RUU Perampasan Aset Jadi Sorotan, Akademisi dan LBH Desak Pemerintah Bertindak

diskusi publik yang digelar oleh BEM Polinela dan Himagara FISIP Universitas Lampung pada Selasa (22/4/2025).. Foto: Paulina/kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali menjadi sorotan dalam diskusi publik yang digelar oleh BEM Polinela dan Himagara FISIP Universitas Lampung pada Selasa (22/4/2025).
Akademisi dan perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung mendesak pemerintah untuk segera membahas dan mengesahkan RUU tersebut demi memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Refi Meidiantama, akademisi hukum dari Universitas Lampung, menilai keberadaan RUU ini sangat penting untuk mengisi kekosongan hukum dalam proses pemulihan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.
"Cukup menarik diskusi hari ini membahas perampasan aset, karena memang selama ini ada kekosongan-kekosongan hukum dalam proses peradilan tindakan korupsi," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa RUU Perampasan Aset telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak 2011, tetapi hingga kini belum dibahas secara serius.
Meskipun telah masuk dua kali dalam Prolegnas, yaitu periode 2020–2024 dan 2025–2030, progresnya terhambat oleh berbagai faktor.
Menurut Refi, kerugian negara akibat korupsi sering tidak sepenuhnya pulih karena keterbatasan hukum yang berlaku saat ini.
"Tindakan korupsinya misal 50 miliar, tapi proses penggantian kerugiannya hanya 10 miliar. Itu kan 40 miliarnya ke mana? Kok tidak diganti?" tuturnya.
Ia menambahkan bahwa keunggulan RUU ini terletak pada mekanisme perampasan aset yang bisa dilakukan secara perdata, tanpa perlu menunggu putusan pidana. Ini akan mempercepat proses hukum dan mencegah pelaku menyembunyikan atau melarikan aset mereka.
"Kalau pelaku melarikan diri, meninggal dunia, atau tidak ada, asetnya tetap bisa dirampas," jelasnya.
Sadzili dari LBH Bandar Lampung turut mempertegas urgensi RUU ini. "Kehadiran RUU ini sebenarnya menjadi tambahan alat bagi penegak hukum untuk menekan angka korupsi. Selama ini kita lihat banyak kasus korupsi yang terbukti, pelakunya dihukum, tapi uang negara tidak kembali sepenuhnya," katanya.
Ia juga mengungkapkan kecurigaan bahwa pengesahan RUU Perampasan Aset tertahan karena ada pihak-pihak berkepentingan yang merasa terancam.
"Ada dugaan kuat bahwa lambatnya pengesahan RUU ini karena ada pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan mungkin terlibat praktik korupsi. Mereka tentu tidak ingin ada instrumen hukum yang bisa merampas aset-aset mereka," tegas Sadzili.
LBH Bandar Lampung, lanjutnya, berkomitmen mendukung inisiatif masyarakat sipil, termasuk mahasiswa dan akademisi, untuk terus mengawal proses legislasi ini.
"Kita sebagai masyarakat sipil akan terus mendorong dan mengawal proses legislasi ini," tambahnya.
Refi juga menekankan bahwa pembentukan RUU ini sejalan dengan amanat dari United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), yang telah diterapkan di negara-negara seperti Australia, Inggris, dan Amerika Serikat. Ia mengajak mahasiswa untuk terus aktif dalam memahami dan mengawal isu-isu hukum yang strategis.
"Penanganan korupsi itu harus luar biasa karena ini kejahatan luar biasa. Maka langkah hukumnya juga harus progresif. Salah satunya melalui UU Perampasan Aset," pungkas Refi. (*)
Berita Lainnya
-
Terangi Pelosok Negeri, Kartini PLN Dukung Peresmian Listrik Desa Atar Lebar di Tanggamus
Selasa, 22 April 2025 -
Bhayangkara FC Pindah Homebase ke Lampung untuk Liga I Indonesia Musim 2025-2026
Selasa, 22 April 2025 -
Walikota Bandar Lampung Bantu Korban Bencana Banjir di Panjang Utara
Selasa, 22 April 2025 -
KPK Geledah Kantor Disperkim Lampung Tengah Buntut Kasus OTT Dinas PUPR OKU
Selasa, 22 April 2025