Terungkap, Sopir Penyelundup Sampah Akui Setor Uang ke DLH Metro Sejak Dua Tahun Lalu

Dua oknum warga terduga penyelundup sampah dari luar Kota Metro saat digrebek warga di TPAS Karangrejo. Foto: Arby/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Metro - Penggerebekan terhadap dua oknum warga pengangkut
sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Karangrejo, Metro Utara, Kamis
(10/4/2025), membuka tabir kelam praktik penyelundupan sampah dari luar wilayah
Kota Metro.
Fakta tersebut terungkap dari pengakuan langsung para pelaku usai digerebek
oleh warga Karangrejo, Metro Utara. Adanya dugaan aliran setoran uang rutin
kepada oknum di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Metro menguat dan menjadi sorotan
publik.
Temuan ini mengindikasikan bahwa praktik ilegal tersebut tidak sekadar aksi
sporadis, melainkan telah terstruktur dan diduga berlangsung secara sistematis
setidaknya selama dua tahun terakhir.
SP (36), salah satu sopir asal Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung
Tengah, secara blak-blakan mengakui bahwa dirinya menyetor uang sebesar Rp 470
ribu per bulan kepada seseorang di kantor DLH Kota Metro.
Ia bahkan menyebut adanya kuitansi sebagai bukti pembayaran, meskipun tidak
mengetahui pasti identitas pejabat atau staf DLH yang menerimanya.
BACA JUGA: Pemkot
Metro dan DPRD Bongkar Penyelundupan Sampah dari Luar Kota
"Saya bayar ke kantor LH, sama pegawai di sana. Saya nggak paham
namanya. Saya dapat kuitansinya. Saya buang sampah ke sini udah hampir dua
tahun,” tutur SP saat diwawancarai awak media usai penggrebekan.
SP mengaku mengelola sampah rumah tangga dari sekitar 100 pelanggan di
Trimurjo dan Metro, menarik biaya antara Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu per
pelanggan per bulan.
Kendaraan yang digunakan adalah milik pribadi, dan kegiatan pengangkutan
dilakukan bersama seorang rekannya berinisial MP (30), yang menerima honor Rp
100 ribu per trip.
MP juga mengkonfirmasi bahwa praktik tersebut telah berlangsung cukup lama
dan rutin. Ia tak menampik bahwa sampah yang mereka angkut berasal dari wilayah
luar Kota Metro, yang seharusnya tidak diperkenankan untuk dibuang di TPAS
Karangrejo.
Yang lebih mengkhawatirkan, SP mengaku bahwa dirinya “diarahkan” oleh
seseorang dari lingkungan kantor DLH untuk menyetorkan uang dan mendapat akses
ke TPAS.
Pengakuan ini memperkuat dugaan adanya mata rantai sistemik dalam praktik
penyelundupan sampah, yang melibatkan oknum internal DLH.
"Saya mau minta maaf atas perbuatan saya dan kesalahan saya, Saya
minta maaf kepada Bapak Walikota dan kepada DPRD kota metro yang
sebesar-besarnya. Saya tidak akan mengulangi lagi membuang sampah kesini,"
ungkap SP.
SP bersama MP juga mengaku menyesal atas perbuatannya. Dirinya berjanji
untuk tidak mengulangi hal tersebut dan mengingatkan kepada siapa saja yang
masih mengangkut sampah dari luar Metro dibuang ke TPAS Karangrejo, akan
berurusan dengan masyarakat dan pemerintah.
"Saya menyesal dan saya mengingatkan teman-teman kalau mengambil
sampah dari luar Kota Metro jangan dibuang di sini lagi, nanti ditangkap
warga," tandasnya.
Fakta-fakta ini membuat publik bertanya, sejauh mana sebenarnya jaringan
ini bekerja dan berapa banyak kendaraan dari luar Metro yang selama ini masuk
secara ilegal ke TPAS. Yang paling krusial, siapa saja yang menikmati “upeti”
dari praktik kotor tersebut.
Publik mempertanyakan komitmen pemerintah dalam memberantas praktik ilegal
penyelundupan sampah ke TPAS, mengingat praktik ini telah berlangsung selama
dua tahun tanpa deteksi atau tindakan nyata.
DLH sebagai institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan pengawasan justru
berada dalam posisi terperosok dalam dugaan keterlibatan. Apakah ini akan
berujung pada pengusutan menyeluruh atau hanya sekadar mencari kambing hitam di
level bawah.
Kasus ini adalah cermin buruknya tata kelola lingkungan di Metro, terutama
terkait manajemen dan pengawasan sampah. TPAS Karangrejo yang semestinya
menampung limbah dari dalam kota saja, selama ini diduga menjadi “lahan basah”
bagi oknum-oknum yang memperjualbelikan akses.
Padahal imbauan peringatan telah terpampang jelas dan besar di kantor UPTD.
TPAS Karangrejo yang menegaskan bahwa pihaknya tidak melayani pengangkutan dan
tidak menerima sampah dari luar Kota Metro sebagaimana diatur dalam Perda Kota
Metro nomor 8 tahun 2015 tentang pengelolaan sampah.
Dalam kondisi ideal, TPAS bukanlah tempat komersialisasi sampah, melainkan
fasilitas akhir yang dikelola dengan sistematis, dengan batasan dan pengawasan
ketat. Namun nyatanya, ketiadaan sistem kontrol dan lemahnya integritas membuka
celah besar untuk praktik penyimpangan.
Dengan fakta dan pengakuan yang telah mengemuka, kini sorotan publik
tertuju pada langkah Pemkot Metro berikutnya. Apakah ini akan menjadi titik
balik menuju reformasi sistem pengelolaan sampah atau justru kembali
ditenggelamkan dalam kebisingan birokrasi dan kepentingan sempit. (*)
Berita Lainnya
-
373 CJH 2025 Kota Metro Ikuti Manasik Haji
Sabtu, 12 April 2025 -
Klarifikasi Temuan Gabah Murah di Metro, Petani Diminta Jual Langsung ke Bulog
Jumat, 11 April 2025 -
Klarifikasi Temuan Gabah Murah di Metro, Petani Diminta Jual Langsung ke Bulog
Jumat, 11 April 2025 -
Pemkot Metro dan DPRD Bongkar Penyelundupan Sampah dari Luar Kota
Kamis, 10 April 2025