• Minggu, 13 April 2025

Terungkap, Sopir Penyelundup Sampah Akui Setor Uang ke DLH Metro Sejak Dua Tahun Lalu

Jumat, 11 April 2025 - 13.27 WIB
12.7k

Dua oknum warga terduga penyelundup sampah dari luar Kota Metro saat digrebek warga di TPAS Karangrejo. Foto: Arby/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Penggerebekan terhadap dua oknum warga pengangkut sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Karangrejo, Metro Utara, Kamis (10/4/2025), membuka tabir kelam praktik penyelundupan sampah dari luar wilayah Kota Metro.

Fakta tersebut terungkap dari pengakuan langsung para pelaku usai digerebek oleh warga Karangrejo, Metro Utara. Adanya dugaan aliran setoran uang rutin kepada oknum di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Metro menguat dan menjadi sorotan publik.

Temuan ini mengindikasikan bahwa praktik ilegal tersebut tidak sekadar aksi sporadis, melainkan telah terstruktur dan diduga berlangsung secara sistematis setidaknya selama dua tahun terakhir.

SP (36), salah satu sopir asal Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah, secara blak-blakan mengakui bahwa dirinya menyetor uang sebesar Rp 470 ribu per bulan kepada seseorang di kantor DLH Kota Metro.

Ia bahkan menyebut adanya kuitansi sebagai bukti pembayaran, meskipun tidak mengetahui pasti identitas pejabat atau staf DLH yang menerimanya.

BACA JUGA: Pemkot Metro dan DPRD Bongkar Penyelundupan Sampah dari Luar Kota

"Saya bayar ke kantor LH, sama pegawai di sana. Saya nggak paham namanya. Saya dapat kuitansinya. Saya buang sampah ke sini udah hampir dua tahun,” tutur SP saat diwawancarai awak media usai penggrebekan.

SP mengaku mengelola sampah rumah tangga dari sekitar 100 pelanggan di Trimurjo dan Metro, menarik biaya antara Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu per pelanggan per bulan.

Kendaraan yang digunakan adalah milik pribadi, dan kegiatan pengangkutan dilakukan bersama seorang rekannya berinisial MP (30), yang menerima honor Rp 100 ribu per trip.

MP juga mengkonfirmasi bahwa praktik tersebut telah berlangsung cukup lama dan rutin. Ia tak menampik bahwa sampah yang mereka angkut berasal dari wilayah luar Kota Metro, yang seharusnya tidak diperkenankan untuk dibuang di TPAS Karangrejo.

Yang lebih mengkhawatirkan, SP mengaku bahwa dirinya “diarahkan” oleh seseorang dari lingkungan kantor DLH untuk menyetorkan uang dan mendapat akses ke TPAS.

Pengakuan ini memperkuat dugaan adanya mata rantai sistemik dalam praktik penyelundupan sampah, yang melibatkan oknum internal DLH.

"Saya mau minta maaf atas perbuatan saya dan kesalahan saya, Saya minta maaf kepada Bapak Walikota dan kepada DPRD kota metro yang sebesar-besarnya. Saya tidak akan mengulangi lagi membuang sampah kesini," ungkap SP.

SP bersama MP juga mengaku menyesal atas perbuatannya. Dirinya berjanji untuk tidak mengulangi hal tersebut dan mengingatkan kepada siapa saja yang masih mengangkut sampah dari luar Metro dibuang ke TPAS Karangrejo, akan berurusan dengan masyarakat dan pemerintah.

"Saya menyesal dan saya mengingatkan teman-teman kalau mengambil sampah dari luar Kota Metro jangan dibuang di sini lagi, nanti ditangkap warga," tandasnya.

Fakta-fakta ini membuat publik bertanya, sejauh mana sebenarnya jaringan ini bekerja dan berapa banyak kendaraan dari luar Metro yang selama ini masuk secara ilegal ke TPAS. Yang paling krusial, siapa saja yang menikmati “upeti” dari praktik kotor tersebut.

Publik mempertanyakan komitmen pemerintah dalam memberantas praktik ilegal penyelundupan sampah ke TPAS, mengingat praktik ini telah berlangsung selama dua tahun tanpa deteksi atau tindakan nyata.

DLH sebagai institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan pengawasan justru berada dalam posisi terperosok dalam dugaan keterlibatan. Apakah ini akan berujung pada pengusutan menyeluruh atau hanya sekadar mencari kambing hitam di level bawah.

Kasus ini adalah cermin buruknya tata kelola lingkungan di Metro, terutama terkait manajemen dan pengawasan sampah. TPAS Karangrejo yang semestinya menampung limbah dari dalam kota saja, selama ini diduga menjadi “lahan basah” bagi oknum-oknum yang memperjualbelikan akses.

Padahal imbauan peringatan telah terpampang jelas dan besar di kantor UPTD. TPAS Karangrejo yang menegaskan bahwa pihaknya tidak melayani pengangkutan dan tidak menerima sampah dari luar Kota Metro sebagaimana diatur dalam Perda Kota Metro nomor 8 tahun 2015 tentang pengelolaan sampah.

Dalam kondisi ideal, TPAS bukanlah tempat komersialisasi sampah, melainkan fasilitas akhir yang dikelola dengan sistematis, dengan batasan dan pengawasan ketat. Namun nyatanya, ketiadaan sistem kontrol dan lemahnya integritas membuka celah besar untuk praktik penyimpangan.

Dengan fakta dan pengakuan yang telah mengemuka, kini sorotan publik tertuju pada langkah Pemkot Metro berikutnya. Apakah ini akan menjadi titik balik menuju reformasi sistem pengelolaan sampah atau justru kembali ditenggelamkan dalam kebisingan birokrasi dan kepentingan sempit. (*)