap upaya kepolisian.

“Kami akan memperkuat pengawasan di daerah rawan. Penggunaan alat tangkap merusak jelas dilarang, dan kami juga mendorong edukasi kepada nelayan tentang alat tangkap ramah lingkungan,” katanya.

Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun, menegaskan bahwa operasi serupa akan terus dilakukan.

“Polda Lampung secara tegas akan melanjutkan operasi serupa di seluruh wilayah pesisir. Masyarakat diminta untuk melapor jika mengetahui aktivitas penangkapan ikan merusak,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, menyoroti dampak sosial dan ekologis.

“Penangkapan ikan dengan cara merusak bukan hanya kejahatan lingkungan, tapi juga bentuk ketidakadilan ekologis. Kami mendorong penegakan hukum menyasar juga aktor intelektual dan pemasok bahan berbahaya,” ujarnya.

Terkait sanksi hukum, para pelaku kepemilikan bahan peledak dijerat dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 1 Ayat 1 tentang Penyalahgunaan Senjata Api atau Bahan Peledak.

Sedangkan pelaku penangkapan ikan dengan alat setrum dan jaring trawl dikenakan Pasal 84 Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, serta  Pasal 100B Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. (*)