• Kamis, 24 April 2025

Mitra Bentala: Pemberian Izin Kelola Hutan Register Rawan Penyimpangan

Rabu, 23 April 2025 - 13.29 WIB
25

Manajer Advokasi dan Kajian Mitra Bentala, Mashabi. Foto: Ist

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Manajer Advokasi dan Kajian Mitra Bentala, Mashabi, menegaskan bahwa hutan register merupakan bagian dari hutan negara yang status kepemilikannya didasarkan pada nomor registrasi administrasi.

Ia menjelaskan, hutan register ini dulunya merupakan bekas lahan perkebunan milik kolonial Belanda yang kemudian diambil alih dan ditata ulang oleh pemerintah Indonesia.

Menurut Mashabi, secara prinsip lahan dengan status hutan register tidak boleh dikelola secara sembarangan oleh masyarakat umum.

"Hutan register adalah hutan negara. Pengelolaannya berada di bawah kewenangan pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Tidak semua orang bisa langsung diberikan izin kelola," kata Mashabi, Rabu (23/4/2025).

Meski demikian, ia mengakui adanya beberapa pengecualian melalui program-program resmi pemerintah seperti Perhutanan Sosial. Program ini membuka kesempatan bagi masyarakat sekitar hutan untuk mendapatkan hak kelola terbatas, tetapi harus melalui proses panjang sesuai ketentuan pemerintah pusat.

Mashabi mengingatkan bahwa pemberian izin kelola secara sepihak di kawasan register sangat berpotensi menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat.

"Ketika satu pihak diizinkan mengelola sementara masyarakat umum tidak, tentu akan menimbulkan rasa ketidakadilan. Ini bisa memicu pertanyaan dan bahkan gesekan antarwarga," ujarnya.

Selain aspek sosial, Mashabi juga menyoroti kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan. Jika pengelolaan hutan register tidak memperhatikan prinsip konservasi, maka fungsi ekologis hutan bisa terganggu.

"Jenis tanaman yang ditanam harus diperhatikan. Jangan sampai yang ditanam malah merusak struktur hutan. Harus ada tegakan pohon dan spesies yang mendukung pelestarian," tambahnya.

Dalam praktiknya, Mashabi mengungkapkan bahwa kasus penyimpangan dalam pengelolaan hutan register bukanlah hal baru. Ia menilai, sering kali lahan register justru dikuasai oleh pihak-pihak yang memiliki kekuatan politik atau ekonomi, seperti pejabat atau orang berpengaruh, bahkan tidak jarang oleh pihak luar yang bukan bagian dari masyarakat lokal.

Sebagai contoh nyata, saat ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung tengah menangani kasus dugaan mafia tanah yang melibatkan pemberian izin pengelolaan lahan register secara ilegal di Kabupaten Way Kanan.

"Dalam kasus ini, dugaan kuat ada praktik pemberian izin pengelolaan lahan register yang tidak sesuai prosedur, yang berujung pada monopoli lahan oleh pihak-pihak tertentu. Ini harus menjadi perhatian serius semua pihak, khususnya aparat penegak hukum," tegas Mashabi.

Ia pun mendesak agar pemerintah lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola hutan register, serta mengutamakan prinsip keadilan bagi masyarakat sekitar.

"Penataan pengelolaan harus jelas, adil, dan berpihak pada upaya pelestarian lingkungan, bukan justru menjadi ladang kekuasaan segelintir orang," pungkasnya. (*)