Mitra Bentala: Pemberian Izin Kelola Hutan Register Rawan Penyimpangan

Manajer Advokasi dan Kajian Mitra Bentala, Mashabi. Foto: Ist
Kupastuntas.co, Bandar
Lampung - Manajer Advokasi dan Kajian Mitra Bentala, Mashabi, menegaskan bahwa
hutan register merupakan bagian dari hutan negara yang status kepemilikannya
didasarkan pada nomor registrasi administrasi.
Ia menjelaskan, hutan
register ini dulunya merupakan bekas lahan perkebunan milik kolonial Belanda
yang kemudian diambil alih dan ditata ulang oleh pemerintah Indonesia.
Menurut Mashabi, secara
prinsip lahan dengan status hutan register tidak boleh dikelola secara
sembarangan oleh masyarakat umum.
"Hutan register adalah
hutan negara. Pengelolaannya berada di bawah kewenangan pemerintah pusat atau
pemerintah daerah. Tidak semua orang bisa langsung diberikan izin kelola,"
kata Mashabi, Rabu (23/4/2025).
Meski demikian, ia mengakui
adanya beberapa pengecualian melalui program-program resmi pemerintah seperti
Perhutanan Sosial. Program ini membuka kesempatan bagi masyarakat sekitar hutan
untuk mendapatkan hak kelola terbatas, tetapi harus melalui proses panjang
sesuai ketentuan pemerintah pusat.
Mashabi mengingatkan bahwa
pemberian izin kelola secara sepihak di kawasan register sangat berpotensi
menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat.
"Ketika satu pihak
diizinkan mengelola sementara masyarakat umum tidak, tentu akan menimbulkan
rasa ketidakadilan. Ini bisa memicu pertanyaan dan bahkan gesekan
antarwarga," ujarnya.
Selain aspek sosial, Mashabi
juga menyoroti kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan. Jika pengelolaan
hutan register tidak memperhatikan prinsip konservasi, maka fungsi ekologis
hutan bisa terganggu.
"Jenis tanaman yang
ditanam harus diperhatikan. Jangan sampai yang ditanam malah merusak struktur
hutan. Harus ada tegakan pohon dan spesies yang mendukung pelestarian,"
tambahnya.
Dalam praktiknya, Mashabi
mengungkapkan bahwa kasus penyimpangan dalam pengelolaan hutan register
bukanlah hal baru. Ia menilai, sering kali lahan register justru dikuasai oleh
pihak-pihak yang memiliki kekuatan politik atau ekonomi, seperti pejabat atau
orang berpengaruh, bahkan tidak jarang oleh pihak luar yang bukan bagian dari
masyarakat lokal.
Sebagai contoh nyata, saat
ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung tengah menangani kasus dugaan mafia tanah
yang melibatkan pemberian izin pengelolaan lahan register secara ilegal di
Kabupaten Way Kanan.
"Dalam kasus ini,
dugaan kuat ada praktik pemberian izin pengelolaan lahan register yang tidak
sesuai prosedur, yang berujung pada monopoli lahan oleh pihak-pihak tertentu.
Ini harus menjadi perhatian serius semua pihak, khususnya aparat penegak hukum,"
tegas Mashabi.
Ia pun mendesak agar
pemerintah lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola hutan register, serta
mengutamakan prinsip keadilan bagi masyarakat sekitar.
"Penataan pengelolaan
harus jelas, adil, dan berpihak pada upaya pelestarian lingkungan, bukan justru
menjadi ladang kekuasaan segelintir orang," pungkasnya. (*)
Berita Lainnya
-
BNPB Catat 37 Kejadian Bencana Alam di Lampung Sejak Awal Tahun, 11 Orang Meninggal Dunia
Kamis, 24 April 2025 -
19 Orang Calon Jemaah Haji Lampung Gagal Berangkat
Kamis, 24 April 2025 -
Formappi: Bawaslu Kelola Dana Besar Sehingga Rawan Terjadi Korupsi
Kamis, 24 April 2025 -
Bawaslu Bandar Lampung Kembalikan Dana Hibah 2,4 Miliar
Kamis, 24 April 2025