• Jumat, 25 April 2025

Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme melalui Film Road to Resilience

Jumat, 25 April 2025 - 09.01 WIB
17

Kegiatan bedah buku dan nonton bareng film Road to Resilience dan bedah buku Anak Negeri di Pusaran Suriah. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Lampung, yang diwakili oleh Hermansyah selaku perwakilan Pj Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, mengapresiasi dan dukungan penuh terhadap penyelenggaraan kegiatan bedah buku dan nonton bareng film Road to Resilience dan bedah buku Anak Negeri di Pusaran Suriah. 

Acara yang diselenggarakan oleh BNPT dengan Ruangobrol, Yayasan Prasasti Perdamaian bekerja sama dengan Universitas Lampung (Unila) ini merupakan bagian dari upaya preventif terhadap penyebaran paham radikalisme di Indonesia.

Menurut Hermansyah, kegiatan ini sangat strategis dalam menanamkan kembali nilai-nilai wawasan kebangsaan di tengah tantangan global dan pesatnya perkembangan teknologi informasi yang dapat menjadi sarana penyebaran paham radikal.

Ia menilai, Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terdiri dari lebih dari 1.300 suku, ratusan bahasa daerah, enam agama resmi, serta lebih dari 180 aliran kepercayaan. “Keberagaman ini telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka, dan menjadi kekuatan dalam membangun wawasan kebangsaan," lanjut Hermansyah.

Ia menambahkan bahwa paham radikalisme kini tidak lagi disebarkan secara konvensional, melainkan melalui media sosial yang menyasar kelompok rentan, yakni perempuan, anak, dan remaja. 

"Bila kelompok seperti anak, remaja, dan ibu rumah tangga terpapar radikalisme yang bersumber dari intoleransi, maka kita menghadapi ancaman serius terhadap masa depan bangsa. Oleh karena itu, perlu pendekatan yang lebih lunak, namun efektif dan partisipatif dari seluruh komponen masyarakat," lanjutnya.

Tentang Film " Road to Resilience "

Film dokumenter ini mengisahkan perjalanan panjang Febri, seorang remaja Indonesia yang terjebak dalam janji-janji manis ISIS dan akhirnya menemukan jalan kembali ke tanah airnya. Film ini dimulai dengan pengenalan masalah yang lebih luas, mengangkat isu perang saudara di Suriah dan kebangkitan ISIS yang menarik ribuan orang dari seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Ketika Febri dan rombongannya akhirnya berhasil kembali ke Indonesia, mereka menghadapi kenyataan pahit berupa penolakan dan stigma dari masyarakat yang menganggap mereka sebagai pengkhianat. Selama satu bulan, mereka menjalani berbagai pelatihan dan interogasi dari BNPT dan Densus 88. Meskipun begitu, Febri dan keluarganya tidak menyerah. Mereka memulai hidup baru di Depok, Jawa Barat, berusaha menata kembali kehidupan mereka dari awal.

Film ini mencapai puncaknya dengan momen-momen penuh haru dan kebahagiaan ketika Febri berhasil menyelesaikan pendidikannya dan merayakan wisuda bersama kedua orang tuanya. Setelah penat menyelesaikan skripsi, kebahagiaan Febri menjadi lengkap saat kedua orang tuanya hadir untuk merayakan pencapaiannya.

Melalui perjalanan panjang dan berliku ini, "Road to Resilience" menyoroti keteguhan hati dan semangat tak kenal lelah seorang pemuda yang berusaha membangun kembali hidupnya, sambil mengatasi stigma dan tantangan besar dari masa lalunya. Selain menyajikan cerita tentang perjuangan pribadi Febri, film ini juga menggambarkan upaya lebih besar untuk pemulihan dan reintegrasi eks-ISIS ke dalam masyarakat, dan mengajak penonton untuk merenungkan arti sebenarnya dari penebusan dan kesempatan kedua.

Tentang Buku "Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah"

Penulis buku, Dr. Noor Huda Ismail merefleksikan pengalaman pribadinya dalam proses repatriasi 18 orang Indonesia dari Suriah pada Agustus 2017, yang memperlihatkan bahwa kemanusiaan dan harapan masih menjadi inti dari setiap langkah. Buku ini melampaui isu radikalisasi, menghadirkan perjalanan memahami manusia, konflik, dan harapan akan masa depan yang lebih baik.

Pengalaman Dr. Noor Huda Ismail yang banyak bekerja dalam pengembangan narasi alternatif terhadap berbagai narasi kelompok ekstremisme kekerasan, memberikan perspektif yang sangat berharga mengenai kompleksitas masalah yang dihadapi. Buku ini tidak hanya menawarkan narasi kemanusiaan yang mendalam, tetapi juga menyelami kompleksitas konflik dengan penuh empati, sekaligus menawarkan harapan bagi terciptanya masa depan yang lebih baik. (*)